Yuni menggelinjang, pengalaman pertamanya direnggut dengan sangat memalukan dan tidak pantas. Meski dia enggan menanggapi apa pun, nyatanya sentuhan itu sangat terasa nyata dan menyiksa.
“Oh ... kau basah, Sayang.” Cahyo menyelipkan jarinya di antara tubuh Yuni, mengoc-oknya berirama dan membuat tubuh itu semakin bergerak tak karu-karuan. “Kau sangat seksi saat seperti ini, Yun.” dengan satu tangannya yang bebas, Cahyo melepas lakban yang merekat erat di mulut Yuni tanpa menghentikan tangan yang satunya.
“Mas ... lepas Mas ... ah ... .” Yuni tidak tahu, yang dia tahu hanya sangat ingin melepaskan gejolak yang ada di dalam dirinya.
Cahyo tersenyum smirk, menampilkan deret giginya meski sedikit dan mempercepat gerakannya, “Kita lihat, Sayang. Bagaimana dengan kedatanganmu yang pertama.”
“Oh ... Mas.” tangan Yuni saling menggenggam satu sama lain dan tubuhnya melengkung ke atas. Sebentar lagi, kurang sedikit lagi, dia yakin akan sampai entah ke mana. Yuni cukup yakin dia sedang menuju ke sebuah tempat yang akan membuatnya nyaman setelah ini.
Cahyo menarik tangannya dari tempat basah dan licin itu lalu menyapukan jarinya ke dada Yuni yang membusung, “Mimpikan saja semuanya, karena aku tidak akan melakukannya untukmu.” Cahyo segera beranjak dan keluar dari kamar itu.
Nafas Yuni tersengal dan napasnya naik turun. Yuni yang berada di ambang jalan, hanya bisa mewaraskan pikirannya karena baru saja mengejar sesuatu yang sia-sia, yang bahkan dia tidak tahu itu apa. Dengan tubuhnya yang lemas, Yuni menutup wajahnya dengan tangannya yang masih terikat dan menangis sesenggukkan. Bukan karena rasa sesalnya karena dia belum mencapai tempat itu, tapi Yuni merasa jijik kepada semua ini. Rasanya seperti sampah yang tidak berguna dan tak diinginkan.
***
“Sayang? Kamu terlihat kurang sehat?” mama Cahyo heran melihat wajah menantunya yang kusut dan matanya sedikit bengkak, “Jangan kuliah dulu kalau gak enak badan.”
Yuni tersenyum, mamanya itu begitu sangat perhatian kepadanya, “Enggak, Ma. Yuni cuma capek ngerjain tugas semalam. Yuni ada ujian juga hari ini.”
“Ya sudah, kalau gak kuat, nanti langsung pulang, ya?”
“Pagi, Ma.” Cahyo yang baru saja keluar dan bergabung di meja makan segera mendekat ke Yuni dan mengecup keningnya, “Papa ke mana?”
“Papa kamu tadi sarapan dulu, trus berangkat ke Solo, ke rumah nenek.” Mama Cahyo memang aslinya orang Solo, sedangkan papanya orang Surabaya. Tapi karena orang tua papanya Cahyo sudah meninggal, jadilah ke Solo menjadi kampung halaman untuk melepas rindu kepada orang tua.
Cahyo hanya mengangguk, diam lebih aman dari pada menimbulkan pembahasan yang membuatnya kesal, karena ini juga masih pagi, “Jadi ikut ke kantor, Yun? Semalam katanya pengen belajar kerja?”
Yuni yang merasa tidak pernah mengatakan apa pun hanya menatap Cahyo dengan heran.
Cahyo pun tersenyum, melahap nasi goreng kecap dengan telur dadar itu sambil mengedipkan salah satu matanya ke Yuni.
“Hmmm ... besok Mas, nanti Yuni ke kantor sepulang kuliah. Yuni minta izin dulu sama dosen Yuni.” entah jawaban itu benar atau salah saat ini, tapi melihat Cahyo yang mengangguk, sepertinya jawabannya cukup tepat.
Seperti yang dikatakannya tadi. Sore ini, Yuni ke kantor Cahyo setelah menyelesaikan kuliahnya.
“Kak Surya?” Yuni baru saja sampai di kantor Cahyo, cukup senang karena bisa bertemu Surya, pacarnya Ratih di tempat ini.
“Ngapain ke sini, Yun?” bukan melarang, tapi Surya cukup tahu dengan kelakuan Cahyo ke Yuni.
Yuni tersenyum manis dan lebih mendekat ke Surya, “Mas Cahyo yang nyuruh, Kak. Aku langsung ke sana saja ya, Kak?”
“Kakak mau tanya sesuatu kalau kamu gak keberatan,” Surya memberi jeda sedikit ke Yuni untuk melihat reaksi anak itu, dan melanjutkan kalimatnya kembali setelah melihatnya mengangguk, “Kamu sudah bertemu dengan Nana?”
Yuni memang tidak mengenalnya, tapi merasa cukup tahu dengan apa yang dimaksud oleh Surya, tidak ingin menutupi apa pun, Yuni mengangguk lagi.
“Kakak harap kamu bisa menghadapi wanita seperti dia.”
“Maksud, Kakak?”
Surya tersenyum dan menepuk pundak Yuni, “Kamu ngerti maksud kakak, jangan mudah terbakar oleh sesuatu yang semu.”
