Di Sumur Batu,
Pertarungan antara Elang Putih atau Pendekar Topeng Perak (panggilan dari Pendekar Selatan) menghadapi tiga pengawal Paron Geni tidak terelakkan.
Tiga pengawal Paron Geni memang memiliki olah kanuragan yang cukup tinggi. Akan tetapi, lawan yang mereka hadapi kali ini bukan pendekar biasa. Melainkan salah satu pendekar yang menguasai ilmu tenaga dalam tanpa tanding. Jelas saja, baru saja belasan gerakan awal mereka sudah keteteran.
"Baling-baling Pedang Pengoyak Langit" teriak seorang pengawal Paron Geni seraya memainkan pedang kembar ditangannya dengan cepat. Kedua pedang itu menyatu, membentuk lingkaran dengan ketajaman disetiap sisi.
Detik berikutnya, lingkaran pedang menyilaukan itu mengarah keleher Mahesa.
"Hiiiaaaaaatttt ... " Secara perhitungan, Mahesa tidak mungkin bisa menghindar. Akan tetapi,
Mahesa mengangkat tangan kanannya. Diselimuti kekuatan energi, tangan Mahesa menangkap pedang yang mengarah lehernya.
Membuat pergerakan pedang terhenti seketika.
"Plak ... "
"Blug ..."
Satu tendangan bersarang telak di kepala pengawal Paron Geni. Membuat tubuhnya langsung tersungkur tidak bernyawa.
Kedua temannya tersentak kaget. Serentak, mereka melompat mundur. Keduanya bersiap mengeluarkan jurus andalan mereka. Belum lagi mereka sempat berbuat, tiba-tiba saja muncul bayangan seekor naga berwarna putih melintas dan menghantam dengan keras.
Kekuatan energi tingkat tinggi bersarang di tubuh kedua pengawal Paron Geni. Meski tidak kehilangan nyawa, keduanya terluka sangat parah.
"Ilmu Naga Terbang bocah ini sangat sempurna." Gumam Paron Geni.
Melihat ketiga pengawalnya dikalahkan, Paron Geni maju mendekati Mahesa. "Hahaha ... Luar biasa. Aku harus mengakui kemampuan yang kau miliki cukup tinggi bocah. Hahaha ...."
"Anda pasti bercanda. Kemampuan saya hanya seujung kuku Tuan. Mohon untuk Tuan mengalah." Mahesa memberi hormat.
"Sungguh besar nyali mu. Berani menantang Paron Geni. Hahaha ... Kali ini aku akan perlihatkan ada langit yang lebih tinggi dari yang kau tahu." Paron Geni tertawa mengejek.
Mahesa memasang kuda-kuda bersiap menyerang Paron Geni.
Tanpa menunggu, Mahesa melancarkan serangan berbahaya. Jurus Tapak Naga menghujani pertahanan Paron Geni.
Terlihat, Paron Geni yang masih mengukur batas kemampuan Mahesa menjadi gelagapan. Dia tidak menyangka ilmu tenaga dalam Pendekar Topeng Perak jauh di atas perkiraannya.
Paron Geni berkelit membuang tubuhnya kesamping kiri. Kaki kanannya diangkat, dia terlihat mau menendang. Mahesa yang mengetahui itu hanya gerakan tipuan tidak terpancing. Dia melompat tinggi dan berputar di udara, kedua tangannya mengarah pada Paron Geni.
"Tapak Naga Api." Kekuatan tenaga dalam tinggi menghantan kebawah dimana Paron Geni berdiri.
Gerakan Mahesa sangat cepat dan tidak terduga. Membuat Paron Geni tidak memiliki kesempatan untuk menghindar. Terpaksa dia mengangkat kedua tangan menahan pukulan Mahesa.
"Brrrr..." Dua kekuatan tenaga dalam beradu, menciptakan gelombang getaran yang hebat.
