Sania sudah kembali berbaring di tempat tidurnya ketika ia melihat ibunya dengan lemas "Bu aku lapar dan sangat ingin makan telur dadar."
"Ya sudah sayang biar Bibi buatin lagi tapi kalau kamu masih muntah juga kali ini ibu tidak mau kamu meminta telur dadar lagi."
"Iya Bu." Ucap Sania
"Ya udah Bi, tolong bikinin lagi telur dadar nya."
"Baik Nya." Jawab Bibi Sani lalu keluar dari kamar Sania.
"Istriku sebenarnya Kenapa Bi?" Tanya Aris dengan cemas karena sedari tadi seluruh badannya terlalu lemas ketika melihat istrinya berlari ke kamar mandi untuk muntah.
"Bibi juga tidak tahu Den, soalnya Non Sania dari dulu tidak suka makan telur apalagi telur dadar, tapi sekarang dia malah minta telur dadar dan ia sudah dua kali muntah karena mencium aroma telur dadar. Tapi Non Sania malah minta dibuatin telur dadar lagi katanya ia ingin sekali memakannya."
"Ya udah Bi, biar aku saja yang membuatkannya."
"Iya Den, soalnya telur dadar buatan Bibi dari tadi membuat Non Sania jadi muntah, mungkin akan lain cerita kalau suaminya yang membuatkannya."
Aris segera berlari ke bawah dapur menyiapkan bahan untuk membuat telur dadar.
Bibi Sani dan Adel duduk di meja makan sambil memperhatikan Aris yang sedang memasak telur dadar untuk istrinya.
'Astaga ternyata mas Aris pintar masak juga, kalau aku nikah sama Mas Aris aku bisa makan enak tiap hari! Apalagi ditambah menikmati wajah ganteng Mas Aris,,, uluh,,, itu kenikmatan yang hakiki.' Gumam Adel sambil tersenyum sumringah memperhatikan Aris yang sedang memasak.
Setelah 10 menit berlalu akhirnya telur dadar buatan Aris sudah siap juga di tata di atas piring.
"Bi, tolong bawain ya." Katanya menyerahkan nampan berisi masakannya pada Bibi Sani.
"Baik Den."
Ketiga orang itu kemudian kembali berjalan ke atas lantai 2.
"Mas, kalau nanti Kak Sania enggak mau makan masakan Mas Aris biar buat aku saja ya?" Kata Adel dengan percaya diri karena ia yakin kakaknya tidak akan mau memakan telur dadar itu sebab ia tahu Sania sedari dulu tidak suka dengan yang namanya telur apalagi dengan telur dadar.
'Makasih ya Kak Sania udah minta telur dadar, jadi Mas Aris yang bikin trus nanti aku yang makan.... Ya ampun Ini adalah pertama kalinya aku makan makanan yang dibuatkan oleh mas ganteng...' Gumam Adel sambil tersenyum melihat ke arah Aris.
'Kenapa ni bocah? Bikin orang merasa ngeri saja.' Gumam Aris dengan kesal.
Sementara di dalam kamar, Veronica menerima nampan dari Bibi Sani. "Bi kok baunya menyengat sekali?" Komentar Veronica ketika mencium bau telur dadar itu sangat menyeruak.
"Apa perlu saya ganti lagi Nya?" Tanya Bibi Sani dengan panik.
"Tidak usah Bi," jawab Veronica karena ia juga yakin kalau anaknya tidak akan mau memakan telur meskipun dibuat dalam bentuk apapun.
Veronica kemudian mendekati Sania yang kini terbaring lemas. "Sayang, makanannya sudah siap."
Sania segera membuka matanya lalu ia kembali dibantu oleh Bibi Sani untuk duduk bersandar pada sandaran ranjang.
Veronica kemudian mengambil potongan kecil telur dadar pada piring itu lalu menggunakan sendok untuk menyuapi putrinya.
Sania terdiam melihat telur dadar yang diarahkan ibunya padanya, dan anehnya, ia tidak merasa mual tapi mala menelan air liurnya melihat potongan telur dadar itu.
"Kenapa diam sayang? Apa kau merasa mual lagi?" Tanya Veronica sambil menjauhkan sendok dari depan Sania.
"Tidak Bu, berikan potongan yang lebih besar Bu."
"Oh, baik sayang." Jawab Veronica kemudian mengambil potongan yang lebih besar lalu menyuapi putrinya.
Satu kunyahan, dua kunyahan, dan akhirnya seluruh potongan telur yang masuk ke mulut Sania telah habis ditelan.
Sesendok demi sesendok terus Veronica berikan pada Sania hingga akhirnya seluruh makanan pada piring telah berpindah ke perut Sania.
'Yaaa,, kok Kak Sania malah menghabiskan telur dadarnya? Kan aku jadi tidak kebagian!' gerutu Adel yang mengintip bersama Aris dari balik pintu.
"Sayang, apa kau merasa baikan sekarang?" Tanya Veronica ketika ia sudah meletakkan piring kosong itu di nampan atas nakas.
"Iya Bu," ucap Sania dengan meneteskan air matanya.
"Sayang kenapa malah menangis apa Ada yang sakit? Beritahu pada Ibu." Veronica begitu panik melihat anaknya kembali menangis.
