Chayra duduk termenung di depan meja belajarnya.Tuntutan teman-temannya yang memintanya menjelaskan alasannya yang tidak menepati janji, membuat pikirannya kalut.
Dia tidak terbiasa pada situasi seperti ini. Berualang kali dia beristighfar untuk menenangkan pikirannya. Namun, usahanya belum membuahkan hasil.
Ketukan di pintu kamarnya membuatnya bangkit dengan malas dan membuka pintu kamarnya.
Ceklek !
Chayra tersenyum samar melihat raut wajah hawatir ibunya di depan pintu. "Kamu belum sarapan, Nak. Ini sudah jam sembilan. Ibu tidak mau kamu sakit gara-gara kamu telat makan." Ucap Bu Santi. Membelai lembut kepala putrinya yang tertutup hijab.
"Ayra belum lapar, Bu. Nanti kalau sudah lapar Ayra pasti makan. Ibu jangan khawatir. Ibu berangkat saja ke toko."
"Kamu kenapa sih, Nak?" Tanya Bu Santi seraya merengkuh pundak anak gadisnya. "Ibu lihat dari kemarin kamu terlihat tidak bersemangat. Apa teman-temanmu menolak alasanmu tidak bisa kuliah bersama mereka?''
"Ayra belum bilang sama mereka, Bu. Tapi.."
"Tapi apa, Nak? muka kamu terlihat sangat kusut seperti ini." Bu Santi mengusap-usap wajah Chayra lembut.
"Nggak tau aja, Bu. Kenapa sulit sekali menjelaskan pada mereka. Padahal, Ayra yakin mereka pasti akan memahaminya." Ucapnya seraya memeluk ibunya.
Bu Santi membelai kepala putrinya dengan lembut.
"Andai saja Bapak masih ada ya, Bu." Chayra tiba-tiba mengingat sosok Almarhum Bapaknya.
"Ini sudah takdir, Nak. Jangan menyalahi takdir. Hal itu jangan terlalu di pikirkan. Bapakmu sudah tenang di sisi-Nya." Ucap Bu Santi seraya mengecup pelan kening anaknya. Menangkup wajah Chayra yang masih terlihat kusut. "Kalau begitu Ibu berangkat dulu ya, Nak. Kamu sarapan sekarang, jangan nanti. Kamu sering lalai kalau sudah malas makan. Kesehatan itu penting, Nak. Jangan sampai kamu terkena maag nanti."
"Iya, Bu. Ayra makan kok sekarang." Chayra tersenyum singkat, berlalu dari hadapan ibunya menuju dapur.
Bu Santi menatap nanar kepergian anaknya. Tiba-tiba saja matanya sedikit memanas. Jujur, sejak kepergian suaminya, Arianto. Dia jadi harus ekstra sabar menghadapi kedua anaknya.Terutama Bian, adiknya Chayra. Kalau Chayra mudah di atur karena perangainya yang lemah lembut dan penurut, walaupun keras kepala.Tidak seperti Bian, selain keras kepala, dia juga agak sulit di atur. Karena di usianya yang masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah, Arianto malah di panggil Ilahi pada tragedi kecelakaan pesawat terbang.
Bian tidak mendapatkan belaian kasih sayang seorang ayah karena usianya kala itu yang baru satu tahun.
Menjadi single parent membuat Bu Santi harus bekerja lebih giat. Arianto meninggalkan sebuah Toko di depan rumah sakit swasta untuk istri dan kedua anaknya. Sehingga, Bu Santi tidak perlu mencari pekerjaan. Dia hanya perlu meluangkan waktu lebih banyak untuk menjaga Toko. Ada beberapa kariawan yang dia pekerjakan di tempat itu. Namun, dia harus datang setiap hari untuk memantau barang yang keluar masuk Toko.
Bu Santi meninggalkan rumah dengan perasaan yang kurang nyaman. Sikap Chayra yang tidak seperti biasanya membuat perasaannya kalut. Dia berjalan pelan mendekati mobilnya yang terparkir cantik di garasi rumahnya. Menghidupkan mesinnya, menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang menembus keramaian kota.
* * *
Usai sarapan, Chayra kembali ke kamarnya. Duduk merenung lagi di depan meja belajarnya. Terkadang, dia kasihan sama ibunya yang harus bekerja keras untuk menghidupinya dan Bian. Ibunya bahkan tidak pernah memikirkan kehidupan pribadinya.
Lamaran dari orang silih berganti berdatangan.Tapi, Bu Santi selalu menolak dengan kata-kata halus dan memberikan sedikit pengertian, agar mereka tidak salah mengartikan penolakannya.
Yang menjadi prioritas utamanya sekarang hanya kedua anaknya. Bu Santi tidak mau mengambil resiko, jika nanti suami barunya memandang kedua anaknya dengan sebelah mata.
Lama menjanda tidak membuat Bu Santi hilang pesonanya sebagai wanita cantik. Dia tetap menawan.Tapi, karena dirinya lebih menutup diri pada laki-laki. Sehingga, tidak ada isu yang tidak pantas di dengar yang beredar di masyarakat. Jadi, gelarnya sebagai janda muda tidak meresahkan warga sekitar.
Chayra yang paham kondisi ibunya jadi merasa kasihan pada ibunya. Dia menyuruh ibunya menikah lagi agar tidak kesepian.Tapi, Bu Santi tetap pada pendiriannya.
"Kalian berdua adalah prioritas utama ibu saat ini.Kalian adalah harta ibu yang paling berharga."
kata-kata itu yang selalu di ucapkan Bu Santi pada kedua anaknya jika Chayra menyuruhnya memikirkan masalah pribadinya.
Chayra menghembuskan nafasnya dengan kasar. Merenung terlalu lama membuatnya tidak semangat. Dia bangkit dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badannya. Selesai mandi, Chayra mendirikan empat rakaat shalat Dhuha. Setelah itu, dia keluar rumah untuk memetik sayur di halaman belakang rumahnya.
Kembali dari halaman belakang, Chayra meletakkan hasil panennya di meja dapur. Dia mencuci tangannya, lalu memilih berbagai jenis sayuran hasil petikannya tadi. Memilih yang akan di masak sekarang dan menaruh sisanya di dalam kulkas.
Satu jam berkutik dengan alat dapur, akhirnya masakannya siap di hidangkan. Chayra membawa semua hasil masakannya dan menghidangkannya di atas meja makan. Sekilas dia mendengar suara mesin mobil masuk ke halaman rumahnya. Chayra melirik jam yang tergantung di dinding. Dia terlonjak kaget.
"Sudah jam setengah satu." Lirihnya. "Pantesan Ibu sudah balik." Ucapnya lalu berlari kecil membukakan pintu untuk Ibunya.
"Assalamualaikum," Suara salam Ibunya dari depan pintu .
"Wa'alaikumsalam.."Jawab Chayra sambil membuka pintu. Senyumnya mengembang melihat senyuman Ibunya, lalu mencium punggung tangan wanita yang sudah melahirkannya itu.
Bu Santi mencium aroma masakan yang menyeruak ke indra penciumannya. Bibirnya kembali menyunggingkan senyum sambil menatap anaknya. "Kayaknya anak ibu sudah nggak galau lagi nih." Godanya pada Chayra.
"Tadi Ibu buru-buru pulang, karena berpikir sampai rumah Ibu mesti masak dulu baru bisa makan. Eh, tau-taunya putri kesayangan sudah masak enak. Seneng banget Ibu kalau kayak gini."
Chayra menyebikkan bibirnya mendengar godaan ibunya. " Ayra merasa tidak baik kalau terlalu lama sedih dan memikirkan hal yang tak perlu di pikirkan."
Bu Santi tertawa kecil mendengar jawaban putrinya. "Itu kamu sudah tau. Terus, kenapa dari kemarin tampangmu menyedihkan?"
"Namanya juga lagi ada masalah, Bu. Yang namanya masalah, pasti dipikirkan lah.Tapi kan, Ayra tidak berlarut-larut sedihnya. Cuma beberapa jam aja, Bu.''
"Kamu terlihat kusut sejak satu hari yang lalu, Nak. Bukan beberapa jam." Ralat Bu Santi mendengar jawaban anaknya.
Chayra kembali menyebikkan bibirnya mendengar kata-kata Ibunya. Kelakuannya membuat Bu Santi menahan tawanya.
"Iya, Bu satu hari, bukan beberapa jam." Jawabnya, mengulang ucapan Ibunya sambil memanyunkan bibirnya membuat Bu Santi tidak bisa lagi menahan tawanya.
"Udah, sekarang kita makan siang dulu, setelah itu baru kita shalat." Bu Santi melangkah menuju dapur. Namun, tiba-tiba dia menghentikan langkahnya, berbalik menatap putrinya. "Adikmu belum pulang sekolah, Nak?" Tanyanya.
"Belum, Bu."Jawab Chayra singkat.
"Kita makan saja duluan kalau begitu."
"Tumben nanyain Bian dulu. Biasanya juga lansung makan." Ejek Chayra.
"Lagi inget aja." Jawab Bu Santi, mendudukkan tubuhnya di sebuah kursi kayu untuk menikmati makan siang bersama putrinya.
"Ibu kenapa nggak cari kariawan yang bisa menjadi kasir aja, biar Ibu nggak terlalu capek bolak balik ke Toko." Kata Chayra membuka pembicaraan di sela-sela makan siang mereka.
"Rencananya Ibu juga begitu, Nak. Tapi, masih di pikir-pikir dulu. Ibu takut salah orang nanti. Mirna juga mau kembali sih katanya. Tapi, Ibu belum tau entah kapan."
"Memangnya sulit ya, Bu, mencari orang yang benar-benar tangguh dan bisa di andalkan."
"Kalau dipikir-pikir sih memang agak sulit, Nak. Apalagi di zaman ini, menilai seseorang tidak bisa hanya dari tampang wajahnya saja."Jawab Bu Santi.
Chayra nyengir mendengar jawaban ibunya.
"Ibu sedang menyusun rencana sekarang. Mudah-mudahan cepat mendapatkan orang yang dapat dipercaya. Andai saja Mirna tidak ikut suaminya. Ibu tidak akan sesusah ini sekarang." Bu Santi menghela nafas berat.
Chayra manggut-manggut mendengar penjelasan ibunya.
"Kalau kamu udah di pesantren nanti. Ibu nggak mungkin terus-terusan di Toko dan meninggalkan adik kamu sendirian di rumah. Jadi, rencana Ibu, begitu kamu berangkat ke Pesantren. Ibu harus lebih banyak waktu di rumah.
"Kenapa nggak dari sekarang cari kariawan, Bu. Biar nanti ibu bisa lebih santai dan bisa langsung tenang begitu aku berangkat."
"Nanti dah di pikir lagi, Nak. Ibu pusing sekarang." Jawab Bu santi. Menyelesaikan makan siangnya, lalu beranjak dari meja makan.
Chayra membereskan sisa makan siang, membawa piring kotor ke wastafel dan lansung mencucinya. Dia mengikuti langkah ibunya, masuk ke Musholla kecil di dalam rumahnya. Mereka menunaikan shalat Zuhur berjamaah.
Begitulah kehidupan keluarga Bu Santi. Tidak lengkap, tapi selalu berusaha untuk saling melengkapi. Walaupun tanpa seorang ayah di tengah-tengah kehidupan kedua anaknya. Bu Santi selalu berusaha menjadi orang tua yang terbaik untuk mereka. Tanpa melibatkan orang lain termasuk mertua dan juga saudara Almarhum suaminya.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 251 Episodes
Comments
Seona Young
Entah sendiri atau masih punya suami seorang Ibu pasti akan berjuang untuk anak-anaknya agar anaknya tak kurang suatu apapun 🙂
2022-04-14
5