BAB 2

Keesokan harinya Sania bangun pada pukul 11:00 karena keributan di depan rumahnya.

"Sial! Apa apaan orang di luar itu sangat berisik! Apa mereka tidak tahu kalau ini ialah hari libur dan beberapa orang perlu tidur lebih lama?" Gerutunya sambil bangun dari tempat tidur dengan rambut acak-acakan membuka pintu kamarnya.

Ia sangat terkejut ketika ia akhirnya tiba di ruang tamu dan membuka sedikit gorden untuk melihat suaminya sedang dikerumuni oleh beberapa gadis-gadis dan ibu-ibu kompleks.

"Pak ganteng, jangan lupa datang ya."

"Iya, semua orang nungguin Bapak lho."

"Pokonya besok, Bapak harus datang supaya kami para gadis ada tempat cuci mata. Maklum, di kompleks ini kan cowok paling ganteng cuma Bapak doang."

"Eh eh eh!!! Kalian ini! Nak Aris sudah saya jodohin sama anak gadis saya. Jadi jangan suka kegatelan di depan calon mantu saya!"

"Halla, ibu ini, anak gadis ibu mana cocok sama Pak Aris!"

"Iya Bu, anak gadis ibu gak ada cantik-cantiknya. Mendingan sama saya saja yang jago dandan. Ya kan Pak Aris?"

Aris yang sedari tadi berdiam diri di sana memegang sapu lidinya, hanya bisa tersenyum ke arah semua orang-orang itu.

"Jawab atuh Pak." Desak gadis berbaju biru.

"Ehh, maaf ya semuanya, tapi saya sudah ada yang punya." Kata Aris kemudian.

"Apa!!!!?" Serantak semua orang di depan Aris menjawab dengan suara kaget tak percaya.

"Iya, maaf ya, saya masuk dulu." Lagi kata Aris tanpa mau mendengarkan jawaban orang-orang itu dan berlari masuk ke dalam rumah.

"Eh! Pak Aris tunggu!" Terdengar suara mereka dari belakang.

"Sial! Dia datang kemari." Sania segera menutup gorden jendela dan berlari kembali ke kamarnya.

Baru setelah ia selesai menutup pintu kamarnya dan menguncinya lalu ia tersadar. "Kenapa aku bersembunyi? Aku tidak salah apapun! Lelaki itu lah yang salah karena ia telah beristri dan masih membiarkan gadis-gadis kampung itu menggodanya!

Tunggu!

Untuk apa aku marah?

Aku bahkan tidak mencintainya!"

"Sayang? Kamu masih tidur?" Terdengar suara Aris dari balik pintu.

Sial!

"Kau sangat berisik! Jangan mengganggu tidurku!" Bentak sania seraya kembali melemparkan dirinya ke atas ranjang.

"Tapi ini sudah hampir tengah hari. Kau sebaiknya bangun sebentar untuk sarapan. Aku sudah memasak makanan kesukaanmu." Bujuk Aris dengan sabar.

Sania memegang perutnya, memang benar ia sudah lapar, apalagi kemarin ia tidak makan dengan benar karena makanan yang disediakan Aris benar-benar tidak sesuai dengan seleranya.

"Hah! Baiklah, aku kan keluar."

Aris tersenyum mendengar jawaban Sania. Ia baru saja akan kebelakang untuk menyiapkan piring yang akan digunakan Sania untuk makan ketika seseorang kembali berteriak di depan rumah mereka.

"Bang, Bang Aris.." Feni seorang gadis yang dijuluki perawan paling cantik di kompleks itu berdiri menunggu tuan rumah untuk keluar.

Aris segera berjalan ke arah pintu mendapati Feni berada di sana dengan senyumannya. "Bang, saya ingin minta tolong."

"Minta tolong apa Neng? Silahkan masuk dulu." Kata Aris dengan ramah.

Tanpa menunggu lebih lama lagi, Feni segera masuk ke dalam rumah membawa beberapa berkas di tangannya.

"Ini nggak papa nih Bang? Kita berduaan ajah." Ucapnya setelah memperhatikan rumah yang sunyi itu.

"Oh, nggak papa, saya juga tidak sendirian, saya bersama is,"

"Kenalin, saya Sania, sepupu Bang Aris." Sela Sania yang sudah muncul dari dalam kamar.

"Wah, ini sepupu Bang Aris," Feni terlihat bersemangat.

"Tidak, dia bukan sepupu saya, dia adalah is,"

"Apa? Kau tidak mau mengakuiku sebagai sepupumu? Aku akan melaporkanmu pada Nenek nanti!" Bentak Sania memotong perkataan Aris.

Aris merasa sesak mendengar istrinya berbicara. Bagaimana istrinya itu tidak mau mengakuinya sebagai suami.

Tapi ia menahan diri "Baiklah, baik, duduklah dan temani Feni lebih dulu. Aku akan membuatkan kalian minuman."

Segera Sania tidak memperdulikan suaminya dan memilih duduk bersama Feni di ruang tamu.

Aku harus mendapatkan hati sepupu Bang Aris supaya ia mau membuatku terus dekat dengan Bang Aris. Gumam Feni dalam hati.

"Kalian terlihat begitu dekat satu sama lain. Baru saja aku melihatmu tadi dan aku sudah tahu kalian pasti keluarga. Yang satu tampan dan yang lainnya cantik."

"Hahaha... Terimakasih atas pujiannya." Maksudku jilatannya, lagi pula siapa yang mau menganggap Aris itu tampan? Tidak! Sama sekali tidak tampan!

"Aku tidak memuji, itu benar-benar sesuai kenyataan." Lagi tambah Feni. "Kenalkan namaku Feni, aku tinggal di kompleks ini juga." Feni mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Sania.

Dengan senyum, Sania menerima uluran tangan Feni "Sania," ucapnya.

"Apa yang bisa aku bantu?" Ucap Aris ketika ia sudah muncul dari belakang dengan nampan berisi minuman di tangannya.

"Pak Aris, terima kasih minumannya, aku hanya ingin meminta tolong untuk diajari membuat surat lamaran pekerjaan."

"Oh, tentu bisa, mari saya lihat."

Feni segera membuka berkas-berkas yang ia bawah dan menyerahkannya pada Aris.

"Aku akan kebelakang sebentar," ucap Sania kemudian tanpa di gubris kedua orang yang sedang sibuk itu.

Cih!

Apa-apaan!

Istri berbicara malah sibuk dengan yang lain!

Dengan kesal, Sania berdiri dari kursinya dan berjalan ke dapur mencari makanan.

Sania membuka tudung saji pada meja makan dan kekesalannya langsung lenyap ketika melihat semua makanan kesukaannya tersaji di atas meja makan itu.

Ayam kecap, sup kepala ikan...

Sania tidak membuang lebih banyak waktu dan segera menyantap makanan itu.

Belum setengah dari makanannya habis dan ia sudah kesal ketika mendengar pembicaraan dari rumah tamu.

"Bang Aris, besok bisa tidak Abang antarin aku sebentar menyerahkan surat lamaran kerja ini?"

"Aduh Neng, saya besok kan mengajar di SMP."

"Ya kan, besok aku tinggal bilang ke Bapak supaya memberi ijin sama Bang Aris. Bapak pasti mengerti."

"Aduh, gimana ya neng, tapi saya harus minta ijin dulu sama is,, maksudnya Sania."

"Lah, kok minta ijin sama Sania Bang? Kan dia cuma sepupu Abang. Lagi pula, dia kan cuma tinggal numpang di rumah Abang."

"Bukan, bukan begitu, tapi,,"

"Tidak apa Bang, kalau Abang tidak mau, saya bisa bilang ke Bapak supaya mindahin Abang ke SMP di kampung sebelah!"

Sania semakin kesal.

Ia segera berdiri meninggalkan makanannya dan berjalan ke ruang tamu "Aku ngijinin Abang kok buat nganterin Feni. Jadi tidak usah mengelak lagi. Ganggu orang makan tau gak, namanya di bawa-bawa begitu!"

"Tuhkan, Sania memang pengertian. Jadi besok jadi dong Abang nganterin aku." Feni kegirangan.

Sedangkan Aris yang duduk di sofa segera berdiri dan menarik Sania ke dalam kamar.

"Bang, apaan sih! Aku kan udah bilang kalau kamu tidak boleh lagi masuk ke kamar ini! Ini sudah jadi kamar aku!" Bentak Sania pada Aris.

"Pelankan suaramu!"

"Kenapa? Kenapa aku harus memelankan suaraku? Huh?"

Aris menggertakkan giginya. Ia hanya ingin menjelaskan situasinya pada istrinya itu, tapi sepertinya istrinya pun bahkan tidak perduli kalau ia pergi dengan perempuan lain.

Hatinya terasa sakit saat dengan pasrah ia melepaskan genggamannya pada tangan Sania dan keluar dari kamar.

"Jam berapa Abang mengantarmu besok?" Tanyanya pada Feni.

"Kita berangkat pagi ya Bang, besok jemput aku di rumah."

"Baiklah."

Terpopuler

Comments

Yani Inaya Emerald Msi

Yani Inaya Emerald Msi

aq dah klik favorit bang😄

2021-11-21

0

Mara

Mara

Belum kena batunya aja nih Sania 🤭

2021-07-13

0

Iins Colletion

Iins Colletion

hehe.. Abang Aris yg sabar ya....😊

2021-04-11

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!