“Gimana kuliahnya?” Cahyo yang baru pulang dari kantor langsung menjemput Yuni saat ini, memang dia biasa pulang jam lima sore.
“Yuni punya temen, Mas. Namanya Ratih ...” Yuni banyak cerita dalam perjalanan pulang, tentang kuliah yang menyenangkan, teman yang akrab, mata pelajaran yang sesuai dengan bidang yang diinginkannya, dan banyak hal lagi, memang Yuni sangat memimpikan bisa kuliah dalam bidang yang dia geluti saat ini.
“Gimana, Sayang? Capek?” Mama Cahyo langsung menyambut menantunya, beliau juga tahu tentang Yuni yang kuliah saat ini.
Yuni pun juga menceritakan hal yang sama kepada mama mertuanya itu, bahkan saat papa mertuanya bertanya, dia juga menceritakan hal yang sama tanpa merasa bosan sedikit pun.
Malam ini sedikit berbeda, Yuni yang sudah mengambil selimutnya dan bersiap tidur di kursi, pergerakannya dihentikan oleh Cahyo, “Tidurlah di ranjangmu.”
“Mas?” jujur saja Yuni juga canggung jika harus tidur seranjang dengan Cahyo.
“Aku akan tidur di ruang kerja.”
“Jangan, Mas. Nanti mama sama papa lihat Mas terus curiga.”
“Aku akan kembali nanti malam setelah kamu tidur, jadi kamu tidak canggung saat tidur di sana kalau aku sudah tidak ada.” Cahyo segera keluar dan meninggalkan Yuni sendirian.
Entah sudah berlangsung berapa lama, kadang Yuni menemukan Cahyo tidur di kursi, kadang juga tidak menemukan lelaki itu. Meski rasanya sangat terasingkan di keluarganya sendiri, Yuni tidak mengeluh sedikit pun karena memang seperti itulah isi perjanjian itu, tidak saling mencampuri urusan satu sama lain.
“Yuk ke mall, aku mau beli tas, mumpung ada diskon.” ajak Ratih, memang hari ini ada jam kosong, jadi mereka bisa pulang lebih awal.
“Tapi aku gak beli ya, tasku masih bagus kayaknya.” Yuni memperhatikan tasnya, dia adalah tipe gadis yang tidak terlalu memusingkan banyak gaya, hidupnya yang sederhana dari dulu membuatnya tidak punya bakat untuk menghamburkan uang.
“Okey, antar aku saja, nanti aku traktir boba.” Yuni terkekeh mendengar kalimat itu.
“Mau ke mana? Aku males kalo nunggu kamu belanja.” Hedra langsung menyambar padahal dia tidak diajak tadi, Hendra lebih ramah sekarang, dia pun melihat Yuni seperti gadis rapuh, mulai melunakkan tingkahnya.
“Aku gak ngajak, ya?” Ratih menggandeng lengan Yuni dan sedikit menariknya berjalan lebih cepat.
Dengan naik angkot sebentar saja, mereka suah sampai di mall yang diingini karena kampus yang terletak di tengah kota memudahkan semuanya.
“Ini bagus gak?” Ratih mengambil jaket berwarna ungu dan menempelkannya di tubuhnya.
“Jangan ah, coba hijau itu, atau kuning ini.” Yuni ikut mengambil jaket berbahan benang dan dirajut dengan rapi itu, meski Ratih tadi ingin membeli tas, tidak salah kan jika mencoba jaket sebentar.
“Aku tidak suka warnanya.” Ratih menolak yang hijau dan menerima yang kuning, “Ini cantik.” tambahnya sambil tersenyum puas.
Yuni terkekeh, temannya itu memang sangat menyenangkan. Saat Yuni tidak sengaja melihat sebuah gaun santai bercorak bunga-bunga kecil berwarna biru, entah kenapa dia sangat suka. Yuni mendekati gaun itu dan mengambilnya.
“Aku yang melihatnya lebih dulu, Nona.” suara tegas dan sedikit angkuh itu terdengar cukup keras dan sarkas.
“Aku rasa kita mengambilnya hampir bersamaan, bolehkah aku melihatnya sebentar meski pun nanti Mbak yang membelinya.” Yuni sangat ingin melihat gaun itu, dia juga tidak berniat membelinya, hanya saja dia sangat tertarik dan ingin mencobanya.
“Apa kamu tidak waras? Kamu akan mencoba gaun ini setelah aku tahu ini akan jadi milikku?” kata wanita itu sedikit membentak.
“Okey, aku tidak akan mencobanya. Tapi biarkan aku menyentuhnya saja, aku rasa bahannya sangat bagus, aku ingin melihatnya karena gaun seperti itu tidak ada lagi.” memang hanya tersisa satu yang seperti itu di toko ini.
Wanita itu tersenyum smirk, “Cari yang lain saja karena aku tidak akan meminjamkannya meski hanya kamu lihat saja.”
“Ada apa ini?”
Yuni membatu setelah mendengar kalimat tanya sederhana itu. Badannya terasa panas dan dingin saat bersamaan.
