Istri Hasil Perjodohan
Sania sudah 3 jam menunggu di bandara untuk dijemput oleh orang tuanya.
"Ayah dan Ibu di mana sih? Katanya akan menjemputku hari ini, tapi ini sudah 3 jam dan mereka belum datang juga!" Gerutu Sania dengan suara pelan sambil memandangi orang yang berjalan lalu lalang di bandara itu.
"Permisi nona, apakah Anda adalah Nona Sania?" Seorang gadis yang masih muda menyapanya.
"Ya, saya sendiri."
"Saya dari wedding organizer yang menangani pernikahan Nona. Saya sudah diperintahkan untuk menjemput Nona untuk diantar ke gedung pernikahan."
"Hah? Gedung pernikahan? Menikah?" Sania bertanya dengan bingung sebelum akhirnya tawanya pecah "Mbak, mungkin Anda salah orang, nama saya Sania Loran. Apakah Mbak mendatangi orang yang salah?"
"Sepertinya tidak Nona, saya memang mencari gadis bernama Sania Loren bahkan saya memiliki foto nona di sini." Ucap gadis itu seraya menyerahkan ponselnya dengan wajah Sania terpampang di sana.
Sania memandangnya foto itu lalu mengerutkan bibirnya "Baiklah, saya akan mengikutimu, tapi kalau sampai kau salah orang kau harus bertanggung jawab!"
"Tentu Nona." Ucap gadis itu kemudian membantu Sania membawa kopernya dan mereka keluar dari bandara.
Segera mereka tiba di sebuah hotel yang sederhana di mana Veronica sudah menunggunya.
"Ibu?" Tanya Sania dengan bingung ketika melihat ibunya dengan pakaian kebaya layaknya seorang ibu yang siap mendampingi anaknya yang akan menikah.
"Sayang akhirnya kau di sini. Cepatlah berdandan karena pengantin pria sudah menunggumu di dalam." Veronica begitu bersemangat menarik anaknya dan membawanya ke ruang rias.
"Ibu, tunggu! Apa yang sebenarnya terjadi?" Ucap Sania sambil berusaha menghentikan langkah ibunya, tapi tidak bisa, karena ibunya terus menariknya.
"Penjelasannya nanti saja, ayahmu bisa marah-marah kalau kau terlambat lebih lama lagi."
Begitulah akhirnya Sania yang sangat menuruti keinginan ayah dan ibunya berakhir menikah dengan seorang lelaki yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil.
...
"Kita sudah sampai?" Tanya Sania pada pria yang kini duduk di sampingnya yang tak lain merupakan suami barunya yang tidak ia kenal.
"Ya sayang." Ucap Aris dengan lembut seraya membuka pintu mobil dan berlari ke pintu mobil yang lain membukanya untuk istrinya.
Sayang sayang! Dia pikir aku senang mendengarnya?
Sania masih dalam kekesalannya sambil turun dari mobil itu dan memperhatikan rumah barunya yang akan ia tempati bersama suami barunya. "Ini rumahmu?" Tanyanya pada Aris yang sedang menutup pintu mobil.
"Bukan, ini bukan rumahku." Jawab pria itu seraya berlari ke belakang mobil untuk mengeluarkan barang-barang milik Sania.
Sania bernafas lega dalam hatinya mendengar jawaban suami barunya itu karena rumah yang tepat berada dihadapannya itu memang rumah yang tidak layak untuk ia tinggali "Kalau ini bukan rumahmu mengapa kita ada di sini? Bukankah kau bilang kita akan tinggal di rumahmu?"
Aris membawa sebuah kardus besar saat ia menjawab Sania "Ini bukanlah rumahku tapi rumah kita berdua."
Seketika Sania menoleh pada Aris dengan wajah masamnya. "Kau bilang kita akan tinggal di rumah yang layak untuk ku tapi apa ini? Apa ini rumah kucing?" Gerutu Sania pada suami barunya.
"Kalau kau menganggap kita berdua adalah kucing maka ini adalah rumah kucing." Ucap Aris seraya berjalan masuk ke dalam rumah.
"Ap? Apa?! Kapan aku mengatakan kalau kita berdua adalah kucing?"
"Bukankah kau baru saja mengatakannya?" Lagi kata Aris seraya meletakkan kardus yang ia bawa di atas sebuah meja di ruang tamu.
"Kau!" Sania begitu marah pada suami barunya itu, tapi ia tidak dapat menumpahkan kemarahannya karena suaminya sudah keluar dari rumah meninggalkannya sendirian di ruang tamu.
"Sial! Kenapa aku harus menikah dengan pria miskin seperti dia?" Sania menggerutu sambil membuka pintu kamar di rumah itu.
"Ckk,, ck.. kamar ini bener-bener kecil, aku tidak akan menggunakan kamar ini." Ucapnya seraya menutup pintu kamar itu.
"Di rumah ini hanya ada satu kamar, kalau kau tidak mau menggunakan kamar ini kau bisa tidur di ruang tamu dan aku akan tidur di dalam kamar." Ucap Aris.
"Apa? Hanya ada satu kamar?" Sania begitu kaget seraya memperhatikan rumah itu yang memang hanya terdiri dari empat ruangan yaitu ruang tamu, kamar tidur, dapur dan sebuah kamar mandi.
"Bagaimana lagi, hanya rumah ini yang kupunya. Tapi kalau ada rejeki kedepannya, aku janji kita akan membeli rumah yang lebih besar." Kata Aris dengan sabar kemudian berjalan ke dapur.
"Tidak perlu menunggu sampai kau punya uang, aku punya banyak uang di tabungan ku, kita bisa menggunakannya dan membeli rumah yang lebih layak."
"Tidak! Yang harus menyiapkan tempat tinggal dan kebutuhan sehari-hari untukmu ialah aku. Simpanlah saja uangmu dan gunakan untuk berlibur atau hal-hal lain yang kau anggap menyenangkan."
"Yang menyenangkan? Yang menyenangkan itu ialah memiliki suami yang tampan, kaya, bisa menyediakan semua kebutuhan ku, memiliki rumah yang mewah, mobil yang mewah dan pekerjaan yang mapan. Dan sekarang? Hahaha...." Sania tertawa pada dirinya sendiri lalu berjalan memasuki kamar tidur sambil membanting pintu kamar dengan keras.
Aris tidak mengatakan apapun, tapi hatinya begitu sakit mendengar istrinya berbicara seperti itu. Dengan menahan amarahnya ia melanjutkan aktivitasnya membuat minuman untuk istrinya.
Setelah minumannya siap, ia kemudian berjalan ke arah pintu kamar hendak memberikan minuman itu pada Sania. Sayangnya, tangannya yang hendak mengetuk pintu kamar harus berhenti di udara ketika ia mendengar suara tangisan dari dalam kamar.
Dengan hatinya yang sakit ia meletakkan minuman yang telah ia buat di atas meja di ruang tamu lalu duduk di sofa sambil menunggu Sania berhenti menangis.
Pada akhirnya, sore itu berlalu hingga pada pukul 08.00 malam, Aris tidak berani mengganggu istrinya yang masih mengurung diri di kamar.
Aris telah membuat makan malam untuk mereka berdua, ia hanya memasak telur dadar dan nasi tanpa ada makanan lain.
Dengan menguatkan diri, ia kemudian berjalan ke arah pintu dan mengetuk pintu kamar di mana istrinya sedang merajuk.
Setelah 3 kali ketukan akhirnya pintu itu terbuka juga. "Aku lapar!" Ucap Sania dengan kesal.
Aris merasa lebih baik saat melihat istri barunya itu masih mau membuka pintu "Aku sudah membuat makan malam untuk kita, ayo makan bersama." Ucap Aris dan segera berjalan mendahului Sania untuk duduk di meja makan. Sebelum ia duduk, ia terlebih dulu menarikkan kursi untuk Sania.
Sania dengan wajah sembabnya memperlihatkan kemarahannya pada Aris, tapi ia tetap duduk pada kursi yang telah disiapkan oleh Aris untuknya.
Aris diam di tempatnya, tidak mau mengatakan apapun. Ia hanya memperhatikan raut wajah Sania yang terlihat tampak tidak senang dengan apa yang tersaji di atas meja makan.
"Aku tidak pernah makan makanan seperti ini di rumahku." Komentar Sania setelah keheningan selama beberapa waktu.
"Maaf, aku hanya bisa memasak ini hari ini, tapi besok, aku janji akan menyiapkan makanan yang lebih baik untukmu."
Dengan wajah kusutnya Sania tidak mengatakan apapun dan hanya meraih piring dan sendoknya lalu menaruh nasi putih dan sepotong telur dadar untuk dirinya sendiri.
Aris merasa lega ketika Sania sudah memasukkan satu sendok nasi ke dalam mulutnya, ia kemudian melakukan hal yang sama dengan Sania, menyiapkan makanan untuk dirinya sendiri.
Setelah makan malam, Sania kemudian mandi. Setelah Sania siap untuk tidur ia membuka pintu kamar dan melihat suami barunya berada di ruang tamu masih sibuk di depan laptop.
"Aku akan tidur di kamar, kau tidak boleh masuk ke dalam kamar ini mulai dari sekarang! Dan besok, aku mau semua barang-barang mu yang ada di dalam kamar ini sudah kau pindahkan!"
"Baik, selamat tidur." Jawa Aris dengan singkat sebelum terdengar pintu kamar yang dibanting.
Ya ampun, satu minggu saja aku menikah dengan wanita itu dan aku yakin pintu kamar itu akan hancur berkeping-keping. Atau mungkin rumah ini akan segera rata dengan tanah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Rostanti Arahman
heeee
2022-08-22
0
Elen Situmorang
aku mampir
2022-04-30
1
Yani Inaya Emerald Msi
baru mulai baca, lanjutt thor
2021-11-21
1