Sujudku Pada Takdir Cinta
Empat orang gadis yang duduk di taman terlihat begitu bahagia. Entah, apa yang membuat mereka tertawa terpingkal-pingkal tanpa melihat kondisi di sekitar mereka. Bahkan, salah satu dari mereka sampai mengeluarkan air mata.
"Udah, Guys, sudah. Gue capek tertawa dari tadi." Alesha angkat tangan tanda menyerah, tidak mau tertawa lagi. Air mata yang keluar karena terlalu banyak tertawa masih menitik jarang.
"Aku mau ke toilet dulu, aku sakit perut." Chayra bangkit lalu berlalu dari hadapan teman-temannya, mengikuti arah tanda panah yang menunjukkan letak toilet di taman itu.
Amira dan Tina masih cekikikan mengingat hal tadi yang membuat mereka tertawa terpingkal-pingkal.
Capek tertawa, mereka diam dalam pikiran masing-masing. Chayra yang di tunggu tak kunjung balik dari kamar kecil.
"Ayra mana sih, kenapa lama banget?" Ucap Amira kesal. "Apa dia ngeluarin batu dari perutnya?" Sambungnya lagi.
"Sabar dong, Mira. Namanya juga orang sakit perut. Lho sih, buat lelucon nggak masuk akal." Jawab Tina sambil menepis pelan lengan Amira. Alesha menyetujui ucapan Tina dengan isyarat anggukan kepalanya.
"Eh, Guys. ngomong-ngomong apa rencana kalian sekarang?" Tanya Alesha tiba-tiba. Menatap Amira dan Tina yang duduk berhadapan dengannya.
Amira menautkan alisnya mendengar pertanyaan Alesha. Merubah posisi duduknya dan fokus pada Alesha. "Rencana apa maksud lho?"
"Maksud gue sekarang kan kita sudah menamatkan Sekolah Menengah Atas nih. Ya.. maksud gue rencana masa depan. Kalian mau kuliah kek, mau kerja kek atau apalah gitu."
"Gue tetap pada rencana awal kita." Jawab Tina. "Kita kan sudah mengadakan perjanjian sebelumnya, kalau kiga akan menempuh pendidikan di tempat yang sama sampai perguruan tinggi."
"Gue juga." Jawab Amira singkat.
"Gue juga gitu sih." Ucap Alesha. "Tapi, kayaknya ada yang akan mengubah keputusan dan tidak bisa bersama kita lagi.
"Maksud lho?!" Tanya Amira dan Tina kompak sambil memajukan sedikit badan mereka ke arah Alesha.
Alesha mengelus dadanya pelan karena kaget. "Biasa aja kali. Kalian ini mengagetkan gue aja." Alesha kembali merubah posisi duduknya. Yang gue maksud itu, Ayra." Alesha menghembuskan nafasnya dengan kasar. "Sepertinya dia tidak akan kuliah bersama kita." Sambungnya.
"Kenapa?" Tanya keduanya kompak lagi.
"Ada sesuatu yang membuatnya nggak bisa bersama kita lagi." Alesha cemberut. "Ibunya kemarin bilang gitu sama gue. Kalau Ayra nggak bisa kuliah bersama kita karena suatu alasan. Dan hal itu bisa menjadi masalah kalau Ayra sampai melanggar."
"Apa itu?" Amira terlihat semakin penasaran. Menatap Tina yang juga terlihat keheranan mendengar cerita Alesha. Tidak biasanya mereka saling menyembunyikan sesuatu.
"Itulah yang perlu kita perjelas sama Ayra sekarang. Kita harus meminta penjelasan kenapa dia tidak tetap pada rencana awal. Tapi, sepertinya dia selalu menghindar." Ucap Alesha dengan nada kesal. "Sepertinya, sekarang dia sengaja berlama-lama di toilet, agar kita tidak menuntut penjelasannya sekarang."
"Jangan su'udzon dulu, Guys. Siapa tau Ayra memang sakit perut. Ayra juga tidak mungkin seperti yang kalian sangkakan." Sergah Tina.
