“Hendra?” Yuni cukup terkejut menemukan Hendra di kantin kantor Cahyo.
“Hey, Yun. Kamu ngapain di sini?” tanyanya, dia berniat makan siang sekarang.
“Aku ... hmmm,” Yuni tidak enak, entah kenapa dia berpikir Hendra bekerja di tempat ini, “Apa kita akan makan siang bersama? Aku juga lapar.”
Hendra mengangguk, berjalan beriringan untuk memesan makanan, dan segera mencari bangku kosong setelah mendapatkan menu yang mereka inginkan.
“Aku baru saja diterima kerja, aku harap dengan begini aku bisa banyak membantu panti.” Hendra sudah lulus kuliah, sebenarnya otaknya lumayan encer, hanya saja dia jarang mengumpulkan tugas karena sibuk mencari uang untuk membantu anak panti. Dan saat dia mendengar ada lowongan kerja bagus namun membutuhkan ijazahnya, Hendra mampu menyelesaikan kuliahnya dengan cepat dan nilai yang cukup mengesankan.
“Kalau ada acara ajak aku ya, Hen.” Yuni sangat menikmati makanannya, hanya Hendra teman yang dimilikinya sekarang karena Ratih juga masih kuliah, dan di kantor dia tidak mengenal siapa pun. Siang ini Cahyo makan bersama dengan Nana, karena itu dia memilih makan di kantin kantor dan cukup senang setelah tidak sengaja bertemu dengan Hendra.
“Nanti malam mau ke sana lagi? Aku akan merayakan pekerjaan ini.” Celoteh Hendra di sela makannya.
“Tapi kan kamu belum gajian, Hen?” ledek Yuni.
“Aku masih punya tabungan dari sisa gajiku di skripsi kemarin.” Hendra biasa menerima job skripsi anak-anak malas seperti dirinya dulu, dan itu cukup menggiurkan jika mendengar nominalnya saja.
“Aku tidak janji, tapi kalau aku longgar aku akan ikut.”
“Yun, kita dua hari lagi berangkat ke Bali. Bilang sama papa kalau kita akan berbulan madu di sana.” kata Cahyo, mereka berdua sedang sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing saat ini. Yuni dengan tabnya dan Cahyo dengan berkas-berkasnya.
“Kalau papa gak nanya, Mas?”
“Ya seenggaknya kasih kode, biar papa senang.”
Yuni hanya mengangguk, baik Yuni atau pun Cahyo tidak saling melihat, tapi mereka cukup paham dengan gerakan satu sama lainnya.
“Nanti malam aku ada kerjaan, kamu pulang sama sopir, kalau sudah jam lima telepon biar gak telat.”
“Iya, Mas.” Yuni cukup senang mendengar itu karena artinya dia akan ikut ke panti bersama Hendra.
‘Aku bisa ikut, Hen.’
[Okey, pulang kerja tunggu aku, kalau keluar dulu.]
‘Iya.’
Yuni tersenyum puas, setidaknya dia bisa bersantai melepas penat beberapa jam lagi.
“Makan dulu, yuk.” Ajak Hendra setelah Yuni duduk di atas motornya, melaju perlahan ikut membelah keramaian jalan di tengah kota Surabaya ini, dan menikmati angin sepoi yang mulai menusuk kulit.
“Boleh, makan sate yuk? Aku punya tempat yang bagus, tapi mampir ATM dulu, aku juga mau beliin anak panti sekalian.”
“Okey.” Jawab Hendra sambil mengacungkan jempolnya ke udara.
Yuni mengerucutkan bibirnya setelah Hendra memarkir motornya dengan rapi di pelataran panti. Pria itu tadi sudah janji akan mampir ATM untuk membayar sate yang sekarang dibawa Yuni, tapi malah dia yang membayarnya sendiri dan tidak menepati janjinya.
“Udah, jangan cemberut. Kamu jelek kalo cemberut gitu.” Hendra mengacak puncak kepala Yuni.
“Ya habis kamu, Hen. Ini kan lumayan, tadi aku pesen mana banyak banget, kan kamu juga belom gajian.”
“Dah, masuk yuk, gak enak kalo ibu panti denger.”
Sedikit jengkel, Yuni pun menurut karena memang ucapan Hendra ada benarnya.
Melihat anak-anak makan sambil bersenda gurau membuat hati Yuni hangat. Dia pun tersenyum sendiri dan sesekali mengambil gambar kebersamaan mereka dengan ponselnya.
“Yuk, balik. Entar kemaleman.” Ajak Hendra, dan hanya dijawab anggukan oleh Yuni.
Hendra memelankan laju motornya karena merasakan punggungnya sedikit berat dan motornya melenceng ke sisi kiri. Dia mengubah arah spionnya dan menemukan Yuni yang terlelap di belakang sana. Tangan kirinya menggenggam erat kedua tangan Yuni yang saling bertautan, dan senyumnya pun mengembang merasakan saat seperti ini. Hendra sadar keadaan ini salah, tapi hati kecilnya sekan bisa membaca mimik Yun yang tidak bahagia dengan pernikahannya, dan dia siap menerima Yuni meski dalam status apa pun juga.
“Yun?” disapunya lembut tangan Yuni yang bertautan di depan perutnya, “Dah nyampek, Yun.”
...
“Yun?” Hendra mengusapnya sedikit kentara dan mulai merasakan gerakan lembut dari seseorang yang baru saja terlelap di belakang sana.
“Hmmm ... .” Yuni mengucek matanya dengan kedua tangannya dan menggeliat sambil menguap.
