Pengakuan Ghibran

Chayra menganga tak percaya. "Wah, ternyata Abah juga bisa bilang Sayang?"

Pak Ismail cengengesan mendengar pertanyaan Chayra. Menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal

"Abah sih, tau ada anak di depan, malah gombal." Bu Ainun salah tingkah.

"Ayra sudah dewasa, Ummi. Dia bukan anak-anak lagi." Timpal Pak Ismail.

"Waktu kecil Ayra juga sering mendengar Almarhum Bapak memanggil Ibu dengan Sayang."

Bu Ainun dan Pak Ismail tertegun beberapa saat mendengar ucapan Chayra. Bu Ainun menepuk-nepuk pundak Chayra setelah itu. "Ternyata kamu masih ingat sama Bapak kamu, Nak?"

"Tentu saja, Ummi. Siapa yang akan bisa melupakan sosok ayah sebaik Bapaknya Ayra."

"Ah, iya. Ummi sampai lupa kalau adiknya Ummi itu sangat posesif pada keluarga kecilnya." Bu Ainun kembali menatap suaminya.

"Apa?" Ucap Pak Ismail karena tidak nyaman dengan tatapan mata istrinya.

"Ayra memang bukan anak kecil, Abah. Tapi, itu..." Bu Ainun menunjuk ke arah Amrina yang sedang asyik nonton animasi anak di televisi. Sengaja mengalihkan topik pembicaraan karena tidak mau larut dalam kesedihan. Mengingat Almarhum Arianto akan membuka luka lama lagi.

"Dia sedang sibuk nonton, mana ada dia dengar ucapan Abah tadi." Pak Ismail langsung peka dengan tingkah istrinya. Sudah bisa membaca perubahan raut wajah istrinya.

Chayra hanya menonton perdebatan dua orang tua di depannya.

"Abah nggak pernah mau kalah kalau debat sama Ummi. Padahal, Abah kan salah."

"Abah nggak salah kok, Ummi. Masa manggil istrinya sayang saja nggak boleh?"

Bu Ainun mendengus kesal. "Tau gini nyesel deh, Ummi ngeluarin suara tadi."

"Udah terlanjur, Ummi. Mau nyesel juga nggak ada gunanya."

"Abah!"

"Iya, Sayang..."

"Abah!" Bu Ainun semakin mengencangkan suaranya karena kesal.

"Iya, Sayang..."

Bu Ainun semakin kesal, dia berdiri lalu mencubit kedua pipi suaminya dengan gemas.

"Ampun, Ummi, ampun. Abah khilaf, janji nggak akan menggoda Ummi lagi." Pak Ismail mencoba melepaskan tangan Bu Ainun sambil terus minta ampun.

Amrina yang terganggu karena keributan yang di buat oleh kedua orang tuanya menoleh. Dia membelalakkan matanya. Terkejut melihat Abahnya sedang di siksa oleh Umminya. Dia berlari mendekat dan mencoba melerai.

"Ummi, kenapa mencubit Abah? Kasihan Abah, pasti nanti pipinya bengkak." Ucap gadis itu dengan polos.

Bu Ainun menghentikan aktivitasnya. Menatap putrinya lalu menarik Amrina duduk di atas pangkuannya. "Amrina tau kenapa Ummi mencubit Abah?"

Gadis kecil itu menggeleng.

"Abah nakal sama Ummi, Nak. Abah ganggu Ummi terus dari tadi.

"Apa?!" Amrina turun dari pangkuan Umminya. Berjalan mendekati Pak Ismail lalu duduk di atas pangkuannya. "Abah kenapa nakal?" Tanyanya dengan polos sambil mengusap-usap pipi Abahnya yang tadi di cubit dengan keras oleh Bu Ainun.

Pak Ismail tersenyum menatap putrinya. "Abah kan cuma bercanda sama Ummi, Nak."

