Cahyo mendekat dan meniup leher Yuni bagian belakang, “Apa kau sedang menginginkanmu saat ini?”
Yuni menggeleng, bukan karena dia tidak ingin, hanya saja dia sangat sadar dengan batasannya sendiri. Isi perjanjian yang dibuat oleh Cahyo sangat terekam dengan jelas di dalam otaknya.
“Jadi? Aku tidak menarik? Apa pria bernama Hendra itu yang menarik? Dan akan kau rayu lagi dengan baju sialan ini?”
“Tidak, Mas. Aku tidak pernah merayunya, aku hanya mengobrol sebentar dengannya, tidak lebih.” memang itu yang dilakukan Yuni tadi pagi.
Cahyo segera membalik Yuni dan ******* bibirnya dengan kasar. Menghisap dan juga memainkan bibir atas dan bawah itu, “Balas.”
Yuni yang belum pernah melakukan hal seperti ini, otaknya terasa buntu dan tidak tahu harus melakukan apa.
Cahyo menggigit bibir Yuni dan membuat gadis itu mengaduh. Saat bibirnya terbuka, Cahyo tidak menyiakannya, dia segera menyelusupkan lidahnya dan menautkannya dengan lidah Yuni.
Pegawai yang tidak sengaja melihat hal itu hanya bisa memalingkan wajahnya agar pelanggannya tidak malu jika menyadari jika di ruang itu tidak hanya ada mereka berdua.
Cahyo menyapu bibir basah Yuni akibat dari perbuatannya dan menatapnya awas, “Jangan pernah bermain denganku.”
Yuni hanya menggeleng meski tubuhnya terasa sangat lemas sekarang.
Cahyo segera berbalik dan melihat pegawai itu, “Bungkus yang ini dan yang dipilih oleh istriku tadi.”
“Baik, Tuan.” pegawai itu segera mendekati Yuni, dia akan mengemas dan membantu Yuni melepas gaun yang dikenakan itu, “Nona, suaminya sangat sayang banget ya? Saya sampai ngiri.”
Yuni hanya tersenyum simpul mendengar kalimat itu. Andai saja dia tahu yang sebenarnya, apakah kalimat indah itu masih mampu membuatnya iri dengan keadaan Yuni.
***
Sudah beberapa hari Yuni serasa dipenjara oleh Cahyo. Meski bukan dalam artian yang sesungguhnya, nyatanya saat di kampus serasa dikejar hantu setiap hari.
“Yun, kamu ke mana aja sih? Diajak keluar mesti gak bisa mulu.” Ratih memang ingin mengajak Yuni nonton sekarang.
“Aku tidak bisa, Rat. Ada pekerjaan di rumah.” dusta Yuni.
“Pekerjaan apa emang? Kayak orang susah aja, orang mobil gonta-ganti gitu.”
Yuni hanya tersenyum dan menggeleng. Tak lama ponselnya berdering dan Yuni segera mengangkatnya, “Iya... masih kurang satu pelajaran lagi, aku---“
Ratih segera menyambar ponsel Yuni, “Hey, Pak. Aku Ratih temennya Yuni, nanti pulang kuliah aku mau ngajak dia nonton di deket sini juga, boleh ya Pak?”
Yuni hanya bisa mencoba meraih ponselnya kembali meski sangat sulit dilakukan.
“Ya, trimakasih Pak.” Ratih mengembalikan ponsel itu dalam keadaan telepon sudah mati.
“Gimana sih, ah?!” Yuni segera memanggil nomor itu kembali, “Halo, aku---“ mendengar dari seberang saja bahwa Cahyo memang memberinya izin membuat Yuni tersenyum lebar, rasanya seperti baru saja mendapatkan permen lolipop yang sangat besar dan manis.
“Hebat kan aku?” Ratih menyombongkan dirinya dengan bangga.
Yuni berdiri dan memeluk sahabatnya itu.
“Cieeeee, ganti lesb-i setelah gak laku?” Hendra yang baru bergabung dan melihat kedua temannya itu berpelukan.
“Eleh, ngeres Lu. Yuk, Yun ...kita pergi aja.” Ratih mengambil tasnya dan memilih ke kelas sekarang, Yuni pun juga melakukan hal yang sama.
Hendra yang ditinggal hanya bisa melongo melihat dua cewek yang suka susah ditebak itu.
~
“Tadi pulang jam berapa, Yun?” tanya Cahyo saat baru pulang kerja dan menemukan istrinya sudah ada di dapur, sedang membuatkan susu jahe untuknya.
“Tadi habis nonton, Mas.” Segera disodorkannya cangkir berisi cairan putih pekat itu mendekat ke Cahyo.
“Besok kamu libur kan? Aku mau ngajak kamu ke kantor.”
“Ada acara apa, Mas?”
“Ada relasi yang pengen ketemu sama kamu.” tidak ada tindakan lain selain hanya mengangguk untuk Yuni.