“Ini, Yang ...anak ini masak memaksa agar aku memberikan gaun ini, padahal ini sangat spesial karena tinggal satu dan aku mau yang ini, Yang.” rengek wanita itu terdengar sangat manja.
“Maaf. Aku tidak bermaksud begitu.” Yuni segera menjauh dari pasangan itu dan mendekati Ratih lagi, “Aku akan menunggumu di luar.” setelah mengatakan itu, Yuni pun keluar dari toko dan duduk di bangku tidak jauh dari sana. Perasaannya kacau dan dia ingin menangis sekarang.
Beberapa kali Yuni menyapu bulir air matanya yang sedikit keluar dan menghirup banyak udara melalui hidung dan juga mulutnya. Dia ingin membuang sesak itu.
“Ngapain? Mau beli baju gak punya duit?” Hendra memang mengikuti sahabatnya tadi, saat dia memilih menunggu di luar karena tidak menyukai toko pakaian yang akan membuang banyak waktunya itu, sedikit terkejut saat melihat Yuni tiba-tiba keluar lebih dulu dan terlihat menangis.
Yuni segera menahan gejolak dalam dirinya dan memalingkan wajahnya.
“Hey, aku udah dapet nih. Cari makan yuk?!” Ratih sudah bergabung bersama mereka.
“Gak lihat temenmu lagi mewek?” Hendra mengingatkan Ratih karena melihatnya tetap sibuk dengan tas belanjaannya.
Ratih segera berpaling dan menatap lekat sahabat barunya itu, “Kenapa? Kamu sakit? Atau dapet kabar mendadak?” Ratih sedikit menggosok punggung Yuni.
“Gak papa, aku hanya laper aja.” Yuni tidak ingin menceritakan hal yang baru saja dialaminya itu.
“Ya elah, yuk! Aku traktir, yuk, Hen?!” Ratih segera menggandeng Yuni dan sedikit menyeretnya, bukan cuma Yuni, dia pun juga sudah lapar sebenarnya.
Hendra yang memang memperhatikan Yuni dari tadi, ikut menatap tajam lelaki yang terus memperhatikan Yuni sejak Yuni keluar dari toko baju itu. Seakan tidak membiarkan bayangan Yuni menghilang sedikit pun. Hendra memang tidak tahu siapa lelaki itu, tapi entah kenapa dia merasa Yuni mempunyai ikatan khusus dengannya karena terlihat dari cara mereka yang seakan saling menjaga dan saling menutup satu sama lain.
“Yang, yuk! Aku sudah selesai.” Diapitnya lengan kekar yang hanya diam dan menatap keluar dari tadi itu, dia cukup tahu bahwa lelakinya itu sangat tidak suka jika diajak berbelanja seperti saat ini.
Yuni... sedang menyiapkan makan malam bersama dengan mama mertuanya, cukup senang karena meski di sini dia seorang menantu, tapi kasih sayang mertuanya terasa sangat penuh. Ibu dan bapak yang ada di kampung pun tidak terlalu membikin kangen karena sosok itu seakan tergantikan oleh mama dan papa Cahyo.
“Sayang, mama tadi lihat kamu naik taksi?” mama Cahyo sedang menata makanan di meja makan sekarang, sedangkan Yuni sedang menyiapkan buah dan juga minuman untuk melengkapi makan malam yang sebentar lagi akan dilaluinya.
“Iya, Ma. Tadi Yuni pulang sama temen soalnya ada jam kosong.”
“Kalau begitu mulai besok biar sopir saja yang mengantarkanmu, Cahyo juga sering telat pulang kerjanya, seperti sekarang contohnya.”
“Tidak usah, Ma. Yuni---“
“Mama tidak suka penolakan, Sayang. Lagi pula di luar juga berbahaya untuk gadis muda sepertimu.”
“Papa juga setuju.” sahut papa Cahyo yang menonton TV tidak jauh dari meja makan dan bisa mendengar percakapan itu.
“Setuju apa, Pa?” tanya Cahyo yang baru datang dan ingin ikut bergabung.
“Mulai besok mama mau Yuni diantar sopir, mama lihat tadi pulang naik taksi soalnya.” Mama Cahyo menjelaskan kepada anak kesayangannya itu.
Cahyo mengangguk setuju, itu lebih baik dan tidak akan membuatnya terlalu repot nanti, “Iya, aku juga sering pulang terlambat. Ada banyak kerjaan di kantor.”
Yuni yang mendengar itu seakan tertawa mengejek dirinya sendiri di dalam hatinya. Sungguh sempurna dan rapi omong kosong itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 304 Episodes
Comments
kika
anak kampus yg humble, naik angkot. d bandung msih banyak sih anak kampus yg kmana2 naik angkot.
2023-08-04
0
Indiani
buat sicahyo bucin sama istrix thor dan yuni dibikin cantik dong thor setidakx primadona kampuslah...
2023-06-09
1
Cicih Sophiana
nyantai aja Yun...
2023-05-09
1