Kedatangan Om dan Tante

Bu Santi pulang lebih awal dari Toko. Dia mendapat telepon dari kakak iparnya, kalau sore ini mereka sudah mendarat dan akan langsung menuju rumahnya.

Berbagai persiapan dilakukan oleh Chayra dan Ibunya. Sedangkan Bian hanya membantu sebisanya saja.

Chayra duduk selonjoran di atas lantai. Bersandar di tembok ruang tamu sambil mengatur nafasnya yang agak ngos-ngosan. Capek dari tadi keluar masuk dari kamarnya, kamar ibunya, ganti ini ganti itu.

"Ayra, spray kamar adikmu udah kamu ganti?" Bu Santi bertanya dari dalam dapur. Sedikit berteriak agar Chayra bisa mendengar ucapannya.

Chayra malah melamun tidak mendengarkan pertanyaan Ibunya. Bu Santi yang tak kunjung mendengarkan jawaban dari putrinya, akhirnya keluar dari dapur. Sedikit terkejut melihat putrinya melamun duduk berselonjor di atas lantai dan tak beralas.

"Ayra, apa yang kamu lakukan, Nak?"

Chayra tersentak kaget. Dia langsung menoleh ke sumber suara. Bangkit dan berjalan mendekati ibunya. "Eh, iya. Ada apa, Bu?"

"Kamu kenapa melamun? Ibu dari tadi manggil kamu. Eh, ternyata orang yang dipanggil malah sedang asyik melamun. Pantesan tidak dengar."

Chayra menautkan alisnya mendengar ucapan ibunya. "Masa sih, Bu? Perasaan, Ayra nggak dengar apa-apa."

"Dimana kamu mau dengar. Pikiran kamu melayang entah kemana.."

Chayra akhirnya hanya bisa.tersenyum meringis. "Memangnya Ibu butuh apa?Sekarang Ayra ambilkan."

"Ibu cuma tanya kamu tadi. Apa kamu sudah mengganti spray kamar adik kamu?"

"Belum, Bu. Tapi, aku lihat tadi Bian sudah mencopotnya sendiri."

"Adikmu cuma bisa mencopotnya, tapi dia tidak bisa memasang penggantinya."

"Sekarang Ayra ganti, Bu."

Bu Santi mengangguk lalu masuk kembali ke dapur.

* * *

Tepat pukul lima sore. Pak Ismail dan Bu Ainun tiba di rumah Chayra. Bu Santi memeluk kakak iparnya dengan haru. Sedangkan pak Ismail hanya tersenyum melihat pemandangan di depannya. Hampir dua tahun, kakak iparnya itu tidak datang berkunjung.

"Mbak Ainun apa kabar?"

"Alhamdulillah, aku baik, Dek. Kamu bagaimana? Apa Bian masih nakal dan keras kepala?" Ucap Bu Ainun sambil mengusap pelan kepala Bian yang berdiri di samping ibunya.

"Sekarang dia sudah besar, Kak. Dia sudah tau mana yang benar dan mana yang salah. Cuman keras kepalanya itu tidak bisa diganti dengan sikap yang lebih lembut."

Mendengar dirinya menjadi bahan pembicaraan, Bian memanyunkan bibirnya. "Kok Ibu ngoming gitu sama Tante?"

Bu Santi tidak mendengarkan komentar anaknya dan terus bercerita tentang Bian pada

kakak iparnya.

"Kak Ismail dan kak Ainun juga perlu tau. Anak ini sekarang tidak suka disentuh. Bahkan, teman-teman Ayra yang datang sangat gemes dengan tingkahnya. Dia selalu bilang bukan muhrim kalau mereka mencubit pipinya."

Pak Ismail dan Bu Ainun tertawa kecil. "Benar-benar cerminan dari Almarhum suamimu, Dek." Ucap pak Ismail.

Bu Santi tersenyum hambar. "Semakin kesini, aku merasa mas Ari hidup dalam diri Bian. Dari gaya bicaranya, candaannya, perhatiannya, sifatnya, bahkan wajahnya sangat mirip dengan Mas Ari.

Bu Ainun kembali memeluk Bu Santi dengan haru. "Andaikan Ari masih hidup. Kamu tidak akan berjuang sendiri, Dek."

"Ini sudah takdir, Mbak. Aku sudah ikhlas dengan kepergian Mas Ari." Bu Santi menyeka air mata yang tiba-tiba mengalir di pipinya. "Jangan diungkit lagi lah, Mbak. Aku takut hatiku menjadi rapuh saat mengingatnya." Berusaha mengembangkan senyumnya agar terlihat tegar.

Bu Ainun menepuk pundak adik iparnya. "Kamu wanita kuat, Dek. Aku yakin, Almarhum adikku pasti bangga memiliki istri sepertimu."

Bu Santi kembali tersenyum hambar. "Amiin, Mbak."

"Om, apakah Bapak mirip dengan Bian?" Pertanyaan Bian membuat mereka serentak menoleh ke arahnya. "Apakah ayah tampan seperti aku?" Ucap anak itu lagi.

Mereka semua terkekeh mendengar pertanyaan Bian.

Pak Ismail tersenyum seraya mengusap pipi Bian dengan lembut. "Bian memang sangat mirip dengan Bapaknya Bian. Tapi, sayangnya wajah Bapakmu lebih tampan daripada wajah Bian."

Bian memonyongkan bibirnya. "Mm.. yang benar saja, Om. Mana ada Bapak lebih tampan. Yang ada mungkin Bapak tidak setampan Bian."

Mereka semua tertawa. "Persis seperti Ari." Ucap Bu Ainun di sela-sela tawanya.

"Sudah ah. Mbak Ainun dan kak Ismail pasti capek. Ayo, kalian istirahatlah dulu. Aku dan Chayra sudah menyiapkan kamar Bian untuk kalian tempati malam ini." Bu Santi mengganti topik pembicaraan. Semakin mereka membahas Almarhum suaminya, suasana hatinya semakin tak karuan.

"Sebenarnya kami berniat langsung kembali. Tapi mengingat Chayra yang mungkin masih ada urusan dan harus dia selesaikan. Kami memutuskan untuk bermalam saja. Insya Allah, besok pagi kami akan berangkat." Ucap pak Ismail.

"Maafkan Ayra merepotkan Om dan Tante."

Chayra yang dari tadi diam akhirnya mengeluarkan suaranya.

"Tidak apa-apa, Nak. Kami akan selalu memperioritaskan kenyamanan kamu. Kami tidak mungkin memaksakan kehendak kami sedangkan kamu tidak nyaman." Jawab Bu Ainun dengan tenang, diiringi dengan anggukan kepala dan senyuman dari pak Ismail.

"Kalau begitu kami istirahat dulu ya.." Bu Ainun beranjak bangun. Pak Ismail

ikut bangkit, merenggangkan ototnya yang terasa sedikit kaku. Mereka beriringan memasuki kamar Bian.

* * *

Usai mendirikan shalat Subuh berjamaah yang di imami oleh pak Ismail. Chayra dan Omnya masih duduk di Musholla kecil rumah itu. Pak Ismail perlu menjelaskan banyak hal kepada keponakannya itu sebelum Dia membawanya ikut mereka ke Pesantren. Mereka membahas banyak hal. Terutama peraturan yang harus di patuhi Chayra saat di pesantren nanti.

"Di Pesantren nanti, kamu tidak boleh berbicara empat mata dengan lawan jenis, apapun alasannya. Kamu memang keponakan Om.Tapi, kalau kamu melanggar peraturan ini. Om tidak bisa melindungi kamu dari hukuman yang sudah menjadi kebijakan Pesantren."

"Biasanya, hukuman apa yang diterima santri kalau melanggarnya, Om?"

"Itu termasuk pelanggaran berat, Nak. Karena biasanya Santri yang melanggar peraturan itu mempunyai hubungan khusus. Jadi biasanya mereka berjanji akan bertemu di tempat yang agak sepi. Dan yang ditakutkan Pesantren, setan akan menjadi yang ketiga di antara mereka."

Chayra manggut-manggut mendengar penjelasan pak Ismail. "Itu berarti di Pesantren, Santri tidak boleh berpacaran, Om?"

"Bisa dibilang begitu, Nak. Tapi Pesantren tidak menekankan secara khusus. Kita juga tidak bisa melarang orang jatuh cinta. Santri juga banyak yang pacaran. Mereka berkomunikasi menggunakan surat. Kalau seperti itu, pihak Pesantren memberikan permakluman. Karena kebetulan di sana, Santri tidak diperbolehkan membawa handphone. Tapi Pesantren sangat menganjurkan, alangkah baiknya kalau pacaran itu bisa dihindari."

"Kenapa tidak boleh membawa handphone, Om? Bagaimana cara mereka menghubungi orang tua mereka?"

"Pesantren menyediakan waktu khusus bagi mereka untuk menghubungi orang tua mereka. Setiap ruangan ada handphone masing-masing. Tapi mereka hanya boleh menghubungi orang tua mereka seminggu sekali. Kecuali ada kebutuhan yang mendesak. Mereka diperbolehkan menghubungi orang tua mereka di luar waktu yang telah ditentukan. Dan handphone itu di pegang oleh pengasuh mereka.

Chayra kembali manggut-manggut. "Pengasuh itu siapa, Om?"

"Pengasuh itu sebutan untuk Santri yang sudah menamatkan Sekolah Menengah Atasnya. Seperti kamu ini. Tapi, mereka tetap diam di Pesantren untuk memperdalam ilmu agama mereka. Dan mereka ditugaskan oleh Pesantren untuk menjaga dan menjadi pembimbing bagi adik-adik mereka yang masih sekolah."

"Terus bagaimana dengan rencana kuliah Ayra, Om."

"Sudah ada Universitas di Pesantren. Letaknya bersebelahan dengan Asrama Santri. Bagi Santriwati yang kuliah lewat Pesantren. Mereka hanya diperbolehkan kuliah di Universitas itu." Pak Ismail menghembuskan nafasnya seraya bangkit. "Nanti di Pesantren, Om akan jelaskan secara detail. Sekarang kita harus bersiap karena sebentar lagi kita akan berangkat."

Chayra menganggukkan kepalanya lalu mengikuti Omnya yang sudah keluar duluan dari Musholla.

Setelah berganti pakaian, Chayra menuju dapur untuk membantu ibu dan tantenya menyiapkan sarapan.

Mereka menikmati sarapan bersama dalam diam. Tidak ada percakapan sama sekali selama sarapan berlangsung.

Bian pamit berangkat ke Sekolah setelah menghabiskan sarapannya. Sedangkan Chayra serta Pak Ismail dan Bu Ainun akan bersiap berangkat ke Bandara.

Chayra memeriksa kembali barang bawaannya.

Setelah merasa semuanya sudah siap, ia menghampiri Om dan Tantenya di kamar Bian. "Om, Tante, apakah Ayra akan meninggalkan handphone Ayra di rumah?" Tanyanya. Menarik kursi kayu milik Bian dan duduk disana sambil menunggu jawaban dari Pak Ismail.

"Bawa saja, Nak. Kenapa kamu bertanya begitu?" Ucap Bu Ainun tanpa menoleh karena dia sedang merapikan kopernya.

Pak Ismail berdehem dan dia yang menjawab pertanyaan istrinya."Tadi Abah menjelaskan ke Ayra, kalau santri tidak diperbolehkan membawa handphone."

"Tapi Ayra kan bukan santri, Abah. Dia juga kan akan tinggal di rumah kita. Belum lagi dia akan kuliah. Abah ini bagaimana sih?" Omel Bu Ainun pada suaminya.

Pak Ismail memandang istri dan keponakannya secara bergantian. "Abah kan menjelaskan peraturan santri. Tapi bukan berarti Abah melarang Ayra membawa handphone juga, Ummi.."

"Terserah Abah saja mau ngomong apa." Ucap Bu Ainun. Beralih menatap Chayra yang masih duduk. "Barang kamu sudah siap semua kan, Nak?" Bu Ainun mengalihkan pembicaraan karena enggan kalau harus berdebat dengan suaminya.

"Sudah, Tante. Cuman, laptop dan handphone, Ayra belum berani memasukkannya ke dalam ransel. Takut kalau Om dan Tante tidak mengizinkan Ayra membawanya."

"Masukkan sekarang, Nak! Pukul delapan kita harus sudah berangkat." Perintah Bu Ainun.

"Baik, Tante." Chayra beranjak meninggalkan Om dan Tantenya.

"Tunggu, Nak!"

Chayra berbalik menatap Omnya.

"Mulai sekarang, kamu jangan memanggil kami Om dan Tante lagi."

Chayra mengernyit mendengar permintaan Omnya. Dia beralih menatap Tantenya.

Bu Ainun hanya menganggukkan kepala tanda menyetujui permintaan suaminya.

"Kenapa, Om?"

"Biasakan diri memanggil kami Abah dan Ummi. Karena di Pesantren, kami biasanya di panggil begitu. Masa iya, cuma kamu yang bilang Om dan Tante nanti?"Jelas pak Ismail.

Chayra menarik sudut bibirnya. "Insya Allah, Abah, Ummi."

Pak Ismail dan Bu Ainun mengembangkan senyumnya.

* * *

Terpopuler

Comments

Sasa Fitriani

Sasa Fitriani

mampir thor..

2022-03-21

0

lihat semua
Episodes
1 Sebuah Keputusan
2 Ibunya Chayra
3 Pertemuan yang tak seharusnya
4 Curhatan Sahabat
5 Berpamitan
6 Dosa besar Amira
7 Kekecewaan
8 Maaf setelah berdebat
9 Kedatangan Om dan Tante
10 Pertemuan pertama
11 Perasaan itu
12 Cinta dan kagum
13 Ancaman Ardian
14 Kerinduan Ibu
15 Mencari tau
16 Kecelakaan
17 Meminta bertemu
18 Pengakuan Ghibran
19 Kelakuan Ghibran
20 Kekonyolan Rudi
21 Pertemuan (Part 1)
22 Pertemuan (Part 2)
23 Jawaban Untuk Ghibran
24 Kedatangan orang tua Ghibran
25 Ghibran yang nyebelin
26 Permintaan Ummi
27 Makam Bapak
28 Patah hati Se-Asrama
29 Makan malam pertama
30 Chayra Azzahra vs Ghibran Abdullah
31 Temu kangen
32 Bertemu lagi
33 Bersitegang
34 Handphone Amira hilang
35 Chayra diculik
36 Perdebatan
37 Kekejaman Ardian (21+)
38 Chayra yang malang
39 Kemarahan Pak Akmal
40 Sedikit harapan
41 Mencari tau
42 Mencari tau (Part 2)
43 Titik terang
44 Kedatangan Ghibran
45 Ghibran bimbang
46 Kebohongan yang tercipta
47 Ketegangan diantara kedua belah pihak
48 Chayra masuk Rumah Sakit
49 Bimbang
50 Nasehat Zidane untuk Ghibran
51 Ungkapan hati Chayra
52 Keputusan yang menyakitkan
53 Nasehat untuk Ghibran
54 Ardian Baskara
55 Ardian Baskara 2
56 Ardian Baskara 3
57 Kedatangan tamu tak diundang
58 Persiapan
59 Akad nikah
60 Kehidupan baru
61 Tidak ada perubahan
62 Penasaran
63 Perdebatan
64 Penyakit lama kambuh lagi
65 Awal perubahan
66 Terlihat lebih baik
67 Perdebatan yang menghasilkan perubahan
68 Tahap awal
69 Laki-laki menyebalkan
70 Menginap
71 Masalah baru
72 Benar-benar ingin belajar
73 Pijitan menenangkan
74 Debaran hati Ardian Baskara
75 Jalan-jalan
76 Percakapan antara dua pria
77 Menjalankan misi rencana
78 Menghapus kenangan demi kamu
79 Berita untuk Amira
80 Ardian yang keras kepala
81 Menyerahkan diri
82 Memasuki tempat terlarang
83 Sentuhan pertama
84 Jadwal operasi
85 Setelah Operasi
86 Ghibran Abdullah
87 Petuah dari mertua
88 Petuah dari mertua 2
89 Percobaan pertama
90 Ardian bucin
91 Telepon dari Amira
92 Permintaan Ardian
93 Rencana
94 Suami vs mantan
95 Biarkan aku menyimpan rasa ini dalam diam
96 Mencoba melupakan masa lalu
97 Mengetahui kebenarannya
98 Bertemu sahabat lama
99 Saling terbuka
100 Keisengan Chayra
101 Ardian sakit
102 Perubahan yang luar biasa
103 Perbuatan lama terungkap kini
104 Kelapangan hati Ibu mertua
105 Cerita Kakek
106 Pelaku yang sesungguhnya?
107 Bisik-bisik tetangga
108 Pertengkaran berujung manis
109 Karena Tina atau Ghibran?
110 Semua karena Ardian
111 Semua karena Ardian 2
112 Suami siaga atau posesif
113 Nasehat
114 Kedatangan orang yang tidak diinginkan
115 Permintaan aneh?
116 Perjuangan seorang suami
117 Salah siapa?
118 Aku tidak berarti untuknya
119 Penyesalan
120 Berbaikan?
121 Kedatangan Mami
122 Suasana baru
123 Seserahan dari Papi
124 Drama rumah tangga
125 Permintaan aneh
126 Ngidam atau doyan
127 Berdebat dengan Papi
128 Permintaan Ibu
129 Tuduhan buruk Mami
130 Kecewa
131 Semangkuk bubur
132 Chayra sakit
133 Ada hubungan
134 Canggung
135 Beban pikiran Ardian
136 Pesan dari Amira
137 Rencana Zidane
138 Perdebatan para mantan
139 Kerusuhan
140 Rencana Amira
141 Tercapai
142 Ketegasan Pak Akmal
143 Maafkan kebodohan aku, Sayang
144 Berita bahagia tapi membuat dag dig dug
145 Informasi penting
146 Antusiasme Ardian
147 Menuju kebenaran
148 Menuju kebenaran part 2
149 Pertemuan hangat dengan mertua
150 Menuju kebenaran part 3
151 Ikut andil
152 Pesan dari Amira
153 Pertemuan kisruh
154 Terungkap
155 Husein
156 Mengejarnya tidak akan membuatnya kembali padamu
157 Modus menyiapkan koper
158 Drama Ardian
159 Kabar pengobat rindu
160 Atur siasat agar bisa melepas rindu
161 Pesan tak bermoral
162 Semua karena pesan itu
163 Kakek menunjukkan kekuasaan
164 Rencana demi kebaikan
165 Suasana baru
166 Kakek kembali menunjukkan kekuasaan
167 Kebenaran terungkap
168 Menuju sidang
169 Persidangan
170 Hadiah dari Kakek
171 Rencana bekal batin
172 Semangat kerja membuat lupa segalanya
173 Be a great father
174 Nama bayinya siapa
175 Acara Aqiqah sekaligus pemberian nama
176 Suaminya butuh asupan gizi
177 Pesan dari Pak Bos
178 Keluarga besar
179 Tausiyah Mamanya Adzra
180 Lebih baik tidak pakai Asisten
181 Maaf, tekanan darahnya naik
182 Tanggung akibatnya sendiri
183 Drama Korea membuat keringat dingin
184 Sakit perut gara-gara Asisten
185 Jangan coba-coba makan kalau alergi
186 Bohong demi kebaikan
187 Sekali-kali jadi tukang kompor
188 Kalau ditunda bisa naik ke otak
189 Tukang servis juga butuh vitamin
190 Kekurangan vitamin
191 Apa kamu tidak bisa libur
192 Rencana memperbaiki keturunan
193 Diam-diam ubi berisi
194 Menyesal kemudian tak ada gunanya
195 Waktunya tidak tepat
196 Hukumannya puasa satu minggu
197 Ujian kekuatan iman
198 Sama-sama kalah
199 Biasakan mulut berkata yang baik-baik
200 Semakin tinggi pohon semakin kencang angin yang meniupnya
201 MUA amatiran
202 Musibah di tempat pesta
203 Cobaan masih terus berlanjut
204 Rencana pemberantasan pembuat onar
205 Hidupmu pelit
206 Tidak sesuai keinginan
207 Tetap pada keputusan awal
208 Harta tidak akan dibawa mati
209 Sekalian nggak usah ada rambut
210 Kepergok saat memberikan bekal
211 Berita yang menyisakan luka
212 Kepergian Papi
213 Ingin punya anak selusin
214 Biang kerok sebenarnya
215 Fatwa singkat
216 Berdiskusi dengan Dodit
217 Membuat keputusan besar
218 Cerita dibalik layar
219 Air bisa memadamkan api
220 Memilikimu adalah anugerah terindah
221 Nasib yang belum pasti
222 Gara-gara empat kecoa
223 Kecoak takut sama Tokek
224 Pekerjaan itu perlu dinikmati
225 Masa oreantasi jodoh
226 Drama bangun tidur
227 Tak semudah membalikkan telapak tangan
228 Nafkahi orang tua biar rizki berkah
229 Pertemuan yang menyakitkan
230 Sakitnya masih terasa
231 Tanggapi ucapan setiap orang dengan bijak
232 Sudah bahagia tanpa harus akting
233 Kompor hampir meledak
234 Menyadari kesalahan
235 Jangan suka tergesa-gesa
236 Inilah rasanya
237 Orang aneh
238 Bernostalgia
239 Ditembak wanita sangar
240 Mengungkapkan penyebab kegundahan hati
241 Kejutan demi kejutan dari Pak Suami
242 Tausiah untuk orang yang kurang kerjaan
243 Rencana terselubung Ardian
244 Sekak mati untuk Ardian
245 Servis gratis ba'da subuh
246 Berbohong demi kebaikan
247 The real incident
248 Anak itu anugerah bukan musibah
249 Sesuatu yang aneh
250 Dinner Anniversery
251 Ekstra Part
Episodes

Updated 251 Episodes

1
Sebuah Keputusan
2
Ibunya Chayra
3
Pertemuan yang tak seharusnya
4
Curhatan Sahabat
5
Berpamitan
6
Dosa besar Amira
7
Kekecewaan
8
Maaf setelah berdebat
9
Kedatangan Om dan Tante
10
Pertemuan pertama
11
Perasaan itu
12
Cinta dan kagum
13
Ancaman Ardian
14
Kerinduan Ibu
15
Mencari tau
16
Kecelakaan
17
Meminta bertemu
18
Pengakuan Ghibran
19
Kelakuan Ghibran
20
Kekonyolan Rudi
21
Pertemuan (Part 1)
22
Pertemuan (Part 2)
23
Jawaban Untuk Ghibran
24
Kedatangan orang tua Ghibran
25
Ghibran yang nyebelin
26
Permintaan Ummi
27
Makam Bapak
28
Patah hati Se-Asrama
29
Makan malam pertama
30
Chayra Azzahra vs Ghibran Abdullah
31
Temu kangen
32
Bertemu lagi
33
Bersitegang
34
Handphone Amira hilang
35
Chayra diculik
36
Perdebatan
37
Kekejaman Ardian (21+)
38
Chayra yang malang
39
Kemarahan Pak Akmal
40
Sedikit harapan
41
Mencari tau
42
Mencari tau (Part 2)
43
Titik terang
44
Kedatangan Ghibran
45
Ghibran bimbang
46
Kebohongan yang tercipta
47
Ketegangan diantara kedua belah pihak
48
Chayra masuk Rumah Sakit
49
Bimbang
50
Nasehat Zidane untuk Ghibran
51
Ungkapan hati Chayra
52
Keputusan yang menyakitkan
53
Nasehat untuk Ghibran
54
Ardian Baskara
55
Ardian Baskara 2
56
Ardian Baskara 3
57
Kedatangan tamu tak diundang
58
Persiapan
59
Akad nikah
60
Kehidupan baru
61
Tidak ada perubahan
62
Penasaran
63
Perdebatan
64
Penyakit lama kambuh lagi
65
Awal perubahan
66
Terlihat lebih baik
67
Perdebatan yang menghasilkan perubahan
68
Tahap awal
69
Laki-laki menyebalkan
70
Menginap
71
Masalah baru
72
Benar-benar ingin belajar
73
Pijitan menenangkan
74
Debaran hati Ardian Baskara
75
Jalan-jalan
76
Percakapan antara dua pria
77
Menjalankan misi rencana
78
Menghapus kenangan demi kamu
79
Berita untuk Amira
80
Ardian yang keras kepala
81
Menyerahkan diri
82
Memasuki tempat terlarang
83
Sentuhan pertama
84
Jadwal operasi
85
Setelah Operasi
86
Ghibran Abdullah
87
Petuah dari mertua
88
Petuah dari mertua 2
89
Percobaan pertama
90
Ardian bucin
91
Telepon dari Amira
92
Permintaan Ardian
93
Rencana
94
Suami vs mantan
95
Biarkan aku menyimpan rasa ini dalam diam
96
Mencoba melupakan masa lalu
97
Mengetahui kebenarannya
98
Bertemu sahabat lama
99
Saling terbuka
100
Keisengan Chayra
101
Ardian sakit
102
Perubahan yang luar biasa
103
Perbuatan lama terungkap kini
104
Kelapangan hati Ibu mertua
105
Cerita Kakek
106
Pelaku yang sesungguhnya?
107
Bisik-bisik tetangga
108
Pertengkaran berujung manis
109
Karena Tina atau Ghibran?
110
Semua karena Ardian
111
Semua karena Ardian 2
112
Suami siaga atau posesif
113
Nasehat
114
Kedatangan orang yang tidak diinginkan
115
Permintaan aneh?
116
Perjuangan seorang suami
117
Salah siapa?
118
Aku tidak berarti untuknya
119
Penyesalan
120
Berbaikan?
121
Kedatangan Mami
122
Suasana baru
123
Seserahan dari Papi
124
Drama rumah tangga
125
Permintaan aneh
126
Ngidam atau doyan
127
Berdebat dengan Papi
128
Permintaan Ibu
129
Tuduhan buruk Mami
130
Kecewa
131
Semangkuk bubur
132
Chayra sakit
133
Ada hubungan
134
Canggung
135
Beban pikiran Ardian
136
Pesan dari Amira
137
Rencana Zidane
138
Perdebatan para mantan
139
Kerusuhan
140
Rencana Amira
141
Tercapai
142
Ketegasan Pak Akmal
143
Maafkan kebodohan aku, Sayang
144
Berita bahagia tapi membuat dag dig dug
145
Informasi penting
146
Antusiasme Ardian
147
Menuju kebenaran
148
Menuju kebenaran part 2
149
Pertemuan hangat dengan mertua
150
Menuju kebenaran part 3
151
Ikut andil
152
Pesan dari Amira
153
Pertemuan kisruh
154
Terungkap
155
Husein
156
Mengejarnya tidak akan membuatnya kembali padamu
157
Modus menyiapkan koper
158
Drama Ardian
159
Kabar pengobat rindu
160
Atur siasat agar bisa melepas rindu
161
Pesan tak bermoral
162
Semua karena pesan itu
163
Kakek menunjukkan kekuasaan
164
Rencana demi kebaikan
165
Suasana baru
166
Kakek kembali menunjukkan kekuasaan
167
Kebenaran terungkap
168
Menuju sidang
169
Persidangan
170
Hadiah dari Kakek
171
Rencana bekal batin
172
Semangat kerja membuat lupa segalanya
173
Be a great father
174
Nama bayinya siapa
175
Acara Aqiqah sekaligus pemberian nama
176
Suaminya butuh asupan gizi
177
Pesan dari Pak Bos
178
Keluarga besar
179
Tausiyah Mamanya Adzra
180
Lebih baik tidak pakai Asisten
181
Maaf, tekanan darahnya naik
182
Tanggung akibatnya sendiri
183
Drama Korea membuat keringat dingin
184
Sakit perut gara-gara Asisten
185
Jangan coba-coba makan kalau alergi
186
Bohong demi kebaikan
187
Sekali-kali jadi tukang kompor
188
Kalau ditunda bisa naik ke otak
189
Tukang servis juga butuh vitamin
190
Kekurangan vitamin
191
Apa kamu tidak bisa libur
192
Rencana memperbaiki keturunan
193
Diam-diam ubi berisi
194
Menyesal kemudian tak ada gunanya
195
Waktunya tidak tepat
196
Hukumannya puasa satu minggu
197
Ujian kekuatan iman
198
Sama-sama kalah
199
Biasakan mulut berkata yang baik-baik
200
Semakin tinggi pohon semakin kencang angin yang meniupnya
201
MUA amatiran
202
Musibah di tempat pesta
203
Cobaan masih terus berlanjut
204
Rencana pemberantasan pembuat onar
205
Hidupmu pelit
206
Tidak sesuai keinginan
207
Tetap pada keputusan awal
208
Harta tidak akan dibawa mati
209
Sekalian nggak usah ada rambut
210
Kepergok saat memberikan bekal
211
Berita yang menyisakan luka
212
Kepergian Papi
213
Ingin punya anak selusin
214
Biang kerok sebenarnya
215
Fatwa singkat
216
Berdiskusi dengan Dodit
217
Membuat keputusan besar
218
Cerita dibalik layar
219
Air bisa memadamkan api
220
Memilikimu adalah anugerah terindah
221
Nasib yang belum pasti
222
Gara-gara empat kecoa
223
Kecoak takut sama Tokek
224
Pekerjaan itu perlu dinikmati
225
Masa oreantasi jodoh
226
Drama bangun tidur
227
Tak semudah membalikkan telapak tangan
228
Nafkahi orang tua biar rizki berkah
229
Pertemuan yang menyakitkan
230
Sakitnya masih terasa
231
Tanggapi ucapan setiap orang dengan bijak
232
Sudah bahagia tanpa harus akting
233
Kompor hampir meledak
234
Menyadari kesalahan
235
Jangan suka tergesa-gesa
236
Inilah rasanya
237
Orang aneh
238
Bernostalgia
239
Ditembak wanita sangar
240
Mengungkapkan penyebab kegundahan hati
241
Kejutan demi kejutan dari Pak Suami
242
Tausiah untuk orang yang kurang kerjaan
243
Rencana terselubung Ardian
244
Sekak mati untuk Ardian
245
Servis gratis ba'da subuh
246
Berbohong demi kebaikan
247
The real incident
248
Anak itu anugerah bukan musibah
249
Sesuatu yang aneh
250
Dinner Anniversery
251
Ekstra Part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!