"Tapi, Ummi kesal sama Abah. Itu..coba Abah tengok, Ummi cemberut." Amrina menunjuk ke arah Bu Ainun yang memang masih cemberut. Amrina kembali mengusap pipi Abahnya. Tiba-tiba dia mencubit dengan keras kedua pipi Abahnya.

Pak Ismail memekik kesakitan. "Aww, kenapa cubit Abah, Nak?"

Bu Ainun dan Chayra juga terkejut dengan tindakan sepontan Amrina.

Amrina turun dari pangkuan Pak Ismail dan kembali ke pangkuan Umminya. "Itu hukuman buat Abah karena sudah mengganggu Ummi."

Dia memeluk Umminya, tidak mau menatap Abahnya.

Chayra yang dari tadi hanya diam, akhirnya tidak tahan untuk tidak tertawa. "Kasihan sekali Abah. Cup, cup, cup.. jangan nangis, Abah." Chayra beralih menatap Amrina yang terlihat melirik-lirik ke arahnya. "Amrina, balas dendam yang sempurna. Ha..ha.ha.." Ucap Chayra sambil mengacungkan jempol pada Amrina.

Gadis itu ikut mengacungkan jempol. Tapi dia masih nemplok dalam pelukan Umminya.

"Ummi jangan kesal lagi ya sama Abah. Amrina sudah menghukumnya tadi." Sambil mendongak menatap Umminya.

Bu Ainun tersenyum gemas mencium pipi gembul anaknya. "Makasih, Nak. Kamu memang anak berbakti." Bu Ainun cekikikan.

Pak Ismail melongo. "Ummi, siapa yang ajarin Amrina seperti itu?"

"Makanya, Abah jangan coba-coba nakal sama Ummi. Karena pendukungnya Ummi itu banyak. Termasuk Ayra.."

Pak Ismail hanya nyengir kuda sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

* * *

Atas saran dari Pak Ismail malam itu. Akhirnya Chayra membalas surat Ghibran. Sudah berapa

kertas yang dia habiskan. Namun, ujung-ujungnya dia akan meremas kertas itu karena merasa isinya belum cocok.

Chayra menarik nafas dalam. Ini sudah lembar keenam. Apakah dia akan meremasnya lagi. Dia menatap kertas putih bergaris yang masih bersih itu. Belum ada goresan tinta yang mewarnai kertas itu.

Ia kembali menarik nafas dalam. Mengucap basmalah sebelum akhirnya pena di tangannya mulai menggoreskan kata-kata di kertas itu.

Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarokaatuh..

Maaf, kalau Ayra membuat Ustadz menunggu..

Ustadz menanyakan kabar Ayra..

Alhamdulillah, Ayra selalu dalam lindungan yang Maha Mengetahui isi hati hambanya..

Sebelumnya Ayra minta maaf..

Untuk permintaan Ustadz yang kemarin, Ayra tidak berani janji untuk menemui Ustadz..

Tapi, Insya Allah, Ayra akan usahakan untuk bisa datang..

Ayra tidak janji..

Oh, iya, Ayra hampir lupa..

Ustadz Ghibran dapat titipan salam dari Abah..

Chayra Azzahra

_ _ _ _ _

Chayra menatap secarik kertas yang sudah dia lipat sedemikian rupa.Dia sampai mencari tutorialnya di youcube. Dia beberapa kali melipat lalu membongkarnya lagi. Beberapa kali dia gagal, sampai akhirnya mendapatkan hasil yang dia inginkan.

Usai shalat subuh besok, dia berniat akan menitipkan balasannya itu lewat Saras dan Tania. Karena dia tidak akan ke Majelis Ta'lim lagi.

Subuh itu, Chayra celingukan di Masjid Santri. Dia mencari tau keberadaan dua sahabatnya. Tiba-tiba, seorang Santriwati menyapanya dan mengatakan kalau Saras dan Tania menunggunya dan menyiapkan tempat untuknya di barisan paling depan. Chayra tersenyum lalu mengucapkan terimakasih kepada santri itu.

