Chayra merogoh ponselnya dari dalam tas ranselnya. Segera menyentuh sidik jari di bagian belakang handphone itu.
Mati!
Ponselnya tidak memberikan respon apapun. Hal itu tentu saja membuat Chayra menautkan alisnya heran. Apa selama ini handphonenya dimatikan oleh Pak Ismail pikirnya. Beralih menekan tombol power di bagian samping. Menekannya lama dan..
"Alhamdulillah, ternyata bisa." Lirihnya pelan. Terdiam menatap benda gepeng di tangannya. Kenapa pak Ismail sampai mematikan ponselnya? Apakah teman-temannya terlalu sering menelfon atau grup chatnya terlalu berisik? Berbagai pertanyaan melintas di kepalanya.
Panggilan Bu Ainun dari depan kamarnya membuat Chayra beranjak bangun dan membuka pintu kamarnya.
"Abah kamu mau bicara sebentar sama kamu, Nak. Ada yang lupa dia sampaikan tadi." Ucap Bu Ainun saat Chayra menongolkan kepala di pintu kamarnya.
"Iya, Ummi."
"Kamu ditunggu Abah di Ruang kerjanya."
"Tapi, ada masalah apa ya, Ummi. Kenapa Abah sampai menunggu Ayra di Ruang Kerja segala?"
"Ummi juga kurang tau, Nak. Kamu bisa tanyakan nanti. Ummi hanya disuruh manggil kamu."
Chayra membuka pintu kamarnya lebih lebar. Keluar dan mengikuti langkah Bu Ainun menuju Ruang Kerja Pak Ismail.
Chayra menelan ludahnya saat melihat tatapan tajam Pak Ismail sesampainya di ruangan itu.
"Ada hal penting yang lupa Abah sampaikan tadi sama kamu."
Chayra duduk di sofa, matanya menelisik isi ruangan yang tertata sangat rapi. Beralih Menatap ke arah Pak Ismail yang sedang memperhatikannya. "Hal penting apa itu, Abah?"
Bu Ainun ikut duduk di samping Chayra.
Pak Ismail mengernyitkan alisnya melihat istrinya tidak keluar ruangan. "Kenapa Ummi ikut duduk? Abah mau bicara empat mata sama Ayra. Ini menyangkut urusan pribadinya. Jadi, Ummi tidak usah ikut duduk dan ingin tau apa yang akan Abah sampaika pada Ayra. Mohon kerjasamanya, Ummi."
Bu Ainun mendengus kesal mendengar ucapan suaminya. "Ummi ini bukan orang lain, Abah. Jadi, Ummi tidak mau pergi walaupun Abah mengusir Ummi. Ummi juga berhak tau semua tentang Ayra."
Pak Ismail menghembuskan nafasnya dengan kasar mendengar jawaban istrinya. "Percuma ngomong sama Ummi."
Bu Ainun hanya mengangkat bahu sambil tersenyum penuh kemenangan. Tangannya sibuk mengelus-elus kepala Chayra.
Chayra tersenyum melihat kelakuan Umminya. "Nggak apa-apa, Abah. Ayra juga tidak keberatan kok, kalau Ummi di sini."
Bu Ainun tersenyum penuh kemenangan.
Pak Ismail mengetuk-ngetuk meja di depannya dengan jari telunjuk. Sudah sekitar lima menit Chayra dan Bu Ainun menunggu. Tapi, belum ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.
"Abah kenapa masih diam? Kasihan Ayra dari tadi nunggu." Bu Ainun angkat bicara karena bingung dengan sikap suaminya yang belum juga memulai pembicaraan pentingnya.
"Aku masih bingung mau mulai darimana, Ummi. Karena.. yang akan Abah sampaikan ini bukan hal yang menyenangkan."
Chayra agak terkejut. Tatapan matanya langsung fokus pada Pak Ismail. Tapi, pria paruh baya itu masih diam. Dia hanya masih setia mengetuk-ngetuk meja di depannya.
Pak Ismail memperbaiki posisi duduknya. "Begini, Nak. Sekitar satu minggu yang lalu, ada kejadian yang tidak Abah ceritakan pada kamu." Pak Ismail menatap Chayra yang terlihat kebingungan.
Bu Ainun yang tidak sabar menunggu kelanjutan kalimat suaminya akhirnya menyela. "Kejadian apa itu, Abah? Kenapa Ummi tidak tau?"
"Ck, Ummi dengarkan dulu! Abah belum selesai ngomong."
Bu Ainun ikut berdecak. "Abah ngomongnya lama. Ummi capek penasaran dari tadi."
"Sabar, Ummi." Chayra mencoba menenangkan Bu Ainun.
Pak Ismail tidak memperdulikan keluhan istrinya. "Ayra.."
Chayra kembali mengalihkan pandangannya pada Pak Ismail. "Iya, Abah?"
"Apa kamu mengenal seorang pria yang bernama Ardian Baskara?"
Chayra terkejut mendengar pertanyaan Pak Akmal. "Kenapa Abah menanyakan orang itu?"
"Abah hanya bertanya, Nak. Apa dia kekasihmu?"
Chayra langsung menggeleng. "Tidak, Abah. Tapi, dia adalah kekasih sahabat Ayra."
"Apa kamu ada masalah dengan pria itu?"
Chayra diam. Dia terlihat berfikir. Mungkinkah Ardian mempermasalahkan kedatangannya hari itu. Hari dimana dia mendapati pria itu dan Amira sedang melakukan hal itu."
Bu Ainun menepuk pelan pundak Chayra. "Ayra, jawab pertanyaan Abah kamu, Nak.
"A..Ayra.. Ayra juga kurang tau, Ummi."
"Sepertinya dia menyimpan dendam padamu, Nak. Ucapannya terdengar sangat kasar."
Deg !
Ucapan pak Ismail membuat Chayra tersentak kaget. "Kenapa Abah berkata begitu?" Tanyanya dengan suara lirih hampir tak terdengar.
Pak Ismail bangkit, berjalan beberapa langkah. Berdiri membelakangi Chayra dan istrinya. "Inilah masalah serius yang ingin Abah bahas dengan kamu. Tempo hari, dia menelepon ke handphone kamu. Abah sempat mengabaikan panggilannya. Tapi, semakin Abah abaikan, dia semakin sering menelepon. Sehingga tepat pada panggilannya yang kelima belas, Abah menggeser tanda hijau di layar ponselmu." Pak Ismail menarik nafas sejenak. "Kamu mau tau apa yang dia katakan?" Pak Ismail berbalik menatap istri dan keponakannya.
Bu Ainun dan Chayra hanya diam menunggu kelanjutan kalimat pak Ismail.
Pak Ismail kembali duduk di sofa. Dia mengeluarkan sebuah flashdisk dari saku celananya. Menancapkan benda itu pada laptop yang sedang menyala di depannya.
Setelah menunggu beberapa saat...
"Bangsat! Kemana saja kamu, hah?! Apa kamu sengaja menghilang setelah berhasil mempengaruhi Amira? Tunggu pembalasanku. Kamu akan tau akibatnya karena berani ikut campur dalam urusan pribadiku. Kamu harus tau, kalau tidak semudah itu berurusan dengan seorang Ardian Baskara."
"Assalamualaikum, maaf, ini siapa?" Terdengar suara pak Ismail dalam rekaman suara itu.
Terdengar Ardian diam. Mungkin dia sedang berfikir siapa yang menjawab teleponnya.
"Apa anda ayah dari gadis yang punya handphone ini ?" Suara Ardian bertanya pada Pak Ismail.
"Iya, apa anda ada masalah dengan putri saya Ayra?"
"Cih! Jangan sebut namanya. Gue jijik mendengarnya."
"Astagfirullahal'adzim, kenapa anda bilang begitu? Anak saya salah apa sama anda?"
"Tanyakan pada gadis yang sok suci itu. Katakan juga padanya, kalau urusannya dengan gue belum selesai."
Tut.. Tut.. Tut..
Panggilan terputus.
"Astagfirullahal'adzim," serentak Bu Ainun dan Chayra melafadzkan Istighfar.
"Dia bahkan tidak menjawab salam dari Abah." Ucap Bu Ainun kemudian.
"Itu bukan masalah intinya. Laki-laki seperti itu sepertinya tidak terbiasa mengucap maupun membalas salam. Yang Abah butuhkan sekarang adalah kejujuran kamu, Ayra. Karena kita tidak tau apa yang akan dilakukan laki-laki itu kedepannya."
Chayra menundukkan kepalanya. Matanya terasa memanas, mulai terdengar isakan tangis yang agak ditahan.
Bu Ainun mengusap air mata Chayra dengan ibu jarinya. "Apa yang tidak kami ketahui tentang kamu, Nak?"
"Ini bukan masalah pribadi Ayra, Ummi."
"Ceritakan semuanya pada kami, Nak. Kami tidak mau ada masalah kedepannya." Timpal Pak Ismail.
"Sejak pertama kali bertemu dengan Ayra, laki-laki itu sudah kesal sama Ayra."
