Shofia berangkat pagi, karena harus bertemu CEO tempat dia bekerja. Bertemu dengan Bapak Fakhri, karena jam 11.30 akan ada meeting maka secepatnya Bapak Aris mengantarkan Shofia ke ruangan CEO Perusahaan itu. Dia adalah Bapak Fakhri Fathullah, pemilik lima perusahaan besar yang ternama, PT FAKHRI JAYA GROUP.
Shofia dan Bapak Aris di persilahkan masuk. Ruangan yang sangat besar, seperti sebuah rumah. Terdapat kursi sofa yang sangat mewah. Dan ruang istirahat khusus.
“Selamat siang Bapak Fakhri,”
“Siang. Silahkan duduk.” Jawab Bapak Fakhri, dia adalah laki-laki yang berumur 45 tahun. Tapi masih terlihat muda dan sangat terkenal dingin dan disiplin. Mereka duduk setelah memberikan hormat kepada Bapak Fakhri.
“Siapa dia?” Tanya Bapak Fakhri tanpa melihat kearah Shofia.
“Sekertaris, yang saya ceritakan kepada Bapak, dan sesuai yang Bapak minta.” Jawab Bapak Aris.
“Nama kamu siapa?” Tanya Bapak Fakhri tegas, dingin tanpa senyum.
“Saya Shofia, terimakasih atas kepercayaan Bapak, memilih saya menjadi asisten Bapak.”
“Sudah tahu tugasnya apa?”
“Sudah dijelaskan oleh Bapak Aris.”
“Kamu tidak di kantor ini. Nanti kamu di kantor pusat, disini sudah ada Bapak Aris, kamu harus banyak belajar. Karena tidak semua yang kamu tahu bisa kamu pahami.”
“Baik, Bapak.”
“Bapak Aris boleh pergi.”
“Baik Bapak. Saya permisi.”
“Silahkan.”
“Dan kamu Shofia, kita langsung kekantor pusat. Mulai besok kamu sudah bekerja disana.”
“Iya, Bapak. Saya akan mengikuti mobil Bapak. Karena saya ada mobil sendiri.”
“Ini alamat kantornya. Saya tidak suka menunggu, jadi kamu saya tinggal.”
“Baik, saya permisi.” Jawab Shofia.
Bapak Fakhri mengangguk, Shofia pun pergi meninggalkan ruangan Bapak Fakhri. Dadanya terasa lega sekali, melihat Bosnya yang super dingin. Tanpa senyum dan tidak suka basa basi. Shofia tidak pernah bertemu dengan laki-laki dingin dan serius sekali jika berbicara. Kecuali Hanif yang kasar dan pemarah. Tapi, ternyata, masih ada laki-laki yang hampir sama dengan Hanif.
Setelah sampai di kantor yang baru, yaitu di kantor pusat milik Bapak Fakhri. Shofia langsung menemui Bapak Fakhri di ruangannya. Mereka tidak banyak bicara jika tidak ada yang penting untuk dibicarakan. Setelaah diberi tugas untuk cek ulang proposal yang akan dibuat meeting, Shofia langsung mengerjakannya.
Setelah itu Shofia kembali lagi ke ruang Bapak Fakhri. Semua dicek oleh Bapak Fakhri, ternyata cocok. Akhirnya Shofia dipersilakan keluar untuk makan siang, dan beristirahat.
Karena jarak kantor Shofia sangat dekat dengan kantor Hanif, Shofia pun menemui Hanif. Karena ingin membicarakan hubungan yang sudah sangat renggang. Apalagi Shofia tidak tega saat melihat kesedihan Naina, yang terus bertanya keberadaan Papa nya. Karena sudah tiga hari Hanif tidak pulang ke rumah.
Shofia pun pergi kekantor Hanif. Dan langsung menuju kelantai lima, yaitu ruangan Hanif. Setelah sampai Shofia mengetuk pintu ruangan Hanif, tak lama pintu terbuka.
“Mas,” Shofia langsung menyalami Hanif.
“Ada apa?” Tanya Hanif ketus.
“Pulang Mas, Naina, terus menanyakan kamu. Maafkan aku karena sudah bersalah, aku sadar kesalahan yang aku perbuat.” Ujar Shofia, merendah demi keutuhan keluarganya. Tapi sebenarnya Shofia sakit hati merendahkan diri. Karena Shofia tidak bersalah.
“Kamu janji tidak boros, dan janji tidak terus menuntut uang lebih.” Ujar Hanif dingin. Shofia mengangguk, menahan marah dan tangisnya yang sudah siap mengalir.
“Aku tidak akan lagi menuntut banyak darimu Mas, cukup pulang kerumah, demi anak kita.” Ujar Shofia, masih berusaha menahan air matanya.