* * *

Jantung Ghibran berdetak kencang. Dia masih menggenggam erat kertas yang diberikan oleh Saras dan Tania tadi. Padahal tadi dia sangat berharap akan berjumpa dengan Zahranya. Dia menatap kertas itu. Memutar-mutar kertas itu di telapak tangannya. Masih ada rasa ragu untuk membukanya. Dia takut, isi surat itu tidak sesuai dengan harapannya. Kembali merenung, menatap kembali kertas itu..

"Bismillahirrahmanirrahim.." Ucapnya sambil membuka dengan hati-hati. Takut tangannya salah, dan kertasnya robek sebelum dibaca isinya. Setelah berhasil membukanya dengan sempurna. Mata Ghibran tertegun. Tangannya agak bergetar membaca isi surat itu.

"Ya Allah, kapan aku akan bisa memeliki gadis ini." Lirihnya pelan. Dia mengusap muka dengan kedua telapak tangannya.

Rudi yang dari tadi pura-pura tidur langsung bangkit. Dia mendekati Ghibran yang masih duduk bersila di atas tempat tidurnya.

Gerakan Rudi tidak membuat Ghibran terusik. Dia malah bangkit berjalan keluar ruangan. Dia terus berjalan menjauh dari Asramanya dan mendekati Asrama Santri Putri.

Rudi terus mengekor di belakang. Mengikuti langkah Ghibran, kemanapun laki-laki itu melangkahkan kakinya.

Rudi mulai tidak nyaman. Karena sepertinya, Ghibran akan menuju Asrama Santri Putri.

"Ghi, ini kita mau kemana?" Tanya sambil mencoba menggapai pundak Ghibran.

"Aku tidak memintamu untuk mengikutiku." Ghibran menjawab tanpa menoleh.

"Tapi kamu sudah melewati batas wilayah."

"Kita ini bukan Santri lagi, Rudi. Kita ini sudah menjadi Pembimbing Adik Santri. Kenapa kamu masih hawatir dengan hal itu?"

"Tapi ini masih pagi. Bahkan tadi kamu tidak ikut menertibkan adik santri. Dan sekarang kamu tiba-tiba muncul di Asrama Santri Putri saat mereka sudah tertib belajar di dalam kelas."

Ghibran menghentikan langkahnya tepat di ujung kolam ikan yang menjadi pembatas masuknya wilayah Santri Putri. Dia bersandar pada pohon mahoni yang berdiri kokoh di sampingnya. Tatapannya langsung tertuju pada tiga orang gadis yang sedang duduk di sebuah gazebo di tengah kolam ikan.

Rudi menatap temannya heran. "Kamu lihat apa?"

"Kamu tau, Rud? Aku jatuh cinta pada sosok gadis yang gemar beristighfar itu." Ghibran menunjuk ke arah tiga gadis yang sedang tertawa sambil menutup mulut mereka.

Tepat saat itu terdengar suara Chayra melafadzkan Istighfar dengan suara yang agak kencang sampai terdengar di telinga kedua pria yang sedang berdiri menatap mereka.

"Subhanallah, Ghi. Kamu benar-benar jatuh cinta pada keponakannya Abah Ismail?' Ucap Rudi pura-pura tidak tau.

Ghibran mengangguk mantap. "Jantungku bahkan terasa mau meledak kalau berada di depannya. Aku bahkan jatuh cinta pada pandangan pertama. Aku jatuh cinta pada semua yang ada pada dirinya. Senyumannya, caranya menjaga pandangannya. Caranya bicara." Ghibran menarik nafas berat. Dia memperbaiki posisi berdirinya. "Aku tak kuasa menahan rasa ini sendiri." Ghibran menepuk pundak Rudi. "Terimakasih sudah menemaniku sejauh ini."

Rudi menyebikkan bibirnya. "Tadi katanya tidak memintaku menemanimu. Sekarang ucaoanmu beda lagi, Ghi. Memang benar kata orang. Kalau seseorang itu sedang jatuh cinta, sifatnya akan berubah seratus delapan puluh derajat."

Ghibran tersenyum sinis. "Kata siapa? Sifatku tidak berubah kok. Cuma aku kurang fokus saja sekarang."

"Nah, itukan. Cuman, kamu terlalu gengsi mengakuinya."

"Ck! Jangan terlalu banyak omong. Ayo, kita kembali."

"Apa kamu sudah puas menatapnya?"

"Aku tidak berani menatapnya terlalu lama. Dia belum halal bagiku. Kalau aku menatapnya terlalu lama setan pasti akan bertepuk tangan gembira."

"Dih, sekarang baru bilang begitu. Dari tadi kau bahkan tidak berkedip saat menatapnya. Setan bukan saja sudah bertepuk tangan melihatmu. Tapi setan juga sudah bertepuk kaki."

Ghibran mengapit kepala Rudi di bawah ketiaknya. "Jangan banyak bicara, Rud. Ayo kita kembali." Ucapnya, menyeret Rudi dengan kepala masih terjepit.

"Ampun, Ghi. Lepaskan aku. Jangan sampai ada orang yang melihatmu melakukan kekerasan kepadaku."

"Nggak akan ada orang yang mendengar kesaksian seorang Rudi Abdiansyah di Pesantren ini." Ghibran melepaskan apitannya.

Rudi bernafas lega, tetapi dia langsung menatap Ghibran dengan sinis. "Kau meremehkan aku, Ghi?"

Ghibran mengangkat bahu. "Entahlah,"

"Ternyata sungguh menyebalkan bicara dengan orang yang sedang jatuh cinta." Rudi langsung mendahului langkah Ghibran. Dia menghentak-hentakkan kakinya seperti anak kecil.

"Ha..ha..ha.. kamu terlihat sangat lucu.."

"Jangan kasih komentar, Ghi. Komentarmu tidak ada gunanya untukku."

Bukannya diam, tawa Ghibran malah semakin pecah. Dia mengejar Rudi yang sudah jauh meninggalkannya.

* * *

Episodes
1 Sebuah Keputusan
2 Ibunya Chayra
3 Pertemuan yang tak seharusnya
4 Curhatan Sahabat
5 Berpamitan
6 Dosa besar Amira
7 Kekecewaan
8 Maaf setelah berdebat
9 Kedatangan Om dan Tante
10 Pertemuan pertama
11 Perasaan itu
12 Cinta dan kagum
13 Ancaman Ardian
14 Kerinduan Ibu
15 Mencari tau
16 Kecelakaan
17 Meminta bertemu
18 Pengakuan Ghibran
19 Kelakuan Ghibran
20 Kekonyolan Rudi
21 Pertemuan (Part 1)
22 Pertemuan (Part 2)
23 Jawaban Untuk Ghibran
24 Kedatangan orang tua Ghibran
25 Ghibran yang nyebelin
26 Permintaan Ummi
27 Makam Bapak
28 Patah hati Se-Asrama
29 Makan malam pertama
30 Chayra Azzahra vs Ghibran Abdullah
31 Temu kangen
32 Bertemu lagi
33 Bersitegang
34 Handphone Amira hilang
35 Chayra diculik
36 Perdebatan
37 Kekejaman Ardian (21+)
38 Chayra yang malang
39 Kemarahan Pak Akmal
40 Sedikit harapan
41 Mencari tau
42 Mencari tau (Part 2)
43 Titik terang
44 Kedatangan Ghibran
45 Ghibran bimbang
46 Kebohongan yang tercipta
47 Ketegangan diantara kedua belah pihak
48 Chayra masuk Rumah Sakit
49 Bimbang
50 Nasehat Zidane untuk Ghibran
51 Ungkapan hati Chayra
52 Keputusan yang menyakitkan
53 Nasehat untuk Ghibran
54 Ardian Baskara
55 Ardian Baskara 2
56 Ardian Baskara 3
57 Kedatangan tamu tak diundang
58 Persiapan
59 Akad nikah
60 Kehidupan baru
61 Tidak ada perubahan
62 Penasaran
63 Perdebatan
64 Penyakit lama kambuh lagi
65 Awal perubahan
66 Terlihat lebih baik
67 Perdebatan yang menghasilkan perubahan
68 Tahap awal
69 Laki-laki menyebalkan
70 Menginap
71 Masalah baru
72 Benar-benar ingin belajar
73 Pijitan menenangkan
74 Debaran hati Ardian Baskara
75 Jalan-jalan
76 Percakapan antara dua pria
77 Menjalankan misi rencana
78 Menghapus kenangan demi kamu
79 Berita untuk Amira
80 Ardian yang keras kepala
81 Menyerahkan diri
82 Memasuki tempat terlarang
83 Sentuhan pertama
84 Jadwal operasi
85 Setelah Operasi
86 Ghibran Abdullah
87 Petuah dari mertua
88 Petuah dari mertua 2
89 Percobaan pertama
90 Ardian bucin
91 Telepon dari Amira
92 Permintaan Ardian
93 Rencana
94 Suami vs mantan
95 Biarkan aku menyimpan rasa ini dalam diam
96 Mencoba melupakan masa lalu
97 Mengetahui kebenarannya
98 Bertemu sahabat lama
99 Saling terbuka
100 Keisengan Chayra
101 Ardian sakit
102 Perubahan yang luar biasa
103 Perbuatan lama terungkap kini
104 Kelapangan hati Ibu mertua
105 Cerita Kakek
106 Pelaku yang sesungguhnya?
107 Bisik-bisik tetangga
108 Pertengkaran berujung manis
109 Karena Tina atau Ghibran?
110 Semua karena Ardian
111 Semua karena Ardian 2
112 Suami siaga atau posesif
113 Nasehat
114 Kedatangan orang yang tidak diinginkan
115 Permintaan aneh?
116 Perjuangan seorang suami
117 Salah siapa?
118 Aku tidak berarti untuknya
119 Penyesalan
120 Berbaikan?
121 Kedatangan Mami
122 Suasana baru
123 Seserahan dari Papi
124 Drama rumah tangga
125 Permintaan aneh
126 Ngidam atau doyan
127 Berdebat dengan Papi
128 Permintaan Ibu
129 Tuduhan buruk Mami
130 Kecewa
131 Semangkuk bubur
132 Chayra sakit
133 Ada hubungan
134 Canggung
135 Beban pikiran Ardian
136 Pesan dari Amira
137 Rencana Zidane
138 Perdebatan para mantan
139 Kerusuhan
140 Rencana Amira
141 Tercapai
142 Ketegasan Pak Akmal
