Setelah semalam Hanif tidak lagi pulang kerumah, pagi-pagi sekali, Shofia pergi kerumah Ibu Ani, mertuanya. Shofia ingin memperjelas semuanya, karena Shofia ingin tahu kebenarannya. Sebenarnya Shofia merasa tidak pantas bertanya kepada Ibu Ani, tapi Shofia, hanya ingin lebih jelas saja.
Jika benar yang di katakan Hanif, Shofia akan diam saja. Tapi, jika apa yang di katakan Hanif berbohong, maka Shofia akan menyelidiki apa sebenarnya yang membuat Hanif berubah.
Setelah mengantarkan Naina kerumah Ibu Naflah, Shofia segera berangkat, Jam menunjukkan pukul 06.00, Shofia masih mempunyai waktu dua jam. Tidak perlu lama, karena hanya berjarak hampir sepuluh kilo, Shofia langsung turun dari mobil, dan langsung menuju rumah Hanif.
Tidak ada mobil Hanif di halaman rumahnya, Shofia merasa heran sekali, kemana Hanif sebenarnya.
Tok, tok, tok, pintu terbuka, senyum seorang ibu mertua kepada menantunya. Shofia menyalami Ibu mertuanya.
“Assalamualaikum, Ibu.”
“Waalaikumsalam, mana Naina, Nak.”
“Dirumah Ibu, bagaimana kabar Ibu dan Ayah?”
“Alhamdulillah sehat. Kamu lama sekali tidak datang kesini, sampai Ibu kangen sama Naina.” Ujar Ibu Ani.
Dirumah itu Ibu Ani hanya tinggal berdua dengan Bapak Ahmad suaminya. Sedang anak pertamanya Yuli sudah menikah dan ikut suaminya.
“Maafin Shofia ibu, karena jarang datang menemui Ibu. Sekarang Shofia bekerja, Naina sekolah diantar Neneknya.”
“Loh kenapa bekerja lagi, kasihan Naina, apa gaji Hanif tidak cukup?”
Shofia diam, itu yang ingin Shofia dengar dari ibu mertuanya. Shofia pun memegang tangan mertuanya, berusaha mencari tahu yang sebenarnya.
“Ibu, maaf. Shofia hanya di berikan jatah bulanan tiga juta oleh Mas Hanif.” Jawab Shofia pelan. Karena tidak ingin Ayah Hanif mendengarnya.
“Apaaaa, jadi selama ini, kamu?”
“Iya, Ibu. “Jawab Shofia sedih, sebenarnya Shofia tidak ingin bercerita kepada Ibu Ani, tapi bagi Shofia, permasalahan harus cepat di selesaikan sebelum terjadi kebohongan lagi di dalam rumah tangganya.
“Kemana uang dia Nak. Apa benar semua yang kamu katakan?”
“Maafin Shofia, sebenarnya tidak pantas Shofia berbicara ini sana Ibu. Tapi, shofia terpaksa. Biar Ibu tahu, dan shofia tidak berpikir tidak baik kepada Mas Hanif. Ini masalah uang, setiap Shofia bertanya, Mas Hanif selalu bilang, uang itu di titipkan Ibu. Apa itu benar bu?” Ibu Ani terkejut dengan apa yang di katakan oleh Shofia. Dia menggelengkan kepalanya.
“Subhanallah, Ya Allah. Demi Allah, Nak. Ibu tidak pernah ikut campur masalah keuangan suami kamu, bahkan bertanya saja Ibu tidak pernah. Kenapa justru Hanif mengatakan, jika uangnya dia titipkan Ibu.” Ibu Ani yang sudah tua, tanpa terasa menangis, entah kenapa Ibu Ani merasa sangat terpukul dengan cerita yang di ceritakan oleh Shofia. Saat itu Shofia sadar, jika Hanif telah membohongi dirinya, bahkan rela mengambing hitamkan Ibunya. Yang jelas Ibunya tidak pernah ikut campur masalah rumah tangganya.
Seorang suami yang baik, tidak mungkin mengadu domba, antara Ibu mertuanya dan menantu nya. Karena kebanyakan saat ini sulit menjumpai hubungan baik antar Ibu dan menantu. Shofia merasa Hanif sangat kelewat batas. Bukan membalas budi kepada orang tuanya. Bukan membahagiakan orang tuanya. Tapi, rela berbohong mengatas namakan Ibunya.
“Nak, maafkan putra Ibu. Ibu tahu dia salah, tapi tolong maafkan dia. Mungkin saat ini dia sedang ada masalah atau dia ingin menabung tanpa kamu ingin tahu sudah berapa banyak tabungannya. Pesan Ibu, jangan sampai bercerai hanya karena hal ini. Ibu mohon,” Ibu Ani memelas. Meminta belas kasihan kepada Shofia untuk putranya.
Seorang Ibu tetap memaafkan seorang anak, meski dia salah sekalipun. Karena seorang Ibu lebih mementingkan kebahagiaan putranya dari pada dirinya. Walaupun malu karenanya.
Shofia menatap Ibu Ani, dia melihat kesedihan di matanya. Air matanya sudah sejak tadi, saat tahu putranya sudah berkata bohong demi keinginan yang belum tahu pasti apa.
“Ibu, Shofia janji. Selama Mas Hanif tidak berselingkuh, selama itu pula Shofia akan terus mendampingi dan akan mencoba membuat dia kembali kemasan dulu. Dimana dia terus jujur dan tulus mencintaiku.” Shofia tersenyum melihat kearah Ibu Ani.
Saat ini Shofia merasa lega sekali karena satu kebohongan dan ketidak Jujuran Hanif terungkap. Tapi apa Shofia sanggup jika tahu ada kebohongan yang lebih menyakitkan dari pada masalah keuangan yang selama ini membuat Shofia kekurangan.
Shofia pasrah, dan berusaha sabar menghadapi ini semua. Karena Shofia yakin semua yang dihadapi pasti berlalu, berakhir dengan kebahagiaan.
“Terimakasih, Nak. Ibu tidak tahu apa yaang akan terjadi jika Ayah Hanif mendengarnya, dia sedang sakit-sakitan. Aku takut malah mengganggu kesehatannya, karena memikirkan Hanif.”
“Sebaiknya Ibu jangan bercerita kepada Ayah. Shofia akan berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan Mas Hanif Bu. Doakan ya, semoga Mas Hanif mau berubah.”
“Pantas saja. Dia sering bermalam disini. Dengan alasan kamu lagi jaga Ibu kamu. Ternyata kalian tidak harmonis selama ini.” Ibu Ani menunduk. Shofia merasa tidak tega melihat Ibu Ani yang sangat terpukul.
“Ibu, yang sabar. Sekarang Shofia berangkat kerja dulu, karena hari ini Shofia ada rapat.”
“Maafin Hanif ya Nak.” Masih memohon maaf demi putranya. Walaupun tahu putranya bersalah.
“Iya, Ibu. Shofia pergi, Assalamualaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Shofia berangkat dengan perasaan kecewa. Tapi, dia bersyukur karena Ibu mertuanya tidak seperti apa yang dipikirkan Shofia. Kecewa yang dirasakan Shofia saat ini karena dia tidak bisa tahu kemana sebenarnya uang Hanif selama ini.
Mungkin Shofia harus berjuang keras, untuk mendapatkan jalan terang kemana selama ini lainya keuangan Hanif.
Tanpa sadar Shofia sudah sampai dikantor, dia langsung menuju keruangannya karena waktu sudah menunjukkan pukul 07.57, dia tidak ingin terlambat dan Shofia ingin setiap hari datang sebelum Bapak Fakhri datang.
“Alhamdulillah pas jam delapan.” Batin Shofia.
Dia mengambil handphonenya mencari nomor sahabatnya. Karin, setelah menemukan nomor Karin dia langsung mengirim pesan.
“Selamat pagi Karin, ada yang ingin aku ceritakan, bisa kita bertemu setelah pulang kerja.”
Belum terbaca, tapi sudah terkirim, Shofia meletakkan handphonenya di meja. Sambil bekerja, dia menunggu balasan Karin. Tak lama notifikasi pesan Wathsapp nya berbunyi.
“Pagi, Shofia. Oke, untuk kamu aku selalu ada.” Shofia tersenyum saat membaca balasan dari Karin. Dia langsung membalas lagi. ”
Terimakasih,” langsung terbalas. “Sama-sama.”
Handphone kembali diletakkan dimeja dekat laptopnya. Shofia fokus bekerja lagi. Dia tidak ingin mengingat hal yang menyakitkan, Shofia ingin bangkit dan meraih mimpi bersama Naina.
Tak lama Bapak Fakhri datang, dia langsung masuk keruangannya, setelah lama didalam ruangan, Bapak Fakhri keluar dan menemui Shofia.
“Selamat pagi, Shofia.”
“Pagi, Bapak. Untuk hari ini Bapak tidak ada jadwal. Semua berkas, untuk rapat besok juga sudah saya kerjakan, Bapak tinggal cek ulang.”
“Oke terimakasih, saya suka kerja kamu. Dan ini bonus karena satu minggu ini kamu mampu menguasai tanpa arahan dari saya.” Sambil mengeluarkan cek meletakkan di meja. Shofia terkejut melihatnya.
“Tapi, saya belum waktu gajian kan Bapak?”
“Ini bukan gaji kamu, tapi ini bonus. Tidak ada penolakan, karena itu hak kamu.” Bapak Fakhri berbicara dingin sekali. Dia langsung pergi tanpa menoleh lagi.
Shofia tidak menyangka jika dalam waktu seminggu dia mendapat sebuah bonus besar. Angka yang tidak sedikit, karena selama ini Shofia tidak pernah memegang uang banyak.
“Terimakasih Tuhan.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
NasyafaAurelia🐧
kok ada anak tega gitu yah mengkambing hitamkan ibunya ... sdh jles ni mah ada selingkuhan 😒😒
2021-10-22
0
Sulati Cus
hadeuh jd inget adikku yg ragil, krn kinerjanya bagus dia di percaya pegang cabang dan dpt bonus tiap bulan 10℅ dr laba.
2021-08-06
0
aira
psti duit gaji si hanif buat foya² sm selingkuhan nya deh dri pd buat ngasih ke istri nya yg lbh membutuhkan .. gila bnr lbh bnyk ngsih jatah buat pacar nya ya di banding ke istri nya.. itulah seorang lelaki klo udh ke cantol sm yg baru suka jd kasar sm yg si rmh
2021-07-13
1