Setelah berada di dalam kamar selama beberapa waktu lamanya Sania kemudian keluar dari kamarnya mendapati Aris sedang berkutat dengan laptopnya lagi.
"Gadis kompleks itu sudah pergi?"
Tanpa menoleh ke arah Sania Aris menjawab "Sudah."
"Kalau begitu cepat pindahkan semua barang-barang mu di dalam kamarku. Aku tidak suka ada barang-barang pria di dalam kamarku."
"Baiklah." Kata Aris seraya meletakkan laptopnya di atas meja lalu bangkit berdiri memasuki kamar milik Sania.
Sania tetap berdiri di ambang pintu memperhatikan Aris yang sedang membereskan semua barang-barangnya. "Mulai sekarang setiap ada orang yang menanyakan status kita, kita adalah sepupu. Kau bebas berhubungan dengan wanita manapun begitu juga sebaliknya. Lagi, kita tidak akan mencampuri urusan satu sama lain, bahkan kau tidak perlu memberiku uang bulanan atau apa pun itu."
Aris yang sedari tadi menahan kekesalannya segera meletakkan buku-buku yang ada di tangannya dan berdiri menatap Sania. "Aku tidak setuju dengan apapun yang kau katakan itu. Saat ini kita adalah suami istri dan kau adalah istriku, aku bertanggung jawab atas keselamatanmu dan aku bertanggung jawab untuk mendidikmu. Aku pun bertanggung jawab untuk menafkahimu, jadi semua yang kau butuhkan harus aku penuhi."
"Pokoknya tidak! Kau harusnya ingat kalau kita menikah karena terpaksa. Tidak, hanya aku saja yang terpaksa menikah denganmu karena kau sepertinya benar-benar suka menikah denganku. Jadi kalau kau mau pernikahan ini tetap berlanjut kau harus menuruti semua keinginanku! Karena aku sebenarnya siap saja kalau kau sudah mau bercerai dengan ku!"
Jeder!!!
Bagai disambar petir siang bolong, Aris merasa dirinya kehilangan seluruh jiwanya. Baru sehari mereka menikah dan istrinya sudah mengatakan kata cerai dengan begitu mudahnya.
"Ingat ya, kalau kau tidak suka dengan semua yang aku katakan kau boleh menemui Ayah dan Ibu supaya kita segera bercerai. Sekarang cepat bereskan barang-barangmu dan keluar dari kamarku, dan jangan pernah mencampuri urusan pribadiku."
"Baiklah." Ucap Aris dengan pasrah seraya kembali membereskan barang-barang miliknya.
"Satu lagi, nanti sore aku akan keluar bersama temanku, kau sebaiknya tetap ingat bahwa kita adalah sepupu yang kebetulan tinggal bersama!" Sambung Sania sebelum berbalik keluar dari kamar itu menuju kamar mandi.
Aris menghela nafasnya sambil bergumam, apa aku salah memilih orang untuk menjadi istriku?
....
Awal mula Aris menikahi Sania....
Sore itu di rumah yang baru saja Aris beli, ponsel Aris terus berdering.
Aris yang baru saja keluar dari kamar mandi segera meraih ponselnya dan melihat nomor tak dikenal sudah memanggil lima kali berturut-turut.
"Halo, ada yang bisa saya bantu?" Ucapnya pada orang di seberang telpon ketika panggilan itu telah diangkat.
"Nak," suara seorang lelaki paru baya dari seberang telpon.
"Ayah?" Ucap paris tidak yakin.
"Ya, ini aku ayahmu."
"Ayah, mengapa Ayah baru menelpon aku sekarang? Bagaimana kabar ayah, apa ayah baik-baik saja? Bagaimana dengan Ibu?"
"Ayah baik-baik saja, Ibumu juga demikian. Maaf karena kami belum bisa kembali, di desa ini ada banyak sekali warga yang membutuhkan bantuan kami berdua."
"Tapi Ayah, aku juga merindukan Ayah. Ini sudah bertahun-tahun lamanya kita tidak bertemu." Suara Aris sedikit serak karena ia begitu merindukan kedua orang tuanya.
"Nak, dengarkan Ayah, Ayah dan Ibu sudah memutuskan supaya kau segera menikah. Pergilah ke alamat yang akan ayah kirimkan dan berbicaralah dengan teman Ayah yang bernama Agus Loran. Katakan saja Ayah yang menyuruh mu untuk menemuinya. Ayah dan Ibu berjanji akan kembali menemuimu setelah kau menikah dengan putri teman Ayah."
"Tapi Ayah..." Panggilan segera terputus.