Tiba-tiba orang yang di ghibah muncul dengan wajah yang agak pucat. Chayra duduk di samping Alesha yang menatapnya dengan tatapan heran. Chayra meringis pelan sambil memegang perutnya.
Alesha menepuk pelan pundak Chayra. "Lho kenapa, Ayra?"
Chayra menatap Alesha ."Nggak tau nih, perutku tiba-tiba mulas. Apa aku kebanyakan makan rujak yang tadi ya?"
"Lho sih, makan rujak kayak makan nasi. Nggak tanggung-tanggung tadi saya lihat Bapak rujaknya buat bumbu naruh cabenya sampai satu genggam." Amira terlihat kesal. Padahal yang membuat ulah adalah dirinya.
"Kan tadi yang minta dibanyakin cabenya lho, Mira." Tangkis Tina. "Kok sekarang malah nyalahin Bapak rujak?"
"Ya juga ya." Amira nyengir mendapati kesalahannya. "Udah yuk kita pulang aja. Kasihan tuh si Ayra menahan sakitnya." Sambungnya sambil bangkit lalu mendekati Ayra yang masih meringis memegang perutnya. Amira mengapit Ayra di lengan kirinya. Tina ikut bangkit dan mengapit Ayra di lengan kanannya. Mereka berdua kompak membantu Chayra berdiri.
"Hei, kenapa kalian berlebihan seperti ini sih?" Tanya Chayra sambil mencoba melepas apitan tangan teman-temannya.
"Lho diam, Ayra! Lho lagi sakit, jangan banyak protes!" Ucap Amira dengan nada sadis.
Chayra mengangkat sebelah bibirnya seraya menelan ludahnya mendengar nada bicara Amira.
"Sekarang kita antar lho pulang. Kita nggak mau lho kenapa-napa di sini. Jangan banyak protes." Sambung Alesha lalu berjalan di depan menjadi komandan.
Chayra menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan kasar. Dia mengikuti langkah Alesha dengan Amira dan Tina yang masih mengapit kedua lengannya. Dia tidak mau membantah lagi. Karena dia tau apa yang di lakukan oleh teman-temannya hanya demi kebaikan dirinya.
* * *
Seminggu sejak kejadian di taman, Chayra lebih sering mengurung diri di kamar. Bukan karena dia masih sakit. Tapi, dia ingin menikmati waktu sendiri. Tinggal beberapa hari lagi, dia akan meninggalkan rumahnya menuju tempat yang lebih baik.
Chayra berjalan menyusuri kamarnya yang sederhana. Kamar yang berisikan tempat tidur yang nomor tiga. Meja belajar dan sebuah lemari pakaian, serta kamar mandi di pojok ruangan.
Dia membuka lemari pakaiannya dan menatapnya dalam diam. Ketukan di pintu kamarnya membuatnya terlonjak kaget. Sayangnya, dahinya berhasil di kecup pintu lemarinya. Dan..
Dug !
"Astagfirullah, aduh..!" Ucapnya meringis pelan sambil mengusap dahinya yang terbentur tadi.
"Nak, ada teman-teman kamu di luar."
Suara lembut Ibunya membuatnya segera berjalan ke arah pintu dan membukanya.
Melihat Ayra yang masih mengusap-usap dahinya, Bu Santi mengernyitkan alisnya. "Kamu kenapa, Nak?" Tanyanya pelan. Menyingkap anak rambut Chayra yang menutupi dahinya.
"Kaget tadi, Bu. Kepalaku terbentur." Jawab Chayra.
Bu Santi tersenyum. "Udah di tunggu teman-temanmu, Nak."
"Oh.." Chayra hanya ber'oh ria lalu masuk kembali ke dalam kamarnya.
Bu Santi keheranan melihat tingkah anaknya.
"Lho..kok, kamu masuk lagi, nak?" Tanyanya heran.
"Mau ambil jilbab dulu, Bu.."
"Kamu kan hanya di dalam rumah, Nak. Nggak apa-apa kok walaupun tidak pakai hijab. Kan teman-teman kamu perempuan semua."
"Mau membiasakan diri aja, Bu. Iya walaupun di dalam rumah." Jawab Chayra santai sambil memasang jilbab instan yang tadi diambilnya.