"Tidak Bu, hiks,, hikss" 'aku hanya ingat pada telur dadar buatan Mas Aris Aku sangat merindukannya. Apalagi telur dadar yang barusan ku makan itu rasanya sama persis dengan buatan Mas Aris.'
Veronica sangat panik ketika ia menoleh kearah Bibi Sani. "Telpon lagi dokter Rama, suruh supaya datang lebih cepat."
"Baik Nya."
Saat itulah di luar kamar Dokter Rama juga sudah tiba.
"Selamat Siang Adel cantik." Ucapnya ketika melihat Adel sedang berdiri di lorong menuju kamar Sania.
"Selamat siang Dokter Rama."
"Eh, tumben sapanya pakai Dokter Rama, biasanya panggilnya pakai dokter ganteng."
"Ih! Kapan ada pernah panggil Dokter Rama jadi dokter ganteng, satu-satunya orang yang pernah Adel panggil dengan sebutan ganteng itu cuma mas Aris ganteng. Iya kan Mas?" Kata adel sambil mengedipkan sebelah matanya pada Aris yang kini memperhatikannya.
Aris tidak menghiraukan kata-kata Adel dan segera berbicara dengan dokter Rama, "Dok tolong cepat masuk."
Saat itu juga lah bibi sani keluar dari kamar untuk kembali menelepon dokter Rama.
"Eh pak dokter sudah di sini ayo cepat masuk Dok," katanya pada Dokter Rama.
Ketika Dokter Rama masuk, Sania segera menghapus air matanya lalu melihat dokter muda itu. 'Seandainya yang datang ialah Mas Aris...'
"Selamat siang," ucap Dokter Rama ketika melihat kedua perempuan di dalam kamar itu.
"Selamat siang Dok tolong segera periksa anak saya, dia sudah muntah dua kali hari ini."
Segera Dokter Rama membongkar peralatannya lalu memeriksa Sania dengan teliti.
Setelah memeriksa Sania, Dokter Rama tersenyum.
"Bagaimana keadaan sania Dok? Apa dia baik-baik saja?" Tanya Veronika.
"Sepertinya anak ibu harus dibawa ke rumah sakit karena alat untuk memeriksanya hanya ada di rumah sakit."
"Ap,, apa Dok? Memangnya anak saya sakit apa Dok?"
Aris yang berdiri mengintip dari balik pintu tak kalah kagetnya mendengar kata-kata dokter itu, kakinya segera lemas ketika ia tak mampu lagi menahan tubuhnya dan jatuh terduduk di bawah lantai.
"Mas, Mas ganteng!" Adel sangat panik.
"Iya Bu, anak ibu harus dibawa ke rumah sakit untuk memastikan kalau dugaan saya benar."
Veronica sudah di duduk di atas ranjang sambil memegangi tangan putrinya ketika air matanya jatuh berderai di pipinya.
"Ibu tolong jangan menangis dulu karena dugaan saya bahwa keluarga ibu akan mendapat satu tambahan anggota keluarga lagi."
Veronica segera berbalik menatap Dokter Rama "Apa dok?"
Dokter Rama tersenyum "Iya Bu, dugaan saya ada ke ibu sedang hamil, dan untuk memastikanya perlu dilakukan di USG di rumah sakit."
"Apa Dok? Jadi,, jadi saya akan punya cucu?" Veronica kembali bertanya dengan raut wajah kaget sekaligus tenang.
"Iya Bu, saya yakin sebanyak 70% dan 30% nya perlu dipastikan di rumah sakit, kalau begitu saya mengucapkan selamat untuk Ibu dan keluarga Ibu, tapi sekarang saya harus pamit pergi karena ada pasien yang sedang menunggu saya." Kata dokter Rama.
"Iya, terima kasih Dok.. terima kasih." Kata Veronica penuh kegembiraan pada dokter Rama.
Bibi Sani segera mengantar Dokter Rama keluar dari kamar.
Sedangkan Sania yang mendengar berita itu air matanya segera mengalir lebih deras lagi "Ibu, kenapa Ibu malah senang?" Tanya sania sambil terisak.
"Sayang, tentu saja Ibu senang karena sebentar lagi bukan punya cucu. Makasih ya sayang."
"Tapi Bu, bagaimana orang-orang akan melihatku sekarang aku hamil tanpa seorang suami." Isaknya 'Ibu seandainya Ibu juga tahu kalau anak dalam kandungan ku ini bukanlah anak Mas Aris tapi iyalah anak dari hubungan terlarang ku dengan pria asing yang bahkan aku sendiri tidak tahu siapa.' Gumam sania lagi sambil memegang erat sprei tempat tidurnya.
'Astaga aku lupa kalau sania sedang dibohongi kalau ia sudah bercerai dengan Aris, sebaiknya aku ke beritahu saja kebenarannya sekarang' Gumam Veronika.
Veronica baru saja akan memberitahu putrinya ketika sania sudah menangis keras akibat memikirkan nasibnya kedepan hingga ia sudah tidak bisa menguasai emosinya, sania akhirnya jatuh pingsan.
"Sayang,, sayang,," Veronica sangat panik ketika ia menoleh ke arah pintu kamar.
"Aris, cepat kemari, Sania pingsan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments