Shofia bahagia, karena mendapat panggilan kerja, dari sebuah perusahaan ternama. Yang ada di benak Shofia hanya bekerja mencari uang, demi masa depan Naina.
Sudah dua hari Hanif tidak pulang kerumah. Seperti biasa jika marah akan tinggal di rumah ibunya. Shofia tidak perduli akan itu, walau sakit hati atas perlakuan Hanif yang tidak menghargai Shofia. Tapi Shofia berusaha kuat, tidak menelpon Hanif. Shofia, tidak ingin memaksa, seperti mengemis meminta Hanif pulang, jika yang ada Shofia akan di bentak.
Dua hari pula pemilik mobil Pajero itu tidak ada kabar. Shofia merasa heran, karena pemilik itu tidak marah mobilnya rusak.
“Ah, sudahlah. Aku tidak mau pusing mikirin masalah mobil. Jika mintak ganti aku ganti. Jika tidak, mungkin itu rejeki buatku,” Guman Shofia sambil menyetir menuju kantor PT FAKHRI JAYA GROUP. Sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pariwisata.
Setelah proses interview selesai, Shofia pun di nyatakan lulus interview. Shofia pun di minta bekerja keesokan harinya.
Perasaan bahagia, akhirnya Shofia menjabat sebagai sekretaris di kantor barunya. Dengan gaji yang lumayan besar. Hampir sama dengan gaji Hanif.
Ada tetes air yang membasahi pipi Shofia. Ucapan syukur yang tak henti-hentinya. Akhirnya keinginannya untuk bekerja pun tercapai.
Jika Kita meminta dengan khusuk dan ikhlas, menjalani hidup susah setiap saat, maka dengan mudah Tuhan berikan jalan.
Saat di lampu merah terakhir menuju rumah Shofia, tanpa sengaja Shofia melihat Hanif, bersama seorang wanita masuk kedalam sebuah Cafe. Tapi Shofia tidak terlalu memikirkan itu, karena Shofia tidak pernah cemburu. Yang dia tahu Hanif hanya patuh dan takut pada ibunya. Untuk urusan selingkuh Hanif tidak berani melakukannya.
“Mungkin rekan kerjanya.” Batin Shofia.
Tapi kenapa dadanya terasa sakit saat melihat suaminya berjalan beriringan dengan seorang wanita.
Tak terasa Shofia sudah sampai, dia langsung turun, dan di sambut hangat oleh Naina dan Ibu Naflah. Senyuman Naina adalah obat untuk Shofia. Begitu juga kasih sayang Ibu Naflah yang masih menganggap Shofia tidak bersuami.
“Ibu, nanti malam Shofia bermalam disini ya bu, soalnya Mas Hanif rapat keluar kota.”
“Iya Nak. Kapan saja kamu mau bermalam terserah kamu. Tapi dengan izin suami kamu.”
“Iya, Ibu. Nanti malam Shofia keluar sebentar, titip Naina lagi ya Bu.”
“Iya Nak. Kamu tidak perlu bilang titip, Naina cucu Ibu. Jadi dia seperti kamu bagi Ibu.”
“Terimakasih Ibu.”
“Sekarang kamu makan dulu. Ibu masak kesukaan kamu.”
Shofia tersenyum, di balik sakit hati dan ketidak berdayaan atas sikap Hanif membuat Shofia lebih terhibur tinggal dengan Ibu Naflah.
●●●●●●●》
Sore hari, Shofia keluar lagi dengan membawa mobilnya. Entah apa yang ingin dia cari, tapi Shofia memarkirkan mobilnya di kantor Hanif.
Sudah hampir 5 tahun Shofia tidak datang ke kantor Hanif, semenjak hamil dan melahirkan. Shofia lebih suka di rumah. Tapi saat ini Shofia ingin bertemu Hanif, saat di depan ruangan Hanif. Shofia bertemu seorang wanita yang baru saja keluar dari ruang Hanif. Melihat pakaian yang di pakai, tidak seperti layaknya seorang karyawan. Pakaian yang minim dan sexi, membuat laki-laki yang melihat pasti tergoda.
“Siapa wanita itu?” Batin Shofia.
Shofia cepat-cepat mengetuk pintu ruangan Hanif. Suara Hanif terdengar keras, memerintahkan masuk.
“Mas!” Hanif terlihat terkejut. Saat melihat Shofia datang.
“Sejak kapan kamu didepan ruanganku?” Tanya Hanif seperti menyelidiki.
“Baru saja Mas.” Jawab Shofia, pura-pura tidak tahu jika ada wanita sexi keluar dari ruangannya.
“Duduk, ada apa?” pertanyaan Hanif seakan tidak punya beban tanggung jawab setelah dua hari tidak pulang.
“Aku besok mulai kerja, Naina aku titipkan Ibu.”
“Emang kamu mampu membagi waktu untuk bekerja dan keluarga kamu?” Tanya Hanif dingin. Seakan meremehkan Shofia. Padahal jelas Hanif tidak adil memberikan jatah bulanan kepada Shofia.
“Insyaallah, jika Aku tidak bekerja, apa yang akan buat tambahan belanja, sedangkan aku tidak punya jatah cukup. Aku hanya ingin membantumu mengurangi bebanmu menafkahi aku.” Jawab Shofia tegas. Tapi sebenarnya Shofia ingin menangis.
Percuma, karena Hanif tidak akan iba. Yang ada Shofia akan ditertawakan. Hanif merasa tidak pernah adil, wajahnya merah, ada marah yang menguasai Hanif.
“Seorang istri yang baik tidak akan membangkang suami dan tidak akan mengeluh berapun yang di terima. Tapi kamu, terus mengeluh dengan jatah bulanan. Lantas kapan kamu mau belajar menjadi istri sholehah.”
Ucapnya kasar, sangat menyakitkan hati Shofia.
“Mas, wanita sholehah itu belajar dari tingkah dan sikap suami. Dan belajar dari keberadaan suami. Jika kebutuhan lahir terpenuhi dan kebutuhan batin juga tidak tersakiti. Wanita itu akan dengan sendirinya mengerti. Aku tidak pernah menyelewengkan uangmu. Selama ini aku tidak pernah kamu ajak shopping atau makan di restoran mewah. Aku diam tidak menuntut banyak. Tapi apa yang kamu lakukan? Perlakuan tidak adil yang membuatku tertekan, kekurangan, bahkan Naina ingin beli mainan saja tidak pernah aku turuti. Sekarang kamu mengatakan aku bukan wanita sholehah. Silahkan, aku capek hidup di bohongi dalam ketidak adilan.”Jawab Shofia yang tidak mampu menahan tangisnya.
“Belajar dari siapa kamu berani melawan?” Teriak Hanif semakin tidak terkontrol.
“Kamu!” Jawab Shofia yang tidak mampu meredam amarahnya.
“Baik, karena kamu berani melawanku jangan harap aku akan memberikan jatah bulanan kepadamu, dan aku akan lihat sampai dimana kemampuan kamu tanpa uang dariku. Belum tentu gaji mu cukup untuk kehidupan kamu.” Ujar Hanif marah.
“Mas pikir jabatanku rendah? Salah besar, lihat keberhasilanku, Mas. Dan kamu sudah membuat aku tersakiti untuk kesekian kalinya.” Ujar Shofia, lalu pergi. sebelum keluar dari pintu Hanif berteriak.
“Istri Durhaka kamu Shofia.” Ujar Hanif sangat marah. Tapi Shofia tidak menoleh. Dia terus melangkah pergi, rasa sakit pada dirinya. Ucapan Hanif tidak mencerminkan suami yang bertanggung jawab.
Shofia juga cantik, kesederhanaan Shofia tidak perlu berdandan jika untuk memikat laki-laki. Tapi entah apa yang membuat mata Hanif tertutup.
Saat semua sudah berjalan sesuai keinginan Hanif, saat itu Shofia sadar jika dirinya telah di permainkan. Dianggap wanita bodoh, yang tidak pernah bisa berubah. Tapi Hanif salah. Semua telah Shofia lalui. Kesedihan Yang terus di berikan Hanif membuat Shofia tidak ingin terus menunggu nafkah yang pas dan kadang kurang. Yang ada hanya hinaan dan perkataan kasar, jika Shofia menuntut nafkah lebih.
Shofia merebahkan tubuhnya. Badannya terasa lelah, berharap yang terbaik untuk masa depannya. Meski Shofia tidak pernah melihat titik terang dalam hubungan Shofia dan Hanif.
Bersabar dan terus berusaha ikhlas. Tapi, saat terlontar cacian untuk Shofia, saat itu juga Shofia tidak berdaya. Sakit semakin sakit, perih semakin perih, luka yang tidak pernah sembuh karena di siram air garam. Sakit sungguh teramat sakit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Siti Nur Dianti
shofia wanita hebat dan bijak🥰
2022-09-03
0
maura shi
hay hay guys,kalo uda ada suami yg mampu mencela istri d depan org lain itu tandanya sudah g ada lg rasa sayang sm istri,dan istri patut bt angkat kaki dr suaminya,apalagi banding2in istri dgn wanita d luar sana huwaaa uda jelas isi otak suami konslet
2022-04-04
0
Nur Ain
hahaha BG mak konon...
2021-12-03
0