Setelah pulang dari kantor, Shofia langsung menemui Karin di Cafe Pelangi. Tempat favorit Shofia. Ternyata Shofia sudah lebih awal sampai di Cafe. Shofia langsung menghampiri Karin.
“Sudah lama menunggu?”
“Baru saja sampai. Kamu baik-baik saja kan?”
“Sedikit tidak baik,”
“Maksud kamu?”
“Ternyata Mas Hanif berbohong, Ibu tidak pernah di titipin uang. Bahkan Mas Hanif berbohong, kalau Mas Hanif bermalam di sana, pasti mengatakan kalau aku sedang menjaga Ibuku. Kenapa harus dengan kebohongan? Padahal selama ini aku tidak boros dan tidak berfoya-foya. Aku memakai uang seperti biasanya, tidak pernah membeli baju atau bedak mahal untuk memanjakan diriku. Sampai-sampai Ibuku saja tidak pernah mendapat bagian uang. Sakit rasanya, Karin.” Shofia terisak. Dia sangat terpukul dengan kebohongan Hanif yang selama ini membohongi dirinya dan juga memfitnah Ibunya sendiri.
“Kamu harus sabar menghadapi ini semua, sekarang kita harus mencari kebenarannya. Apa yang sebenarnya terjadi terhadap suami kamu? aku tidak ingin kamu salah paham ataupun menuduh yang tidak-tidak, karena itu berakibat fatal untuk diri kamu sendiri. Dan kamu akan merasa tersakiti, bahkan kamu akan merasa terbebani dengan kebohongan Hanif. Sekarang sebelum kamu tahu kebenarannya kamu harus bersikap seperti biasanya dan ingat kamu pernah bilang kalau kamu ingin memperjuangkan nya demi anak kamu. Aku bukan tidak memihak kamu, tapi aku tahu rasanya tanpa seorang Papa. Dan saat Mama rujuk kembali, aku sangat bahagia.” Tanpa terasa Karin juga meneteskan air mata.
Shofia memegang tangan Karin, tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.
“Aku berjanji akan mencari tahu kebenarannya dulu, aku akan berusaha memperjuangkan rumah tanggaku. Aku berharap Mas Hanif berubah, semoga dia juga mau memperjuangkan hubungan ini. Terimakasih kamu memberikan saran yang terbaik untukku. Kamu tidak bersalah dan aku tahu Naina akan merasakan kehilangan seorang ayah jika aku berpisah dari Mas Hanif, tanpa kebenaran yang jelas diantara kita. Sekali lagi terimakasih atas semua dukunganya. Karena kamu, aku kuat. Sahabatku yang terbaik, dari dulu kamu selalu membuatku tersenyum saat aku sedih.” Karin merangkul Shofia.
“Kamu harus menyuruh orang untuk memata-matai Hanif,”
“Caranya?”
“Kita cari seseorang untuk mengikuti Hanif, tanpa harus Hanif curiga. Masalah uang untuk bayar orang suruhan, aku yang akan atur. Dan kamu jangan merasa punya hutang.”
“Kenapa harus kamu?”
“Kamu kan baru kerja, belum gajian. Biar aku yang tangguh semuanya.”
“Kamu salah, justru tadi aku dapat bonus dari Bos.” Ujar Shofia sambil mengeluarkan cek yang tertulis 15 juta.
Karin tersenyum, dia tahu sahabatnya itu pintar dan dapat dihandalkan. Bahkan dia mampu berdebat dengan gurunya waktu SMA dulu.
“Kamu tetap Shofia yang jenius. Aku kagum sama kamu.”
“Semoga terus seperti ini, biar aku tidak di remehkan oleh Mas Hanif.”
“Baiklah kita sekarang pulang, kamu harus bersikap baik kepada Hanif, telfon dia suruh pulang. Untuk urusan penyelidikan biar aku yang atur.” Karin memberikan semangat. Shofia tersenyum,
“Sekali lagi terimakasih.”
“Sama-sama, ayo kita pulang.”
Mereka langsung berdiri, melangkah pergi meninggalkan Cafe. Berpisah diparkiran, mobil. Karena tujuan mereka kearah yang berbeda.
Shofia sudah jauh meninggalkan Cafe. Begitu juga Karin, dia langsung menemui seorang laki-laki, yang tak lain adalah Rakha pacar Karin.
Sesampainya dirumah Rakha, Karin langsung mengetuk pintu, tidak menunggu lama pintu pun terbuka.
“Assalamualaikum, selamat sore Tante, Mas Rakha ada?”
“Waalaikumsalam, sore juga, eh Nak Karin. Silahkan masuk, baru saja Rakha datang, tapi kayaknya mau pergi lagi.”
“Terimakasih, Tante.” Karin masuk dan duduk diruang tamu.