"Kenapa?" Sela Bu Ainun.
"Ayra tidak mau menjabat tangannya ketika Amira membawanya untuk berkenalan dengan kami."
"Lho, itu kan memang kewajiban kita sebagai orang muslim." Bu Ainun kembali menyela cerita Chayra.
"Ummi jangan menyela terus. Ceritanya Ayra kapan selesai kalau Ummi terus-terusan nyerocos menyela." Tegur pak Ismail.
Bu Ainun mengernyit. Namun, mulutnya langsung diam seketika.
"Bukan hanya itu, Abah, Ummi. Dua hari sebelum Ayra berangkat ke sini. Ayra dan dua teman Ayra yang lain berniat main ke rumah Amira. Tapi..." Chayra menjeda ucapannya. Menatap Pak Ismail dan Bu Ainun secara bergantian. "Kami malah memergokinya sedang begituan." Chayra menundukkan kepalanya. "Dan... parahnya lagi, Ayra yang membuka pintu kamar Amira waktu itu. Mungkin hal itu yang membuat dia benci sama Ayra, Abah."
Bu Ainun yang sudah tidak sabar ingin bertanya lagi, langsung meledakkan suaranya ketika Chayra menjeda ceritanya.
"Maksud kamu, kamu melihatnya sedang hmm..hmm..hmm?" Bu Ainun mengisyaratkan maksudnya dengan menyatukan kedua tangannya.
Chayra mengangguk pelan.
Bu Ainun menutup mulut dengan telapak tangannya. Menggeleng-gelengkan kepalanya tak percaya. Keponakannya yang dia kenal sangat polos pernah melihat adegan yang belum waktunya dia lihat.
Pak Ismail tertegun. Sebenarnya dia juga masih ragu. Tapi, karena yang menceritakan kejadian yang sebenarnya adalah sumber yang sangat bisa di percaya. Dia akhirnya berusaha bersikap tenang. Mereka hanya berulang kali melafalkan Istigfhar karena kaget dengan kejadian yang sebenarnya.
Chayra masih terisak. "Maafkan Ayra, Abah, Ummi."
"Kamu tidak salah, Nak. Sudah, jangan dipikirkan lagi. Kejadian ini sudah lewat." Bu Ainun mencoba menguatkan Chayra dengan mengusap-usap pelan punggung keponakannya.
Pak Ismail kembali bangkit dari duduknya. Berjalan pelan, berdiri di dekat jendela ruang kerjanya. Dia menatap keluar ruangan. "Yang jadi masalahnya sekarang, pria itu mengancam kamu, Nak." Pak Ismail melirik Chayra yang ambruk dalam pelukan Bu Ainun. "Abah takut kalau dia benar-benar menyakitimu."
Chayra dan Bu Ainun hanya diam menyimak apapun kalimat yang keluar dari mulut Pak Ismail.
"Sebenarnya Abah dan Ummimu sempat berencana untuk mencarikan kamu Universitas yang lebih maju. Karena melihat latar belakang pendidikanmu yang berbeda dengan santri di sini. Tapi, kalau begini ceritanya, kita tidak bisa mengambil tindakan."
Chayra melepaskan pelukannya dari Bu Ainun, beralih menatap pak Ismail yang masih menatap keluar jendela. "Ayra nggak apa-apa kok, Abah, kalau harus kuliah di sini. Kan, Abah sendiri yang bilang kemarin sama Ayra, kalau Abah sudah memasukkan nama Ayra di Universitas Pesantren."
"Iya, Nak. Tapi itu kan tidak jadi masalah. Yang jadi masalahnya sekarang adalah ancaman laki-laki itu. Kami tidak mau mengambil resiko dengan mempertaruhkan keselamatanmu."
Bu Ainun mengangguk menyetujui ucapan suaminya. Chayra juga ikut mengangguk.
"Sekarang Abah minta tolong sama kamu, Nak. Kamu cari tau apa yang terjadi pada teman-temanmu. Terutama kekasih laki-laki tadi."
Chayra mengangguk menyetujui ucapan Pak Ismail. Dia minta izin pada Pak Ismail dan Bu Ainun untuk kembali ke kamarnya.
* * *
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 251 Episodes
Comments
Sadiah
hatiku hancur duluan kalau seandainya ayra di perkosa Adrian... jangan smpi ya thorr gak kuat bacanya aku kalau Adrian smpi se nekat itu 😔😟
2022-11-03
0
Baihaqi Sabani
gawat....q bnr2 deg deg gan
2022-07-11
0
Sasa Fitriani
serru...
2022-03-23
0