“Astaga, Yun. Kira-kira dong nguapnya, aku sampe mau masuk juga nih.”
Yuni memukul punggung Hendra lalu turun dari boncengan itu, “Makasih, ya?”
“Aku cabut.”
Yuni mengacungkan jempolnya dan berdada setelah Hendra mengklaksonnya sekali tadi.
Setelah memeluk mama dan bersalaman dengan papa Cahyo, Yuni masuk ke dalam kamarnya. Meski baru bangun dia masih ingin melanjutkan tidurnya malam ini.
Ceklek.
Deg.
Napas Yuni tercekat. Sosok yang duduk di depan sana menatapnya nyalang dan siap untuk memakannya sekarang juga. Tubuh Yuni bergetar hebat dan dia sangat ketakutan sekarang.
“Dari mana, Sayang?” Cahyo berjalan santai mendekatinya Yuni, menarik tangannya agar segera masuk ke dalam kamar dan menutup pintu kamarnya kembali dan menguncinya.
Yuni hanya menunduk sekarang, otaknya buntu dan dia tidak tahu akan menerima hukuman apa setelah ini.
“Kenapa, Sayang? Apa pertanyaanku terlalu sulit, hmmm?” Cahyo meraih tas yang dipegang Yuni dan melemparnya sembarang.
Yuni mulai menangis dan menggeleng, sungguh dia sangat ketakutan saat ini.
“Oh, oh, oh, oh, oh, oh, jangan menangis seperti ini, aku tidak akan menghukummu kali ini,” Cahyo menyeka air mata Yuni dan memegang pundaknya, “Dari mana, Sayang?”
“Dari ... dari panti asuhan ... Mas.”
“Bagus! Aku suka orang yang dermawan. Dengan siapa, Sayang?”
Yuni menggeleng lagi, dia yakin setelah ini dia pasti akan mat-i.
“Jawab, Sayang. Mulutmu pasti masih bisa mengeluarkan satu kalimat lagi.”
Yuni menggeleng semakin kencang dan air matanya juga semakin deras sekarang.
Cahyo mencengkeram dagu Yuni dan menariknya agar mau melihat matanya, “Jawab. Pertanyaan. Ku.”
“Hen ... Hendra, Mas.”
“Hahahahahahaha.”
Mendengar tawa itu Yuni semakin merinding dan ngilu meski belum mendapatkan perlakuan yang berarti dari Cahyo.
Setelah puas tertawa, Cahyo segera menarik Yuni ke kamar mandi dan mengguyurnya dengan air dingin, “Bersihkan tubuhmu atau aku yang akan mengu-liti tubuhmu yang kotor itu.”
Yuni yang tadi sedikit di dorong oleh Cahyo, hanya bisa menangis dan terus menggeleng. Tubuhnya mengigil setelah bersentuhan langsung dengan air dingin itu, dan giginya gemeretuk sekarang.
Cahyo yang geram melihat Yuni tidak melakukan apa pun selain meringkuk seperti tikus kecil, melempar kran yang tadi digunakannya untuk menyemprot Yuni dan mendekati Yuni.
Sriekk.
Cahyo merobek baju Yuni dan menelan-janginya. Bahkan bra yang digunakannya pun ikut putus di salah satu talinya.
“Ampun, Mas. Ampun.” Yuni bersimpuh di kaki Cahyo.
Tapi Cahyo yang masih diselimuti oleh amarah semakin brutal dan terus merobeki kain yang menempel di tubuh Yuni hingga tersisa cela-na dal-amnya saja. “Bersihkan tubuhmu! Apa kau tidak dengar! Bersihkan tubuhmu!” Cahyo membentak Yuni karena gadis itu hanya menangis dan meringkuk saja sejak tadi.
“Ampun, Mas. Ampun.” Yuni memohon dan terus memohon agar Cahyo menyudahi hukumannya.
“Aaaaaa?!!” tidak puas, Cahyo mengambil gayung yang ada di bak darurat di sebelah toilet dan menyirami Yuni dengan air dingin dari bak air itu. “Kau menjijikkan! Kau menjijikkan! Aaaaaa?!” dipukulkannya gayung itu berkali-kali ke dinding kamar mandi sampai hancur tak berbentuk, dan melemparkannya ke Yuni setelah tinggal pegangannya saja. Tubuhnya naik turun karena menarik napas terlalu berlebih dari hidung dan juga mulutnya, lalu keluar dari kamar mandi itu setelah bisa menguasai dirinya sendiri.
Yuni masih tetap menangis sambil meringkuk melindungi tubuh telan-jangnya. Badannya seakan mati rasa karena air dingin yang dari tadi menyapu kulitnya.
Setelah lelah menangis, Yuni berdiri dan membersihkan tubuhnya dengan mandi yang benar, berjalan keluar dengan telan-jang karena tidak ada handuk di kamar mandi itu, segera membalut tubuh menggigilnya dengan baju yang cukup tebal dan berbaring di bawah selimut tidurnya. Tidak peduli jika Cahyo akan menghukumnya lagi, yang Yuni tahu tubuhnya lemas dan dia ingin berbaring sekarang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 304 Episodes
Comments
Cicih Sophiana
woy Cahyo sadar bukan nya kamu yg kotor penuh dgn dosa... Yuni sih ga berbuat macam" tp kamu tuh yg berlumuran nista...
2023-05-09
1
Yoon Hee
laki2 emang gitu kah? EGOIS
2021-05-02
1
Susana
masih misteri kisahnya... tapi tetap aja kasihan yuni nya om author... 😭😭😭
2021-05-01
1