Hari ini, Hanif bener-bener pulang kerumah. Setelah menjemput Shofia dan Naina mereka pulang. Ibu Naflah sangat bahagia, melihat putrinya sudah akur kembali. Begitu juga Naina sangat bahagia melihat Papa nya pulang.
Shofia tidak banyak bicara, dia langsung memasak makan malam. Tentunya dengan uang pribadinya, yang dia dapat dari meminjam pada sahabatnya yaitu Melati.
Setelah masakan sudah tertata di meja. Shofia memanggil Hanif dikamar, yang tengah asik dengan Handphonenya.
“Mas, makan malam sudah siap,” Panggil Shofia pelan
“Iya.”
Hanif segera keruang makan. Shofia langsung mengambil nasi untuk Hanif, dan menyuapi Naina.
Naina sangat lahap sekali, mungkin karena ada Hanif saat ini. Seorang anak paling bahagia saat kedua orang tuanya bersama. Dan anak kecil paling kuat ikatan batinnya.
Selesai makan, Naina meminta Papa nya menemani di kamarnya. Hanif pun menurut, dia memang kangen kepada putrinya.
Banyak yang dibicarakan oleh Naina, membuat Hanif tertawa. Shofia mendengar percakapan antara anak dan ayah itu. Sungguh akrab, tapi entah kenapa perubahan Hanif sangat drastis, dari penuh kasih sayang sampai jadi pemarah, dan mengatur keuangan Shofia.
Jam menunjukkan pukul 22.00, Shofia segera istirahat. Dia tidak ingin terlambat bangun saat pagi. Apalagi saat ini dia sudah bekerja. Harus bisa membagi waktu, antara kewajiban dirumah dan dikantor.
Menunggu Hanif yang tidak kunjung datang kekamar, Shofia pun tidur terlebih dahulu.
Saat pagi menjelang, selesai sholat Shubuh Shofia langsung menyiapkan sarapan pagi. Sengaja hari ini Shofia menyiapkan masakan pagi spesial. Bukan untuk menyindir Hanif, bukan pula ingin di puji. Tapi Shofia sangat bahagia karena Hanif pulang kerumah.
Saat sudah sarapan pagi, Hanif terlihat heran, mungkin karena menu sarapan pagi ini berbeda. Sandwich menu yang tidak pernah disediakan oleh Shofia selama ini. Dan menu itu juga tidak murah, karena lengkap dengan daging.
Naina sangat senang melihat sarapan pagi yang mengunggah selera. Karena selama ini Naina tidak pernah di ajak makan di tempat mewah.
“Dapat dari mana uang? Inikan mahal, seharusnya kamu jangan boros kalau belanja. Aku saja baru mau transfer sekarang uang bulanan kamu.” Ujar Hanif dingin.
“Ibu yang belanja kemaren. Jika saya menolak kasihan.” Jawab Shofia santai. Karena bagi Shofia percuma menjelaskan dari mana uang yang dia dapat. Toh Hanif tidak akan perduli, bahkan dia akan menghina Shofia. Meski niat Shofia baik sekalipun.
“Syukurlah kamu tidak ngutang. Jangan sampai kamu permalukan aku, gara-gara kamu ngutang buat makan enak.”
Deg,,
Dada Shofia terasa sesak mendengar ucapan Hanif. Dia berusaha menerima segala hinaan, demi Naina. Shofia tidak ingin ribut masalah makanan di depan Naina.
“Mas, nanti pulang jam berapa?”
“Nanti aku pulang malam. Masih ada pekerjaan yang harus selesai hari ini.”
“Baiklah, Mas. Tapi ada yang ingin Shofia bicarakan.”
“Masalah apa?”
“Kemaren, dari kantor, Shofia mendapatkan fasilitas rumah dan mobil. Menurut Mas bagaimana?” Tanya Shofia gugup.
Hanif tidak menjawab, dia seperti memikirkan sesuatu. Entah Hanif merasa heran dengan jabatan Shofia atau dia merasa iri dengan apa yang Shofia dapat.
“Emang kamu kerja apa? Sampai kamu bisa mendapat fasilitas secepat itu.” Ujar Hanif, terasa menyakitkan kata-katanya.
“Jadi asisten pribadi Mas.?” Jawab Shofia pelan.
Hanif menatap Shofia, yang saat ini duduk pas didepannya. Ada tatapan membunuh, seakan Hanif tidak percaya dengan apa yang dikatakan Shofia.
“Sebentar, apa kamu? Baru masuk sudah menjabat asisten pribadi. Jangan sampai aku mendengar kamu berbuat hal yang aneh. Kamu tidak tahu kehidupan para pembisnis diluar sana. Semuanya sering main perempuan, dan aku tidak mau kamu menjual harga diri hanya untuk kesenangan kamu.” Shofia menatap Hanif. Ucapannya sungguh membuat sakit hati Shofia. Karena selama ini Hanif tahu Shofia hanya wanita ibu rumah tangga, tanpa ingat siapa Shofia di masa lalunya, sebelum menikah.
“Cukup Mas. Aku masih punya harga diri, jangan pernah berpikir aku akan menghianati pernikahan ini. “ Marah, sangat marah. Tapi Shofia meredam marahnya, karena ada Naina yang sibuk dengan makanan lezat nya.
“Aku tidak sudi tinggal di rumah yang di sediakan kantor kamu. Karena aku lebih suka tinggal di rumah ini. Meski kecil tapi membeli dengan uang yang halal.” Tanpa berbicara lagi. Hanif langsung berdiri mencium Naina lalu pergi.
Shofia masih duduk, dengan air mata yang sudah tidak dapat di tahan. Semua kata-kata Hanif sudah sangat keterlaluan. Dia tidak lagi berpikir sehat, pikiran Hanif sudah benar-benar sakit. Tidak lagi berpikir baik.
Shofia segera mengantarkan Naina kerumah Ibu Naflah. Setelah itu Shofia, berangkat menuju kantor. Didalam perjalanan air mata Shofia terus mengalir tanpa henti, tisu yang awalnya masih penuh dikotak tisu kini tinggal sedikit. Benar-benar ucapan Hanif membuat Shofia terluka.
Sesampainya dikantor, Shofia langsung menuju ruangannya. Tetap berusaha tegar dan berusaha tidak menangis. Saat memasuki ruangannya dimeja Shofia sudah ada beberapa map yang harus dicek ulang. Dengan cepat shofi mengerjakannya, yang ada di benak Shofia saat ini bekerja banyak uang demi Naina, putri kecilnya yang masih sekolah PAUD.
Jam menunjukkan pukul 11.30 Shofia segera menemui Bapak Fakhri, untuk mengingatkan rapat di kantor cabang milik Bapak Fakhri.
Tok tok tok, pintu terbuka, buka Bapak Fakhri yang membukanya. Tapi, dengan kecanggihan jaman sekarang, banyak pintu Bos besar memakai remot kontrol.
“Permisi Bapak.”
“Iya, silahkan duduk.”
“Bapak, semua proposal sudah saya cek, jam satu nanti, Bapak ada pertemuan dikantor cabang, setelah selesai rapat, Bapak ada pertemuan pukul 16.00 direstoran Aira.”
“Terimakasih, nanti kamu ikut denganku, jangan lupa pertemuan direstoran Aira itu dengan klien dari jerman. Apa kamu bisa bahasa jerman?"
“Insyaallah Bapak, sedikit bisa.” Jawab Shofia pelan. Karena memang Shofia anak pintar waktu disekolah. Menguasai beberapa bahasa, yang di ajarkan oleh almarhum Ayahnya.
“Oke, silahkan istirahat awal. Setelah ini kita berangkat kekantor cabang. Mobil kamu bisa ditinggal dulu dikantor, kamu boleh ikut denganku.”
“Baik, Bapak.”
Setelah itu Shofia keluar, dia menuju kekantor. Saat sedang asyik dengan makanannya Shofia dikejutkan oleh seseorang.
“Ya Tuhan. Kamu?” Shofia masih tidak percaya sosok wanita yang berdiri dihadapan Shofia.
“Masih ingat aku, bukan?” Tanya Wanita itu.
“Tentu aku masih ingat, Karin.” Mereka langsung berpelukan.
Tujuh tahun tidak bertemu, membuat kedua sahabat itu saling melepaskan rindu. Mereka sama-sama menangis. Tersenyum bahagia, karena saat Shofia terpuruk karena masalah dengan Hanif, dia dipertemukan dengan sahabatnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
maura shi
hadeeeh buang aja laki model gitu,g guna bgt,apa sih yg d cari dlm rmhtangga??bahagia,saling sayang,saling melengkapi,saling menghormati,kalo rmhtangga modelan shofia-hanif penuh caci&airmata lah ini nmnya rumahduka,,,gpp jd janda asal janda terhormat drpd harga diri tiap hari d injak2 suami g tau diri
2022-04-04
0
aira
laki² sombong modelan kek si hanif itu jgn di pertahankan buat apa di pertahankan klo dia nya sndri aja ga ada etika nya dlm berbicara yg baik .. ngapain jg suami modelan kek si si hanif itu harus di bujuk buat plg ke rmh walau alesan nya demi ank, toh dia kan kepala rumah tangga harus nya dia tau sndri lah mana yg baik buat rmh tangga nya itu mana yg ga.. jgn mau kita sebagai seorang istri sllu di rendahkan buat bujuk2 lelaki yg ga bertanggung jwb kaya si hanif itu ... lbh baik di diemin bae lelaki modelan kek gitu mah .. jgn di kasih hati jgn di baikin . dia sndiri aja gitu sifat nya ke istri nya
2021-07-13
2
arin
dsar laki"ngga punya hti...kmu udh kerja Sofia mending mundur buat AP pnya suami Kya gtu
2021-06-14
2