Ibu Elma masuk memanggil Rakha, tak lama kemudian Rakha keluar masih memakai pakaian polisinya.
Rakha adalah seorang polisi, dia tinggal berdua saja dengan Ibunya, karena Bapaknya meninggal. Sejak masih umur 12 tahun. Rakha dan Karin baru satu tahun kenal, tapi semua keluarga sudah sama-sama setuju dengan hubungan itu, karena umur juga sudah lebih dari cukup untuk menuju ke jenjang pernikahan.
“Tumben tidak telfon dulu kalau mau datang, untung belum pergi.”
“Apa Mas mau pergi tugas?”
“Iya satu jam lagi, makanya tidak ganti baju. Ada apa?”
“Boleh minta tolong?”
“Minta tolong apa?”
Karin menjelaskan semuanya, dari awal sampai akhir, Rakha langsung paham dengan maksud cerita Karin.
“Kirim foto, alamat kantor Mas suruh penyelidik khusus, biar cepat selesai masalahnya.”
“Mas, kira-kira berapa biayanya? Temanku juga baru kerja, aku bantu dia kalau mahal, kasihan juga dia.”
“Apa dia teman dekat kamu?”
“Iya Mas, dia sahabatku sejak SMP sampai SMA, kita sudah seperti saudara. Lama tidak bertemu ternyata kehidupan rumah tangganya tidak harmonis.”
“Demi kamu, gratis. Biar Mas yang bayarin.” Jawab Rakha tersenyum juga. Karena Rakha laki-laki yang berwajah serius. Jika tersenyum bisa dibilang jarang. Tapi Karin nyaman bersama Rakha. Karena Rakha laki-laki baik dan pengertian. Meski tegas dan disiplin tapi Karin bahagia pacaran dengan Rakha.
“Makasih Mas.” Rakha mengangguk.
“Sudah cepat pulang. Tidak usah jalan kemana-mana lagi. Urusan teman kamu biar Mas yang atur.”
“Baik Mas. Karin pulang ya.”
“Hati-hati,”
“Salam sama Ibu,”
“Iya, sepertinya Ibu di lantai dia masih sholat.”
“Ya sudah pulang dulu. Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Semua rencana berjalan lancar. Karin tersenyum senang. Dia bisa membantu Shofia, berharap yang terbaik, Hanif tidak selingkuh. Dan bisa menjadi lebih baik lagi, setelah tahu apa yang membuat Hanif berubah. Karin berharap Hanif bisa bersikap baik dan jujur kepada Shofia.
Tanpa terasa Karin sudah sampai, setelah mobil diparkirkan, Karin langsung nyelonong masuk. Ternyata Ibu Ainun dan Bapak Aris sudah menunggu di ruang keluarga.
“Assalamualaikum, Papa, Mama."
“Waalaikumsalam.” Jawab Bapak Aris dan Ibu Mely.
“Mana Teman kamu? Katanya mau kesini Mama kangen sama Shofia. “
“Shofia?” namanya tidak asing.”
“Lupa Karin mau cerita sama Papa.”
“Masalah apa?”
“Shofia Itu kan yang sekarang jadi asisten Bapak Fakhri!.”
“Yang bener? Ternyata dia teman baik kamu.”
“Iya, Pa.”
“Kenapa tidak jadi kesini?”
“Dia lagi banyak masalah.” Karin bercerita tentang masalah Shofia, Bapak Aris merangkul putrinya.
“Semoga masih bisa di perbaiki. Biar kehidupan keluarganya tidak seperti Mama, dan Papa. Akhirnya Papa menyesal. Meninggalkan kalian.” Ujar Bapak Aris dengan mata berkaca-kaca.
“Apapun alasannya semoga Shofia bisa menyelesaikan masalahnya.” Sambung Ibu Mely
“Amin.”
Perceraian adalah hal yang paling menakutkan bagi seorang anak. Tapi terkadang mereka dengan mudah membiarkan rumah tangganya hancur dalam hitungan detik. Tidak menoleh bagaimana nasib seorang anak. Tidak juga berpikir bagaimana batin seorang anak. Tetapi, semua tergantung permasalahannya, yang mempunyai masalah berbeda-beda. Ada masalah yang benar-benar bisa di selesaikan. Ada pula masalah yang sangat fatal, yang tidak bisa di perjuangkan. Dan semua sudah Tuhan atur sesuai skenario masing-masing, kita hanya perlu berusaha, selebihnya Allah yang akan mengaturnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Sari Kasih
sepertnya ibu dilantai lagi sholat emang kalo engga dilantai sholatnya dimana di langit cek lagi kata katanya
2021-10-02
0
Mawar Berduri
syukur lah Sopia masih banyak orang yang membela dan menyayangi mu
2021-06-06
2
Atthaya Nasyauqi Munafisa
Tu mama nya Karin nmanya ainun atau mely
2021-05-29
1