***
Dengan baju berwarna senada, Yuni berangkat ke kantor bersama Cahyo. Ini adalah pengalaman pertamanya berada di depan umum sebagai istri dari Cahyo, suaminya.
Yuni merasakan sikap Cahyo yang begitu lembut. Membukakan pintu mobil, menggandeng tanyanya, mengecup kening dan juga punggung tangannya sesekali, Yuni begitu terbuai dalam suasana ini.
Bahkan saat mengenalkan dengan relasinya saja, tidak dibiarkannya tangan itu terlepas dari genggaman Cahyo.
“Lebih baik kita istirahat dan makan siang? Di sini sangat banyak tempat yang menyenangkan dan hidangan yang lezat untuk di santap.” Cahyo mengajak relasinya karena hampir memasuki jam dua belas siang.
“Tentu saja. Nona Yuni, mari.”
Yuni sangat merasa hidupnya begitu lengkap saat ini.
Setelah acara makan siang yang hangat itu, relasi Cahyo ternyata langsung pamit undur diri. Cahyo yang masih memiliki pekerjaan lainnya, mengajak Yuni kembali ke kantornya.
“Mas, aku ke kantin ya? Pengen es krim.” Yuni tersenyum agar Cahyo mengabulkan keinginannya, cuaca siang ini sangat panas, dan es krim pasti akan nikmat.
Setelah mendapatkan izin dari Cahyo, Yuni menuju lift dan akan mendapatkan es krim yang dia dinginkan di kantin. Meski Cahyo akan menyuruh OB mengantarkan tadi, nyatanya Yuni juga bosan terus ada di dalam ruangan dan hanya diam saja sejak tadi.
Lift terbuka. Wanita yang badannya sangat sempurna bak gitar Spanyol dengan bibir bergincu merah merona menatapnya sinis meski Yuni sudah tersenyum menyapa lebih dulu tadi, dan sialnya lift itu hanya berisi wanita itu saja.
“Apalah arti seorang istri jika tidak bisa menghangatkan ranjang yang dingin seperti bongkahan es di musim hujan, tidak berguna dan tidak menguntungkan.” kata wanita itu.
Yuni menoleh dan tersenyum lagi ke wanita itu, “Apa maksud Mbak ... ngomong sama saya?”
“Kamu pikir siapa lagi? Di sini cuma ada kamu saja.”
“Maaf, Mbak. Tapi saja gak ngerti sama maksud Mbak apa.”
Wanita itu terkekeh, berbalik menghadap Yuni dan mencoba membuka pakaian atasnya.
Yuni yang merasa terancam hanya bisa melangkah menjauh ke belakang dan menempelkan tubuh kecilnya di dinding belakang lift.
Wanita itu memamerkan beberapa kissmark yang berceceran di buah dadanya bagian atas, sangat banyak sampai Yuni pun merasa jijik jika harus menghitungnya secara terang-terangan.
Meski belum pernah melakukan apa pun, Yuni bukanlah gadis bodoh yang tidak mengetahui hal semacam itu di usianya yang sekarang ini. Dia hanya bisa menunduk agar tidak sampai melihat semua itu, “Maaf, Mbak. Mungkin Mbak salah orang.”
Dengan posisi masih memunggungi pintu keluar, lift itu pun terbuka. Wanita itu segera merapikan kembali pakaiannya, dan berbalik bersiap keluar lebih dulu, “Bilang pada suamimu, Cahyo. Aku selalu siap menghisap dan memuaskannya setiap waktu meski di ruang kantornya sekali pun.”
Yuni hanya bergeming di tempatnya. Soal sakit jangan ditanya, dia hanya tidak ingin memperlihatkan sisi lemahnya di depan musuhnya saja. Setidaknya berkat kejadian ini, Yuni semakin sadar siapa dirinya.
“Es krimnya kamu makan di sana?” tanya Cahyo yang melihat Yuni kembali dengan tangan kosong.
Yuni mengangguk, “Mas ... aku capek, boleh pulang duluan gak?”
“Sopir kita lagi nganter mama ke Solo.”
“Gak papa, aku naik taksi aja, kepalaku agak pusing.”
“Bentar lagi selesai, kurang dikit.”
“Nanti Mas gak fokus kalo terburu-buru, aku pulang sendiri aja ya, Mas?”
Memang benar kata Yuni, Cahyo pun mengangguk karena pekerjaannya juga tidak bisa ditinggal.
Setelah keluar dari kantor Cahyo, Yuni berjalan dengan gontai menyusuri trotoar yang lumayan panas itu. Tidak tahu harus ke mana karena di rumah pun dia akan bosan.
“Hey! Mau ke mana?”
Yuni tersenyum karena menemukan teman yang akan mengajaknya mengobrol dan melupakan masalahnya setelah ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 304 Episodes
Comments
Yusria Mumba
sabar yuni,
2023-10-02
0
Cicih Sophiana
ayo Yuni semangat... jgn hirau kan pe rem puan itu...
2023-05-09
1
Ayan Reva
next thor ditunggu up ny lgi
2021-04-25
2