Shofia bersyukur dia sudah bekerja, akhirnya dia tidak akan merepotkan Hanif lagi. Bahkan Shofia tidak akan meminta kepadanya untuk di nafkahi, cukup terhina rasanya. Karena Hanif terus menyalahkan Shofia, sakit rasanya hati Shofia saat Hanif mengatakan itu. Wanita bukan boros menghabiskan uang suami, tapi karena kebutuhan keluarga yang banyak, membuat uang bulanan Shofia kurang.
“Sudah sana cepat pulang, aku masih ada meeting satu jam lagi.” Ujar Hanif masih ketus.
“Iya, Mas. Saya pulang dulu.” Ujar Shofia Lalu pergi.
Saat di perjalanan kembali kekantor, Shofia sudah tidak tahan menahan tangisnya, dengan sendirinya air mata itu mengalir. Betapa sakit hatinya Shofia dengan kata-kata Hanif, yang masih saja menganggap Shofia boros dan suka foya-foya. Andai bukan karena cinta yang masih ada, dan bukan karena seorang putri yang masih kecil, mungkin Shofia memilih mundur dari pada terus sakit hati karena ucapan Hanif.
Sudah cukup lama sifat Hanif yang tidak menghargai Shofia, dan Shofia masih menerima dengan sabar. Karena Shofia tahu, sebuah perpisahan tidak akan bisa diterima oleh seorang anak. Karena itu akan menyakiti hati sang buah hatinya.
Mobil Shofia sudah masuk ke halaman parkir kantor. Shofia segera keruangannya. Karena dia akan mewakili Bapak Fakhri untuk memimpin rapat.
Sebelum rapat di mulai, Shofia sholat dhuhur, sepuluh menit kemudian Shofia menuju kantin, dia hanya makan roti dan susu saja. Selera makan Shofia sudah hilang saat bertemu Hanif.
Menunggu waktu, dalam hitungan menit, semua masuk keruang meeting. Untuk pertama kalinya Shofia akan memimpin rapat dan di percaya oleh Bapak Fakhri. Ragu sebenarnya, tapi Shofia harus berani, dan percaya diri. Karena hanya itu jalan menuju sukses.
Jam tepat pukul 01.30, rapat dimulai. Diawali dengan bismillah Shofia mulai memimpin rapat. Terhitung satu, dua, tiga, dalam waktu dua jam rapat selesai. Semua bertepuk tangan dan mengucapkan selamat. Karena apa yang disampaikan oleh Shofia membuat rekan kerja Bapak Fakhri senang. Cara penyampaian yang luar biasa dapat di pahami.
“Saya rasa asisten baru Bapak Fakhri, patut diacungkan jempol. Kita semua sangat suka.” Puji salah saluran rekan kerja Bapak Fakhri.
“Terimakasih, Bapak. Sebenarnya, semua yang saya sampaikan tidak lepas dari arahan dari Bapak Fakhri sendiri.”
Bapak Fakhri hanya tersenyum sekilas lalu semua penghuni ruang meeting keluar. Shofia juga sudah keluar, karena waktu sudah menunjukkan pukul 16.30. Shofia langsung sholat Ashar. Karena hanya di beri waktu 30 menit, Shofia cepat-cepat kembali keruangannya. Dimana ruangan Shofia dekat dengan ruangan Bapak Fakhri.
“Ini kunci mobil dan rumah, fasilitas kantor. Kamu bisa tanyakan bagian informasi.” Kehadiran Bapak Fakhri membuat Shofia terkejut. Dan lebih terkejut lagi dengan sebuah pemberian fasilitas dari kantor.
“Tapi Bapak. Saya masih belum izin suami. Boleh tidaknya nanti saya akan bicarakan dulu.” Ujar Shofia sopan.
“Terserah kamu. Di pakai atau tidak, kalau kamu tidak suka kembalikan kekantor. Masih banyak yang butuh.” Ujar Bapak Fakhri tanpa melihat wajah Shofia, dia langsung masuk kembali keruangannya.
Shofia hanya menggelengkan kepalanya, heran dengan sifat atasannya yang tidak pernah tersenyum manis atau tertawa. Hidupnya penuh keseriusan. Bahkan penuh pikiran masalah uang dan uang. Hidupnya lebih mengutamakan bisnis, entah seperti apa kehidupan keluarganya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Handayani Sri
mohon koreksi thor
penempatan kata " bapak " itu harus pas
jgn semua di tulis bapak, kesan nya jadi kayak manggil org tua
bapak fakhri, bapak aris
cukup pak fakhri atau pak aris
kalau mau ada kata bapak nya
pas di obrolan yg formal
2021-07-01
4
arin
siiip sy paling suka sm prempuan yg klo udh di skitin itu bangkit juga ngga lemah....
2021-06-14
1
Eti Sumia Jaenudin
paling suka kalau istri yg terdolimi bangkit tdk melulu menangis,semangat dan sukses untuk Author !!
2021-05-28
5