143 Maafkan kebodohan aku, Sayang
144 Berita bahagia tapi membuat dag dig dug
145 Informasi penting
146 Antusiasme Ardian
147 Menuju kebenaran
148 Menuju kebenaran part 2
149 Pertemuan hangat dengan mertua
150 Menuju kebenaran part 3
151 Ikut andil
152 Pesan dari Amira
153 Pertemuan kisruh
154 Terungkap
155 Husein
156 Mengejarnya tidak akan membuatnya kembali padamu
157 Modus menyiapkan koper
158 Drama Ardian
159 Kabar pengobat rindu
160 Atur siasat agar bisa melepas rindu
161 Pesan tak bermoral
162 Semua karena pesan itu
163 Kakek menunjukkan kekuasaan
164 Rencana demi kebaikan
165 Suasana baru
166 Kakek kembali menunjukkan kekuasaan
167 Kebenaran terungkap
168 Menuju sidang
169 Persidangan
170 Hadiah dari Kakek
171 Rencana bekal batin
172 Semangat kerja membuat lupa segalanya
173 Be a great father
174 Nama bayinya siapa
175 Acara Aqiqah sekaligus pemberian nama
176 Suaminya butuh asupan gizi
177 Pesan dari Pak Bos
178 Keluarga besar
179 Tausiyah Mamanya Adzra
180 Lebih baik tidak pakai Asisten
181 Maaf, tekanan darahnya naik
182 Tanggung akibatnya sendiri
183 Drama Korea membuat keringat dingin
184 Sakit perut gara-gara Asisten
185 Jangan coba-coba makan kalau alergi
186 Bohong demi kebaikan
187 Sekali-kali jadi tukang kompor
188 Kalau ditunda bisa naik ke otak
189 Tukang servis juga butuh vitamin
190 Kekurangan vitamin
191 Apa kamu tidak bisa libur
192 Rencana memperbaiki keturunan
193 Diam-diam ubi berisi
194 Menyesal kemudian tak ada gunanya
195 Waktunya tidak tepat
196 Hukumannya puasa satu minggu
197 Ujian kekuatan iman
198 Sama-sama kalah
199 Biasakan mulut berkata yang baik-baik
200 Semakin tinggi pohon semakin kencang angin yang meniupnya
201 MUA amatiran
202 Musibah di tempat pesta
203 Cobaan masih terus berlanjut
204 Rencana pemberantasan pembuat onar
205 Hidupmu pelit
206 Tidak sesuai keinginan
207 Tetap pada keputusan awal
208 Harta tidak akan dibawa mati
209 Sekalian nggak usah ada rambut
210 Kepergok saat memberikan bekal
211 Berita yang menyisakan luka
212 Kepergian Papi
213 Ingin punya anak selusin
214 Biang kerok sebenarnya
215 Fatwa singkat
216 Berdiskusi dengan Dodit
217 Membuat keputusan besar
218 Cerita dibalik layar
219 Air bisa memadamkan api
220 Memilikimu adalah anugerah terindah
221 Nasib yang belum pasti
222 Gara-gara empat kecoa
223 Kecoak takut sama Tokek
224 Pekerjaan itu perlu dinikmati
225 Masa oreantasi jodoh
226 Drama bangun tidur
227 Tak semudah membalikkan telapak tangan
228 Nafkahi orang tua biar rizki berkah
229 Pertemuan yang menyakitkan
230 Sakitnya masih terasa
231 Tanggapi ucapan setiap orang dengan bijak
232 Sudah bahagia tanpa harus akting
233 Kompor hampir meledak
234 Menyadari kesalahan
235 Jangan suka tergesa-gesa
236 Inilah rasanya
237 Orang aneh
238 Bernostalgia
239 Ditembak wanita sangar
240 Mengungkapkan penyebab kegundahan hati
241 Kejutan demi kejutan dari Pak Suami
242 Tausiah untuk orang yang kurang kerjaan
243 Rencana terselubung Ardian
244 Sekak mati untuk Ardian
245 Servis gratis ba'da subuh
246 Berbohong demi kebaikan
247 The real incident
248 Anak itu anugerah bukan musibah
249 Sesuatu yang aneh
250 Dinner Anniversery
251 Ekstra Part
Episodes

