Meski Sania tidak menunjukkan bahwa ia memperhatikan Aris, namun dari sudut matanya ia sebenarnya melihat ekspresi pria itu. Cih! Kenapa ia harus menunjukkan kekesalannya seperti itu, kami kan bukan siapa-siapa.
"Kakakmu itu sepertinya sangat menjagamu dengan baik. Meski ia dengan mudah mengijinkan aku membawamu pergi, tapi aku bisa tahu kalau ia sangat kesal apalagi kau tidak berpamitan secara langsung padanya." Ucapan Amran ketika mereka sudah keluar dari kompleks rumah Aris.
"Biarkan saja, lagipula dia hanya kakak sepupuku, tidak terlalu penting untuk dipikirkan."
"Aku rasa tidak baik kalau kau berbicara seperti itu, lagipula kau sekarang tinggal di rumahnya dan dia memiliki tanggung jawab yang besar untuk memastikan keselamatanmu."
"Huh, ayolah Ran, aku bukan anak kecil lagi yang harus dijaga dengan ketat. Aku pergi dari rumah dan tinggal bersamanya hanya karena ingin bebas seperti ini, kau tahu kan kalau aku di rumah aku selalu diawasi dengan ketat oleh ayahku? Hanya dengan tinggal bersama sepupuku aku bisa mendapatkan kebebasan untuk keluar malam seperti kemarin."
"Baiklah, baik,,, aku tidak akan berkomentar lagi." Amran memutar kemudinya ke sebuah restoran.
"Kau mau kemana?" Tanya Sania dengan bingung.
"Aku belum sarapan," jawab pria itu sambil memarkirkan mobilnya di depan restoran.
Keduanya sarapan selama 30 menit sebelum akhirnya berangkat ke kantor.
Ketika mereka tiba di loby perusahaan, keduanya melihat Aris sedang bersama seorang gadis.
"Huh, bukankah itu kakakmu? Siapa gadis di sampingnya?" Amran berkomentar ketika melihat mereka.
"Oh, sepertinya Feni akan melamar pekerjaan di kantor ini." Komentar Sania dengan acuh.
"Ahh, mereka terlihat serasi, tampan dan cantik. Apa mereka sudah pacaran?"
"Tidak penting bagiku! Ayo pergi." Ucap Sania dengan nada suara kesal lalu melangkah menuju lift khusus.
"Kau tidak akan menyapa mereka?" Amran sedikit khawatir dengan sifat Sania yang keterlaluan itu.
"Tidak usah peduli, tidak ada gunanya juga menyapa mereka, malah akan membuat semua orang mengira kalau aku memuluskan jalan mereka melamar pekerjaan."
"Ha? Jadi kakakmu akan melamar pekerjaan di sini?" Amran begitu kaget.
"Bukan dia, tapi gadis itu."
"Ahh, begitu."
Amran adalah CEO di perusahaan, dan Sania adalah sekertarisnya. Mereka berada di ruangan yang sama sehingga sangat akrab. Keakraban mereka lebih kuat lagi karena mereka juga satu kampus ketika kuliah.
Sayangnya, Sania tidak pernah berurusan dengan pria, ia bahkan tak pernah membuka sedikitpun hatinya untuk seorang pria sehingga Amran terus menyimpan perasaannya menunggu Sania membuka diri untuk dicintai.
"Selamat pagi Pak, Bu," seorang karyawan yang membidangi bagian penerimaan karyawan mendatangi ruangan Sania dan Amran.
"Ada apa?" Tanya Sania.
"Sala satu penguji pelamar pekerjaan tidak bisa hadir karena sedang dalam keadaan sakit."
Amran segera melihat ke arah Sania ketika mendengar karyawan itu berbicara.
"Kenapa kamu melaporkannya padaku? Bukankah seharusnya ada orang yang mengambilnya? Kamu ingin Sekertaris utama CEO Sanjana Grup menangani masalah sepele seperti ini!?" Sania benar-benar marah.
"Ba, baik Bu, saya akan menanganinya." Karyawan itu ketakutan menjawab.
"Cepat keluar!" Kesal Sania.
Amran menghembuskan nafasnya melihat kelakuan Sania. "Kau memiliki tempramen yang sangat buruk. Apa kau punya masalah yang tidak ku ketahui?"
"Diamlah Ran, aku sedang bekerja, jangan menggangguku." Kesal Sania seraya kembali memeriksa dokumennya.
"Huh! Sebagai seorang atasan, aku juga tidak nyaman melihat sekretarisku memaksakan dirinya bekerja dengan hati tidak penuh. Ayo keluar mencari udara segar."
Sania segera mendongak melihat Amran "Tidak perlu Pak, saya baik-baik saja. Maaf atas ketidaksopanan saya barusan."
"Bukan kau yang perlu udara segar, aku yang membutuhkannya. Ayo keluar."
"Bukan itu maksud saya Pak, tapi kita ada meeting dalam 1 jam kedepan."
"Apa meetingnya lebih penting dari pada memperbaiki suasana hati atasanmu?"
Sania tidak punya pilihan lain dan segera meletakkan kembali pekerjaannya "Kalau begitu mari saya antar Pak."
"Ayo."
Sania segera mengikut di belakang Amran, tapi ia terkejut ketika mereka berhenti di lantai mana sedang ada pengurusan calon karyawan.
"Pak, mengapa kita malah kemari?" Sania kebingungan ketika mereka sudah keluar dari lift.
"Apa lagi, aku ingin cuci mata melihat beberapa karyawan segar." Jawab Amran tanpa menghentikan langkahnya menuju ruangan besar dimana beberapa calon karyawan sedang menunggu giliran mereka untuk di tes.
Huh? Apa dia pikir karyawan itu adalah udang yang ada di pasar? Harus segar?
Sania menghela nafas dan dengan pasrah mengikuti atasannya itu.
Mereka berjalan dengan santai, tak ada yang mengenali mereka, karena memang, bahkan karyawan kantor yang memiliki jabatan rendah tidak mengenal Amran, sebab dia adalah orang yang tertutup dan tidak suka menjadi buah bibir.
"Siapa laki-laki tampan itu? Apa ia juga kemari untuk melamar pekerjaan?"
"Kau benar, dia sangat tampan. Aku harap jika lolos bekerja di sini aku akan bersama dengannya,," Beberapa pelamar pekerja berbisik ketika melihat Amran yang sedang berjalan.
"Hus! Apa yang kalian katakan? Lihat saja penampilannya, ia tidak mungkin pelamar pekerjaan, kemungkinan ia bos di sini."
"Apa katamu? Bagaimana mungkin bos berada di tempat ini? Paling hanya karyawan kecil yang akan berjalan di tengah-tengah ruang tunggu pelamar pekerjaan. Tapi pria itu tidak menggunakan tanda pengenal, jadi pastilah bukan karyawan di perusahaan ini... Astaga tampannya."
Sania yang berjalan di belakang Amran segera merasa kesal dengan gadi-gadis yang berbisik itu. Tapi ia memang lupa menggunakan tanda pengenalnya karena ia terburu-buru.
Sania terus mengikuti Amran ketika ia mendengar bisikan lain. "Pria yang ada di ujung sana pun tidak kalah tampan dengan yang barusan lewat."
"Dimana- dimana?" Sala satu gadis sangat bersemangat.
"Itu yang duduk di pojokan bersama seorang gadis."
"Astaga, kau benar, ia sangat tampan! Apa dia aktor yang sedang menyamar?"
"Ha, kau benar, apa dia menyamar di sini, agar dia diam-diam mengawasiku?"
"_"
Sania bukan tipe cewek yang suka melihat lelaki tampan, jadi ia merasa geli mendengar pembicaraan gadis-gadis itu. Tapi ia tetap penasaran dengan lelaki yang dimaksud mereka hingga ia mengikuti arah pandangnya dan melihat Aris sedang duduk bersama Feni.
Aris?
Kenapa dia berpakaian seperti itu? Bukankah tadi pakaiannya bukan itu?
Sania mengerutkan keningnya...
Sementara Aris yang duduk dengan acuh di sana sedang merasa kesal dengan Feni yang terus berceloteh.
"Mas, liat deh, hampir semua cewek di sini memandangi Mas, mereka dari tadi nyuri-nyuri perhatian ke Mas. Ini pasti karena aku sudah memilih pakaian yang paling keren buat mas.
Tapi ini sih sebenarnya karena Mas juga sangat tampan, ya,,, siapa yang gak tertarik sama cwok tampan. Apa lagi aku..."
"Dari pada kmau mikirin itu, mendingan sekarang kamu cari di internet informasi perusahaan ini. Pasti akan membantu kamu."
"Baik Mas," ya,, padahal aku mau melanjutkan untuk menyatakan perasaanku pada Mas,,, tapi ya sudahlah, nanti saja pas ada waktu yang tepat.
Feni mendapatkan ponselnya dan melakukan pencarian web..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments