"Cari siapa Bi?" Tanya Adel yang sedari tadi menunggu kepulangan Aris.
"Itu Non, Apa Non melihat Den Aris ya. Dari pagi Bibi mencarinya tapi tidak ada."
"Oh, kan Mas Aris lagi ngajar di SMP." Jawab Adel dengan acuh.
"Lho, ini kan Hari Kamis Non, Den Aris tidak ada jam mengajar kalau hari Kamis."
"Apa Bi? Kok aku baru tahu sih?" Adel begitu terkejut.
Bibi Sani jadi kebingungan ketika ia tidak tahu harus menjawab apa.
"Kalau Mas Aris tidak pergi ke sekolah, lalu pergi kemana dong?
Apa jangan-jangan...
Ahh! Pokonya gak boleh, Mas Aris gak boleh mencari wanita lain! Gak boleh!"
Perlahan Bibi Sani meninggalkan Adel yang sedang parno sendiri.
"Bi,?" Adel kaget ketika ia berbalik dan Bibi Sani sudah tidak ada di sana.
"Tuh kan, pasti ditinggal lagi. Astaga! Bibi ini ya..." Kesal Adel yang selalu di tinggal oleh Bibi Sani.
"Aduh, untung bisa lepas dari Non Adel, lalu tidak, bisa jadi patung kalau lama-lama dengar celotehannya yang panjang.
Tapi kemanaya Den Aris, kan sekarang waktunya antar makanan buat Non Sania."
Akhirnya Bibi Sani hanya tidak menunggu Aris lagi dan segera mengantar makanan untuk Sania.
"Selamat siang Non. Ini Bibi Masakin telur dadar sesuai permintaan Non Sania." Kata Bibi Sani ketika memasuki kamar Sania dan melihat Sania sedang menyemprot bunga Krisan miliknya.
"Makasih ya Bi." Kata Sania mendekat ke arah Bibi Sani dan melihat makanan yang ada di nampan.
"Iya Non, apa Non butuh sesuatu yang lain lagi?" Tanya bIbi Sani.
"Tidak Bi," ucap Sania meraih sendok makannya dan mencicipi telur dadar buatan Bibi Sani.
Barus aja ia menelan satu gigitan telur itu ketika perutnya langsung bergejolak dan perasaan mual meliputnya.
"Ada apa Non?" Tanya Bibi Sani dengan panik.
"Tidak Bi, aku tiba-tiba mual." Ungkap Sania sambil memegangi perutnya.
"Akan Bibi ambilkan obat." Ucap Bibi Sani dengan cepat keluar dari kamar Sania mencari obat.
Sementara Sania yang kembali melihat telur dadar di piringnya menjadi semakin mual dan memaksanya berlari ke kamar mandi untuk menumpahkan semua isi perutnya.
Hoek... Hoek....
"Non, ini Bibi sudah bawa obatnya." Ucap Bibi Sani dengan panik menghampiri Sania yang sedang muntah di dalam kamar mandi.
"Bi bantu saya berdiri." Sania begitu lemas secara tiba-tiba.
"Iya Non, Mari saya antar ke tempat tidur."
Sania duduk bersandar di atas tempat tidur sambil memejamkan matanya.
"Maaf Non, obat ini tidak bisa dimakan kalau tidak makan terlebih dahulu."
"Ganti makanannya Bi, jangan lagi telur dadar." Kata Sania dengan suara lemas.
"Baik Non." Bibi Sani kemudian keluar dari kamar Sania dan mendapatkan nasi beserta sup ayam untuk Sania.
Ia akan membawanya ke kamar Sania saat Veronika menghampirinya di dapur. "Bi, itu makanan buat siapa?" Tanyanya.
"Ini makanan buat Non Sania."
"Lho, bukannya tadi Bibi sudah antar ya?"
"Iya Nya, tapi Non Sania mual dengan telur dadar, jadi saya mengganti makanannya."
"La, memang Bibi lupa kalau Sania tidak pernah makan telur?"
"Tidak Nya, tapi Non Sania sendiri yang minta dibuatkan telur dadar jadi saya menuruti keinginannya. Tapi Non Sania malah muntah-muntah."
"Saya akan melihatnya kamu telpon dokter lebih dulu." Ucap Veronika lalu berjalan ke kamar putrinya.
Saat itu Sania sudah tidak mau bergerak untuk menutup pintu jadi Veronika langsung saja masuk ke dalam kamar putrinya.
"Sayang, kamu kenapa?" Tanyanya memegang tangan putrinya.
Sania segera membuka matanya dan melihat ibunyalah yang kini berada di depannya.
"Ibu, katanya dengan suara lemah."
"Sayang maafin Ibu, Ibu sangat kuwatir dengan keadaanmu."
"Ibu maafkan Sania." Ucap Sania dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
"Iya sayang, Ibu selalu memaafkanmu, bahkan Ibu jugalah yang harusnya minta maaf padamu."
"Tidak Bu, akulah yang keras kepala, aku yang tidak berbakti hingga semuanya harus sepeti ini."
"Sayang, tidak ada apapun yang perlu kamu sesali, semuanya baik-baik saja, dan kamu akan tetap menjadi putri ibu yang tersayang." Veronika segera memeluk putrinya itu.
"Makasih Bu," ucap Sania sambil terisak keras di pelukan ibunya.
"Iya sayang, sudah menangisnya." Ucap Veronika sambil menepuk pelan punggung anaknya.
Bibi Sani yang masuk ke kamar melihat pemandangan itu langsung berhenti di ujung ranjang. 'Akhirnya Non Sania mau juga menemui Ibunya."
"Bi, sini makanannya, biar saya yang suapi Sania." Kata Veronika sambil menghapus air mata putrinya.
"Ini Bu," ucap Bibi Sani menyodorkan nampan di tangannya.
Sementara Sania yang melihat makanan itu langsung hilang nafsu. "Bi, ada telur dadar tidak, aku mau makan itu." Katanya.
"Tapi Non."
"Sayang, kan tadi kamu muntah karena cium bau telur." Veronika mengingatkan anaknya.
"Tapi aku mau makan telur dada Bu, tapi cuma tidak tahan sama baunya saja, bisa tidak telur dadarnya dihilangkan baunya?"
"Sayang, mana bisa begitu," Veronika kebingungan dengan permintaan anaknya.
"Tidak apa Bu, saya akan coba buat." Kata Bibi Sani mengambil kembali nampannya dan keluar dari kamar.
Sementara Veronika yang masih tinggal bersama putrinya, ia menatap Sania kebingungan. "Sayang, kamu kenapa?"
"Tidak tahu Bu, aku cuma mau makan telur dadar saja kok." 'Maunya telur dadar buatan Mas Aris, tapi kan kami sudah cerai, masa aku suruh Bibi Sani ke rumah Mas Aris minta dibikinin telur dadar?'
"Tapi kan kamu dari dulu gak suka makan telur, apa lagi telur dadar."
"Tapi sekarang aku mau Bu."
"Ya udah, tapi mulai sekarang kamu jangan ngurung diri di kamar lagi ya? Semua orang di rumah ini rindu sama kamu yang suka bikin adik kamu cemberut."
"Iya Bu, aku akan keluar kamar nanti."
Sementara di luar rumah, Adel yang sedang menunggu Mas tampannya kegirangan saat melihat Aris sudah kembali.
Segera ia melompat dari kursinya menyambut Aris "Mas! Akhirnya Mas pulang juga!"
"Memangnya kenapa?" Tanya Aris kebingungan melihat tingkah aneh adik iparnya itu.
"Aduh Mas! Adel tuh dari tadi nungguin Mas, sampai pantat Adel jadi sakit duduk di kursi teras."
"Memangnya siapa yang menyuruh kamu menunggu Mas?" Aris kebingungan.
"Hehe, soalnya hari ini Adel mau ajakin Mas nonton di bioskop. Ada film romantis banget, dan Adel pengennya nonton sama Mas Aris."
"Maaf ya, Mas buru-buru," ucap Aris lalu m meninggalkan Adel.
"Ya, Mas tunggu!"
Aris segera berjalan cepat ke arah dapur mencari Bibi Sani.
"Bibi," katanya ketika Bibi Sani sedang menata makanan untuk Sania.
"Eh, Den Aris sudah pulang."
"Iya Bi, ini makanan buat istri saya kan?"
"Iya Den, Non Sania baru saja muntah."
"Apa Bi? Lalu bagaimana keadaanya sekarang?" Tanya Aris dengan panik.
"Sudah baikan Den, saya sudah menghubungi dokter keluarga, bentar lagi pasti datang. Ya udah, Bibi ke atas dulu ya."
"Eh iya Bu, saya ikut"
"Ehh,,, tunggu Mas!" Adel menyelah.
"Ada apa Dek?" Tanya Aris.
"Itu, kita jadi nonton kan?"
"Maaf ya Dek, Mas sibuk!" Lalu Aris meninggalkan Adel.
Ketika ia tiba di kamar Sania, pintunya sudah terbuka sedikit, ia segera mengintip ke dalam kamar Sania.
"Non, ini Bibi bawakan yang baru."
"Makasih ya Bi," ucap Veronika menerima nampannya lalu menyuapi Sania.
Hoek.. Hoek...
Sania segera berlari ke kamar mandi dan memuntahkan cairan.
"Astaga sayang," Veronika begitu panik menyusul putrinya.
"Aku baik kok Bu," ucap Sania dengan wajah pucatnya.
"Bagaiman baik, lihat wajah kamu pucat begini," Veronika kemudian menoleh ke arah Bi Sani "Dokternya sudah di jalan kan Bi?"
"Iya Nya, katanya sebentar lagi sampai."
"Bu, aku lapar, ingin makan telur dadar, tapi buatnya yang enak Bu."
'Astaga, kok Non Sania jadi kayak orang ngidam ya?' Gumam Bibi Sani kebingungan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments
Ariya Elf
si adel bau2nya jdi pelakor nih..
2021-04-07
4