Updated 251 Episodes

1
Sebuah Keputusan
2
Ibunya Chayra
3
Pertemuan yang tak seharusnya
4
Curhatan Sahabat
5
Berpamitan
6
Dosa besar Amira
7
Kekecewaan
8
Maaf setelah berdebat
9
Kedatangan Om dan Tante
10
Pertemuan pertama
11
Perasaan itu
12
Cinta dan kagum
13
Ancaman Ardian
14
Kerinduan Ibu
15
Mencari tau
16
Kecelakaan
17
Meminta bertemu
18
Pengakuan Ghibran
19
Kelakuan Ghibran
20
Kekonyolan Rudi
21
Pertemuan (Part 1)
22
Pertemuan (Part 2)
23
Jawaban Untuk Ghibran
24
Kedatangan orang tua Ghibran
25
Ghibran yang nyebelin
26
Permintaan Ummi
27
Makam Bapak
28
Patah hati Se-Asrama
29
Makan malam pertama
30
Chayra Azzahra vs Ghibran Abdullah
31
Temu kangen
32
Bertemu lagi
33
Bersitegang
34
Handphone Amira hilang
35
Chayra diculik
36
Perdebatan
37
Kekejaman Ardian (21+)
38
Chayra yang malang
39
Kemarahan Pak Akmal
40
Sedikit harapan
41
Mencari tau
42
Mencari tau (Part 2)
43
Titik terang
44
Kedatangan Ghibran
45
Ghibran bimbang
46
Kebohongan yang tercipta
47
Ketegangan diantara kedua belah pihak
48
Chayra masuk Rumah Sakit
49
Bimbang
50
Nasehat Zidane untuk Ghibran
51
Ungkapan hati Chayra
52
Keputusan yang menyakitkan
53
Nasehat untuk Ghibran
54
Ardian Baskara
55
Ardian Baskara 2
56
Ardian Baskara 3
57
Kedatangan tamu tak diundang
58
Persiapan
59
Akad nikah
60
Kehidupan baru
61
Tidak ada perubahan
62
Penasaran
63
Perdebatan
64
Penyakit lama kambuh lagi
65
Awal perubahan
66
Terlihat lebih baik
67
Perdebatan yang menghasilkan perubahan
68
Tahap awal
69
Laki-laki menyebalkan
70
Menginap
71
Masalah baru
72
Benar-benar ingin belajar
73
Pijitan menenangkan
74
Debaran hati Ardian Baskara
75
Jalan-jalan
76
Percakapan antara dua pria
77
Menjalankan misi rencana
78
Menghapus kenangan demi kamu
79
Berita untuk Amira
80
Ardian yang keras kepala
81
Menyerahkan diri
82
Memasuki tempat terlarang
83
Sentuhan pertama
84
Jadwal operasi
85
Setelah Operasi
86
Ghibran Abdullah
87
Petuah dari mertua
88
Petuah dari mertua 2
89
Percobaan pertama
90
Ardian bucin
91
Telepon dari Amira
92
Permintaan Ardian
93
Rencana
94
Suami vs mantan
95
Biarkan aku menyimpan rasa ini dalam diam
96
Mencoba melupakan masa lalu
97
Mengetahui kebenarannya
98
Bertemu sahabat lama
99
Saling terbuka
100
Keisengan Chayra
101
Ardian sakit
102
Perubahan yang luar biasa
103
Perbuatan lama terungkap kini
104
Kelapangan hati Ibu mertua
105
Cerita Kakek
106
Pelaku yang sesungguhnya?
107
Bisik-bisik tetangga
108
Pertengkaran berujung manis
109
Karena Tina atau Ghibran?
110
Semua karena Ardian
111
Semua karena Ardian 2
112
Suami siaga atau posesif
113
Nasehat
114
Kedatangan orang yang tidak diinginkan
115
Permintaan aneh?
116
Perjuangan seorang suami
117
Salah siapa?
118
Aku tidak berarti untuknya
119
Penyesalan
120
Berbaikan?
121
Kedatangan Mami
122
Suasana baru
123
Seserahan dari Papi
124
Drama rumah tangga
125
Permintaan aneh
126
Ngidam atau doyan
127
Berdebat dengan Papi
128
Permintaan Ibu
129
Tuduhan buruk Mami
130
Kecewa
131
Semangkuk bubur
132
Chayra sakit
133
Ada hubungan
134
Canggung
135
Beban pikiran Ardian
136
Pesan dari Amira
137
Rencana Zidane
138
Perdebatan para mantan
139
Kerusuhan
140
Rencana Amira
141
Tercapai
142
Ketegasan Pak Akmal
143
Maafkan kebodohan aku, Sayang