Dengan pesan dari ayahnya Aris tidak membuang-buang waktu dan segera menuju ke alamat yang telah dikirimkan oleh ayahnya.
Lagipula, ia sangat merindukan orang tuanya sehingga ia akan melakukan apapun untuk membuat orang tuanya kembali.
Di ruang tamu keluarga Loran.
"Selamat siang Pak." Ucap Aris pada seorang pria paruh baya yang baru saja keluar dari kamarnya untuk menemuinya.
"Selamat siang anak muda." Ucap Agus seraya duduk di salah satu sofa tunggal.
"Perkenalkan nama saya Aris Mandana. Saya disuruh oleh Ayah saya yaitu Santoso Mandana untuk menemui bapak."
"Ahhh,, Santoso... Iya, aku ingat teman lama itu."
"Ayah saya menyuruh saya kemari untuk melamar anak bapak."
"Jadi dia sudah memutuskannya."
Aris sedikit terkejut "Maksud bapak?"
"Tentu saja maksud bapak tentang perjodohan ini. Kau dan putri saya sudah dijodohkan sejak SMA. Kami menyepakatinya diam-diam, dan karena sekarang Santoso sudah mengirimmu kemari, maka tidak ada alasan untuk ku menolak lamaran itu. Jadi kapan rencananya kau akan menikahi putriku?"
Jadi kami sudah dijodohkan sejak SMA, kenapa aku tidak tahu apa pun?
Lagi pula, kenapa bapak ini mau putrinya menikah denganku, sementara aku hanyalah seorang PNS biasa, dan orang ini terlihat seperti berasal dari kalangan atas, rumahnya saja sebesar dan semewah ini.
Gumam Aris dalam hati karena ia kebingungan.
"Sepertinya Nak Aris sedang memikirkan sesuatu." Selah Agus membuyarkan semua pemikiran Aris.
"Begini Pak, sebenarnya saya juga belum mengenal anak Bapak. Saya hanya tahu datang kemari menemui bapak setelah mendapat telepon singkat dari Ayah saya."
"Hahaha saya mengerti maksudmu. Kau boleh mengenal putri saya lebih dulu, dan mencari tahu bagaimana putri saya. Kalau kau memang tidak menyukai putri saya maka kau bisa mengatakannya pada saya dan perjodohan ini akan saya pertimbangkan untuk dibatalkan."
"Bapak serius?"
"Tentu saja, tapi jangan pernah berpikir kau boleh mendekati putri saya, kau hanya boleh mengenalinya dari jauh dan mengamatinya dari jauh, jangan sampai putri saya tahu kau sedang mengamatinya."
Aris kebingungan, bagaimana ia akan mengenal seseorang jika ia tidak bisa lebih dekat atau bahkan bersapa temu dengan orang tersebut.
"Saya mengatakan ini karena putri saya sedang berada di luar negeri. Kemungkinan ia akan kembali dalam satu minggu lagi, dan kau punya kesempatan untuk mengenalnya dalam satu minggu ini."
Agus kemudian mengeluarkan 1 foto milik Sania dan memberikannya pada Aris.
Aris melihat foto itu dan ia begitu terkejut "Ini, ini anak bapak?"
"Bagaimana? Kau sudah mengenalnya bukan?"
"Tentu saja Pak, dia adalah teman SMA saya." Bukan hanya teman dia pun adalah cinta pertama saya dan yang membuat saya rela menyendiri setelah sekian tahun tidak bertemu dengannya.
"Jadi kalian sudah saling mengenal, apa kau masih perlu waktu untuk mengenalnya lagi?"
"Tidak saya setuju untuk menikahi anak bapak."
"Haha..... Itu bagus, tapi kau harus berjanji pada saya kalau tidak ada kata cerai di dalam pernikahan kalian, dan kau harus siap menerima anak saya apa adanya."
Aris begitu bersemangat. "Tentu Pak, tapi saya hanyalah seorang PNS biasa...."
"Saya tidak mempermasalahkan apapun pekerjaanmu, yang paling penting kau mau setia dan menjadikan anak saya satu-satunya di dalam hatimu."
"Hanya itu Pak?" Aris begitu terkejut.
"Tidak ada yang lebih berharga selain dari kata setia. Ada banyak laki-laki di luar sana yang menginginkan putri saya, tapi berapa banyak lelaki yang mau menjadikan putri saya satu-satunya di dalam hatinya?"
"Apa Bapak percaya pada saya?"
"Aku begitu mengenal Ayahmu, ia adalah orang yang setia, bijaksana dan dermawan. Saya selalu percaya kalau buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Kalau begitu, sudah diputuskan kalian akan menikah begitu putri saya pulang dari luar negeri."
"Baik Pak."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments