Bukan Yang Pertama
Shofia, nama yang simpel seperti orangnya. Menikah dengan Hanif Manager di perusahaan pariwisata. Mereka sangat bahagia dengan pernikahannya. Yang sudah berjalan 7 tahun dan mempunyai seorang putri bernama Naina.
Pernikahan yang sangat harmonis dan selalu mendapat pujian dari sahabat dan tetangga, karena hubungannya yang sangat mesra dan harmonis. Sehingga banyak tetangga yang iri.
Tapi itu hanya di mata mereka, yang menjalani adalah Shofia dan Hanif, pertengkaran diantar mereka terus terjadi, saat Shofia tahu jika suaminya memberikan separuh gajinya untuk Ibu Ani, mertuanya
Setiap Shofia bertanya jawabannya selalu sama, hanya menitipkan ke ibunya. Shofia merasa tidak di anggap, kerana tidak mempunyai hak atas apa yang menjadi haknya.
Gaji Hanif lumayan besar, 25 juta perbulan. 12,5 juta di berikan kepada Ibu Ani, alasan di titipkan. Sedangkan 3 juta untuk Shofia, entah kemana lagi, Shofia tidak berani bertanya semua.
Yang dia rasakan saat ini hanya sakit hati, karena merasa tidak di hargai. Semua kebutuhan rumah tangga harus di bebankan kepada Shofia. Membuat Shofia bingung mengatur keuangannya.
Malam itu, Shofia tidak memasak. Karena stok makanan sudah habis. Padahal masih kurang 5 hari jatah bulanannya.
Susu untuk Naina pun sudah tinggal sedikit. Naina yang masih berumur 4 tahun, dia masih minum susu formula.
Pukul 21.30, Hanif datang, dia langsung membuka tutup saji di meja makan.
“Shofiaaaaaa.” Teriak Hanif, yang membuat Shofia terkejut, begitu juga Naina.
Dia berlari keluar kamar, meninggalkan Naina sendirian.
“Ada Apa Mas?” Tanya Shofia heran.
“Kenapa tidak memasak? Aku lapar tahu! Pulang kerja bukannya langsung ada makanan di meja. Ini kok hanya piring saja.”
“Uangnya habis Mas. Saya tidak ada uang sama sekali untuk belanja.” Ujar Shofia sedih, dengan mata berkaca-kaca.
“Kamu bilang habis? Uang 3 juta satu bulan bisa kurang. Kamu tidak lagi foya-foya kan? Seharusnya kamu bisa ngirit. Bagaimana kamu bisa punya simpanan, kalau kamu boros seperti itu. “ Ujar Hanif marah, tanpa bertanya baik-baik.
“Mas, selama ini aku sudah sabar, meski kurang aku diam. Tapi sekarang banyak kepentingan Mas. Aku harus dapat dari mana, keperluan sekolah Naina dan jajan Naina. Belum lagi bayar air dan listrik. Kamu kenapa berpikir aku memakai uang kamu buat foya-foya. Tega kamu Mas.” Shofia tidak dapat menahan tangisnya.
Hanif langsung masuk kamar, tanpa menjawab. Shofia mengambil buku catatan pengeluaran. Lalu menyusul kekamar.
“Ini Mas. Biar kamu tahu pengeluaran kita. Aku malas untuk ribut masalah seperti ini Mas. Tapi sekarang aku tidak tahan terus di tuduh boros dan foya-foya.”
Setelah meletakkan buku di dekat Hanif, Shofia keluar dia kembali lagi kekamar Naina. Perasaan kesal masih ada, membuat Shofia tidak mau menemani suaminya. Karena Shofia tahu watak Hanif keras. Jika marah tidak bisa selesai dalam hitungan jam terkadang bisa berhari-hari.
“Aku harus bekerja, biar Naina aku titipkan pada Ibuku. Entah itu dosa atau tidak, aku lelah seperti ini, selalu di salahkan.” Shofia menangis, melihat putri kecilnya yang lucu, membuat Shofia sedih.
Keesokan harinya. Saat bangun untuk sholat Shubuh, Shofia tidak melihat suaminya dikamar, entah kemana perginya Hanif.
Shofia tidak terlalu memikirkan kepergian suaminya. Bukan dia tidak perduli. Tapi suaminya memang sering pergi tanpa berpamitan.
Merasa lelah dengan kehidupan yang terus menyalahkan dirinya. Membuat Shofia nekat untuk benar-benar bekerja. Shofia mengambil map warna merah di rak bukunya. Di buka map itu, dan di ambil satu lembar ijazah S1 Akuntansi.