"Kalau begitu terserah kamu saja, Nak. Yang penting itu hal yang baik, Ibu akan selalu mendukungmu." Ucap Bu Santi sambil berlalu dari hadapan anaknya. Chayra nyengir lalu menutup pintu kamarnya.
Di ruang tamu..
Ketiga temannya sibuk dengan handphone masing-masing.Tidak ada yang menyadari kedatangannya. Lama Chayra berdiri menatap temannya satu persatu. Namun, tiga gadis itu benar-benar fokus dan tidak menyadari kedatangannya sama sekali. Chayra menghela nafas berat sebelum akhirnya mengucap salam karena merasa dirinya diabaikan.
"Assalamualaikum, teman-temanku yang cantik-cantik, yang sedang sibuk sendiri.."
Ketiga gadis itu kompak mengangkat wajah mereka. "Wa'alakumsa..." Belum selesai ketiganya menjawab salam, mereka malah salah fokus pada orang yang mengucapkan salam.
"Hmmm..! Ada yang tampil baru nih, di dalam rumah. Dan kayaknya dia benar-benar taubat." Celoteh Amira
"Gila, Keren! Lho makin Solehah aja nih." Sambung Alesha.
"Perlu di kembangkan." Sambung Tina lagi.
Chayra memutar bola matanya mendengar komentar teman-temannya. " Perasaan, kalian belum selesai menjawab salam deh. Kok, kalian malah sibuk ngomentarin penampilan orang?"
Mendengar omelan Chayra, mereka bertiga saling pandang. Lalu....
"Wa'alaikumsalam, Ustadzah!" Ucap ketiganya serentak. Mereka tertawa terbahak-bahak.
Chayra hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil beristighfar melihat tingkah teman-temannya.
Bu Santi muncul dari dapur dengan membawa nampan berisi cemilan dan empat gelas teh hangat. Menggeleng-geleng pelan melihat tingkah anak-anak remaja itu.
"Kalian kalau sudah bersatu kayak gini, ributnya minta ampun." Ucapnya seraya tersenyum hangat.
"Ya.. begitulah kami, Bu. Kalau bersama ribut, kalau berpisah saling merindukan." Ucap Alesha, diikuti dengan anggukan kepala oleh yang lain. Seperti halnya kami menyayangi Ayra dan tidak mau berpisah dengannya.
Tiba-tiba Amira mendekati Chayra. Duduk di sofa yang diduduki Chayra. "Sebenarnya kami kesini mau memastikan sesuatu sama lho, Ayra."
Mendengar ucapan Amira, Chayra langsung menunduk karena paham maksudnya. "Maafkan aku, Mira. Aku nggak bisa menjelaskannya sekarang." Jawabnya, masih menundukkan kepalanya karena tidak siap menerima tatapan maut ketiga temannya.
"Terus kapan, Ayra?" Tanya ketiganya serentak.
Bu Santi bangkit. "Silahkan kalian lanjutkan. Ibu mau masak dulu." Melangkah menjauh, meninggalkan pembicaraan serius anaknya.
Chayra mengangkat wajahnya. "Beri aku waktu."
"Sampai kapan, Ayra? Sedangkan minggu depan lho sudah berangkat." Tanya Alesha.
Chayra mengembuskan nafasnya pelan diiringi dengan istighfar. Menegakkan kembali wajahnya dan menatap ketiga temannya. "Tiga hari sebelum aku berangkat, aku akan menjelaskan semuanya. Kita akan bertemu di taman tempat biasa kita ngobrol. Aku akan menjelaskan alasanku kenapa nggak bisa kuliah bersama kalian dan memilih ikut Om dan Tanteku tinggal di Pesantren."
"Baiklah, kami akan menunggu hari itu. Tapi, kamu harus berjanji, kalau hari itu tiba, kamu tidak akan ngelak lagi dan tidak membuat alasan yang lain."
Chayra mengangguk mantap.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 251 Episodes
Comments
Inru
Alisha mampir thor, salam kenal 🤝
2022-09-09
0
Seona Young
baru mampir
2022-04-14
0
Windi Andi Anindya
bismillah
2022-04-02
1