144
Berita bahagia tapi membuat dag dig dug
145
Informasi penting
146
Antusiasme Ardian
147
Menuju kebenaran
148
Menuju kebenaran part 2
149
Pertemuan hangat dengan mertua
150
Menuju kebenaran part 3
151
Ikut andil
152
Pesan dari Amira
153
Pertemuan kisruh
154
Terungkap
155
Husein
156
Mengejarnya tidak akan membuatnya kembali padamu
157
Modus menyiapkan koper
158
Drama Ardian
159
Kabar pengobat rindu
160
Atur siasat agar bisa melepas rindu
161
Pesan tak bermoral
162
Semua karena pesan itu
163
Kakek menunjukkan kekuasaan
164
Rencana demi kebaikan
165
Suasana baru
166
Kakek kembali menunjukkan kekuasaan
167
Kebenaran terungkap
168
Menuju sidang
169
Persidangan
170
Hadiah dari Kakek
171
Rencana bekal batin
172
Semangat kerja membuat lupa segalanya
173
Be a great father
174
Nama bayinya siapa
175
Acara Aqiqah sekaligus pemberian nama
176
Suaminya butuh asupan gizi
177
Pesan dari Pak Bos
178
Keluarga besar
179
Tausiyah Mamanya Adzra
180
Lebih baik tidak pakai Asisten
181
Maaf, tekanan darahnya naik
182
Tanggung akibatnya sendiri
183
Drama Korea membuat keringat dingin
184
Sakit perut gara-gara Asisten
185
Jangan coba-coba makan kalau alergi
186
Bohong demi kebaikan
187
Sekali-kali jadi tukang kompor
188
Kalau ditunda bisa naik ke otak
189
Tukang servis juga butuh vitamin
190
Kekurangan vitamin
191
Apa kamu tidak bisa libur
192
Rencana memperbaiki keturunan
193
Diam-diam ubi berisi
194
Menyesal kemudian tak ada gunanya
195
Waktunya tidak tepat
196
Hukumannya puasa satu minggu
197
Ujian kekuatan iman
198
Sama-sama kalah
199
Biasakan mulut berkata yang baik-baik
200
Semakin tinggi pohon semakin kencang angin yang meniupnya
201
MUA amatiran
202
Musibah di tempat pesta
203
Cobaan masih terus berlanjut
204
Rencana pemberantasan pembuat onar
205
Hidupmu pelit
206
Tidak sesuai keinginan
207
Tetap pada keputusan awal
208
Harta tidak akan dibawa mati
209
Sekalian nggak usah ada rambut
210
Kepergok saat memberikan bekal
211
Berita yang menyisakan luka
212
Kepergian Papi
213
Ingin punya anak selusin
214
Biang kerok sebenarnya
215
Fatwa singkat
216
Berdiskusi dengan Dodit
217
Membuat keputusan besar
218
Cerita dibalik layar
219
Air bisa memadamkan api
220
Memilikimu adalah anugerah terindah
221
Nasib yang belum pasti
222
Gara-gara empat kecoa
223
Kecoak takut sama Tokek
224
Pekerjaan itu perlu dinikmati
225
Masa oreantasi jodoh
226
Drama bangun tidur
227
Tak semudah membalikkan telapak tangan
228
Nafkahi orang tua biar rizki berkah
229
Pertemuan yang menyakitkan
230
Sakitnya masih terasa
231
Tanggapi ucapan setiap orang dengan bijak
232
Sudah bahagia tanpa harus akting
233
Kompor hampir meledak
234
Menyadari kesalahan
235
Jangan suka tergesa-gesa
236
Inilah rasanya
237
Orang aneh
238
Bernostalgia
239
Ditembak wanita sangar
240
Mengungkapkan penyebab kegundahan hati
241
Kejutan demi kejutan dari Pak Suami
242
Tausiah untuk orang yang kurang kerjaan
243
Rencana terselubung Ardian
244
Sekak mati untuk Ardian
245
Servis gratis ba'da subuh
246
Berbohong demi kebaikan
247
The real incident
248
Anak itu anugerah bukan musibah
249
Sesuatu yang aneh
250
Dinner Anniversery
251
Ekstra Part

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!