Shofia tersenyum, dia bukan malas membantu suami untuk bekerja. Dia bukan wanita tidak berpendidikan. Tapi Shofia tinggalkan semua prestasi dan kepintarannya demi permintaan suami, dan memilih menjadi ibu rumah tangga.
Saat masih baru menikah tidak terpikir oleh Shofia akan hidup seperti ini saat suami mulai berubah. Tidak terpikir di benak Shofia jika Hanif sudah sangat berubah. Entah ada apa dengan Hanif selama 7 tahun menikah sikapnya berubah menjadi lebih dingin sejak 3 tahun lalu.
Setiap Shofia tanya jawaban selalu sama. Separuh gajinya di titipkan pada Ibunya. Shofia masih bisa memahami, tapi lama kelamaan Shofia menjadi sakit hati dengan sikap suaminya.
Karena kebutuhan hidup yang bertambah. Sedangkan jatah bulanan yang berkurang.
“Assalamualaikum, Ibu.” Pagi sekali Shofia sudah ada di depan rumah sang Ibu bersama Naina.
“Waalaikumsalam,” Ibu Naflah tersenyum melihat Shofia dan Naina.
Ibu Naflah seorang Janda karena Bapak Nafi meninggal dunia. Saat Shofia umur 15 tahun. Meski tidak bekerja, ada tunjangan dari kantor untuk Ibu Naflah. Sehingga ibu Naflah tidak pernah merepotkan Shofia untuk urusan makan.
Shofia hanya sendirian, dia tidak punya saudara. Beruntung sekali rumah yang di beli suami Shofia dekat dengan rumah Ibu Naflah.
“Ibu, Shofia mau titip Naina.” Sambil menuju ruang tamu.
“Iya, tapi ada acara apa Nak? Tumben sekali.”
“Shofia mau kerja Ibu.” Ujar Shofia berusaha tersenyum dihadapan ibunya. Tapi sebagai seorang ibu, nalurinya kuat. Ibu Naflah tahu Shofia sedang ada masalah. Tapi Ibu Naflah diam tidak ingin bertanya karena anaknya sudah berumah tangga. Dan membiarkan menyelesaikan urusannya sendiri. Buka tidak ingin tahu,tapi dalam pernikahan tidak baik menceritakan tentang rumah tangganya kepada siapa pun itu.
“Tidak apa-apa Ibu. Shofia rasa Naina sudah tambah besar. Mas Hanif kan juga butuh uang buat nabung, demi masa depan kita. Yah setidaknya Shofia bisa bantu untuk tambah uang belanja.” Jelas Shofia, yang masih menutupi kelakuan suaminya.
“Kamu bawa mobil saja Nak. Itu kan juga mobil kamu, kelamaan tidak di pakai kasihan. Apalagi ibu juga tidak bisa bawa mobil.” Ujar Ibu Naflah.
Mobil jazz peninggalan almarhum Bapak Nafi. Meski keluaran pertama, tapi masih bagus dan terawat. Sejak Shofia menikah mobil itu tidak dipakai. Karena Hanif mempunyai mobil sendiri.
“Iya Ibu. Apalagi musim hujan. Kalau begitu Shofia pergi ya Ibu.”
“Hati-hati ya Nak. Semoga di mudahkan.”
“Amin. Naina, mama kerja dulu sayang, biar Naina bisa beli apa yang Naina mau. Jangan nakal ya sayang.”
“Iya Ma.” Jawab Naina senang.
“Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Shofia berangkat dengan mengendarai mobil Jazznya. Menuju area perkantoran. Saat parkir mobil, tanpa sengaja Mobil Shofia menyerempet kaca spion mobil di sebelah kanannya.
“Astagfirullah, ada-ada saja.”
Shofia turun, dan menemui satpam. Menyampaikan kepada satpam jika ada yang beratnya masalah mobilnya suruh langsung menghubungi Shofia. Sambil memberikan nomer telfon Shofia.
Urusan selesai menemui satpam. Shofia langsung kebagian informasi menitipkan surat lamaran. Dari kantor ke kantor yang lain, Shofia menitipkan lamaran. Setelah itu Shofia pulang. Yang dia harapkan semoga lamarannya di terima. Dan berharap pemilik mobil Pajero hitam bukan orang sadis, yang akan marah besar kepada Shofia.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
sakura
...
2023-09-07
0
maura shi
g masuk akal,gaji 25jt,d kasih ibu 12,5jt,d kasih bini 3jt,sebodoh2nya istri pasti curiga sisa uangnya d kemanakan,g cm diem pasrah gitu aja
2022-04-04
0
NasyafaAurelia🐧
jatah 3 juta dipertanyakan situ sehattt ?????
2021-10-22
0