“Apa tanganmu sudah tidak berguna lagi dan ingin aku patahkan?” Cahyo yang akan keluar, tidak sengaja melihat Surya yang memegang pundak Yuni, membuatnya merasakan kemarahan. Kenapa gadis kampung itu selalu menggoda pria di setiap kesempatan?
“Tidak, Mas. Bukan begitu.” Yuni segera menjauh dari Surya dan mendekat ke Cahyo.
Surya hanya menggeleng dan meninggalkan dua pasangan aneh itu.
Cahyo hanya mendengus dan melanjutkan tujuannya, diikuti Yuni yang ikut berjalan cepat agar tidak sampai tertinggal oleh suaminya yang salah paham itu.
Saat ini, Yuni hanya berdiam menunggu Cahyo menyelesaikan rapat terbukanya. Meski di sana juga ada Surya dan juga wanita kemarin, yang mungkin bernama Nana itu, Yuni hanya bisa menyimak jalannya rapat itu, tanpa tahu apa yang sebenarnya dibahas karena sungguh dia tidak memahami masalah ini.
“Terima kasih atas kerja samanya, kami atas segera mengirim proposal kepada Anda, dan menunggunya dengan tidak sabar.” melihat klien Cahyo berdiri diikuti oleh Cahyo dan anggota rapat lainnya, Yuni pun ikut berdiri dan tersenyum , bersikap seramah mungkin.
“Tentu, kami menunggu dan senang bekerja sama dengan Anda.” Yuni melihat sosok lain di depannya saat ini, sungguh tampan dan berkarisma, andai saja senyuman itu tidak palsu, pasti cerita Yuni tidak akan seperti saat ini.
“Jangan terlalu memperlihatkan gigi keringmu itu, Nona.” Nana mendekat dan sedikit berbisik ke Yuni.
Yuni hanya bisa bergeming, meski tidak ingin terlalu menganggap Nana, nyatanya wanita itu selalu sukses mengganggunya meski sudah diabaikannya sekali pun.
Nana bergelayut manja di depan Cahyo, entah apa yang dipikirkan oleh wanita itu, karena Yuni pun seakan tidak peduli, “Sayang, aku ingin menghabiskan waktu kita malam nanti. Aku akan menyiapkan yang spesial untukmu.”
Surya yang sudah pergi lebih dulu dengan semua berkas-berkas penting yang dibawanya, membuat Nana semakin liar karena merasa tidak ada yang akan menghentikannya.
Cahyo terkekeh, segera menerima bibir yang mendekati wajahnya lebih dulu itu, dan mel-umat-nya sedikit liar,. “Jangan malam ini, aku sangat lelah. Tapi aku akan datang besok, lusa kita libur dan aku akan menginap di sana besok malam.”
Nana terkekeh, “Aku tidak sabar, Sayang. Aku akan menunggumu.”
Cahyo pulang bersama dengan Nana juga, tidak mau ambil pusing bagaimana Nana tadi berangkat ke tempat itu, karena nyatanya sekarang mereka pulang bersamaan.
Banyak hal yang dilakukan Cahyo dan Nana. Bahkan saat di perempatan dan lampu menyala merah saja, dengan berani Nana mendekat dan mencium Cahyo dengan sangat panas dan bergai-rah.
Setelah sampai di kantornya, Cahyo memilih kembali ke ruangannya dan Nana juga kembali ke tempat kerjanya sendiri, meski kadang tidak waras, Nana dan Cahyo sama-sama tahu apa batasan mereka saat berada di kantor.
Bruk.
“Au?!” Yuni mengaduh saat tangannya dipelintir dan badannya didorong dengan kasar sampai menempel ke dinding yang dingin itu.
“Apa sangat tersiksa melihatku tadi?” Cahyo mengatakan itu dengan berdesis, melihat Yuni tidak menampilkan ekspresi berarti bahkan saat Nana terus menggodanya, membuat Cahyo geram.
“Sakit, Mas.” maksud Yuni adalah tangannya yang dipelintir dengan berlebih saat ini.
Cahyo terkekeh, “Nikmati rasa sakit itu, karena aku juga tidak menyukaimu yang selalu mencoba dekat dengan semua pria yang ada di sekelilingmu.”
“Aku tidak bermaksud begitu, Mas.” Yuni meringis sekarang.
“Bukan cuma pundak atau apa pun, bahkan jika aku tau rambutmu yang rontok saja berani kau berikan ke pada pria lain, aku tidak akan segan untuk membuat semua rambut itu terlepas dari kulitnya, kau mengerti?” meski tidak berteriak dan hanya berdesis, nyatanya Yuni akan selalu mengingat kalimat itu, merekamnya dengan rapi di memori otaknya, agar tidak membuatnya dalam bahaya dan kesakitan lagi.
Yuni mengangguk dengan cepat. Bukan karena takut, tapi karena dia memang sadar di mana posisinya saat ini, dia adalah istri dari lelaki bernama Cahyo dan dia akan mengikuti apa pun perintah dari suaminya itu.
“Bagus. Jadilah anak yang manis.” Cahyo mengecup kening Yuni sebentar, mengusap puncak kepalanya, dan kemudian duduk kembali di kursi kebesarannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 304 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
knp Yuni harus bertahan dgn orang yg seprti Suryo... pergi aja yg jauh dari pada tersiksa seperti itu...😪😭😭
2023-05-09
1
Eulis Ratna
katanya gak cinta..kok posesif gitu sih cahyo?
2023-05-08
1
Asma Susanty
suami gila...psikopat..
2021-05-05
1