Dedaunan kering yang berada disekitar kaki Paron Geni terbang berhamburan. Aliran energi yang tersebar menggoyangkan pepohonan dan mematahkan beberapa ranting kayu.
"Duuuaaarrr...." Suara ledakan bergema.
Mahesa melakukan gerakan salto diudara, kemudian kembali mendarat mulus di permukaan tanah. Api menyala dibeberapa titik. Efek dari Ilmu Tapak Naga Api yang Mahesa kerahkan.
"******** Tengik !!!" Paron Geni mengumpat keras. Dadanya terasa seperti terbakar. Panas mengelupas bagai tersiram magma. Memaksa Paron Geni menelan beberapa pil sumberdaya berharga untuk secepatnya menetralisir rasa panas.
Paron Geni kembali mengatur nafas. Wajahnya masih merah padam. Entah mana yang lebih mendominasi, panas tubuh atau panas hati.
Dia melihat Pendekar Topeng Perak masih berdiri tegap dan bisa tersenyum dengan manis. Menandakan dia baik-baik saja.
'******** Tengik. Siapa sebenarnya Pendekar Topeng Perak ini? Ilmu tenaga dalam yang dimilikinya sangat tinggi.' Paron Geni menyipitkan matanya, mencoba mencari tahu.
Yang dia ingat, beberapa puluh tahun silam hanya ada seorang pendekar selatan yang mampu unggul darinya yaitu Pendekar Naga Suci. Sekarang tiba-tiba saja muncul seorang pendekar muda dengan kemampuan yang sama.
"Hei pendekar muda, apa hubunganmu dengan Pendekar Naga Suci?" tanya Paron Geni kemudian.
Mahesa mengerutkan dahi. Dia tidak mengenal orang yang dimaksud Paron Geni. Yang Mahesa tahu, Naga Suci merupakan tingkatan tertinggi dari Ilmu Sepuluh Tapak Penahluk Naga yang dimilikinya.
'Apa mungkin ada pendekar selatan yang memiliki ilmu Tapak Naga Suci?' Mahesa membatin.
Mahesa jadi penasaran. Jika memang ada pendekar selatan yang menguasai ilmu tapak naga suci, bukan tidak mungkin ilmu itu benar berasal dari selatan. 'Apa ayah berasal dari selatan?'
Mahesa larut dalam pemikirannya sendiri. Dia seperti sedang berdiri ditengah lautan tanpa tahu arah mata angin.
"Hei bocah tengik ! Apa kau kehilangan suaramu ?!" bentakan Paron Geni membuyarkan lamunan Mahesa.
"Saya tidak mengenal orang yang Tuan maksud." Jawab Mahesa beberapa saat kemudian.
Paron Geni tertawa mendengar jawaban Mahesa. " Hahaha ... Kau masih berlagak bodoh. Memang, terkadang seorang pendekar melupakan jati dirinya. Menutupi wajah dengan topeng tidak mungkin mampu menyamarkan kemampuan."
Paron Geni seolah menuduh Mahesa dalam penyamaran.
"Kemampuan saya terlalu rendah untuk beradu mulut dengan Tuan. Saya tidak akan membatasi penilaian Tuan terhadap diri saya. Siapapun saya di mata Tuan, sebaiknya Tuan lebih berhati-hati." Ucap Mahesa.
"Cuiiihhhhh .... Jumawa !!! Aku Paron Geni, tidak akan kalah oleh pendekar pengecut sepertimu."
Sehabis berkata, Paron Geni memasang jurus terbaik. Dia berniat mengakhiri perlawanan Mahesa secepatnya.
"Coba kau sambut yang satu ini bocah tengik !!!" Paron Geni melompat maju.
Mahesa kembali menyambut serangan Paron Geni dengan jurus Sepuluh Tapak Penahluk Naga. Pertarungan tingkat tinggi kembali tersaji.
Hati Puspita Dewi berdebar, dia tidak tahu harus berbuat apa. Hal yang paling Puspita cemaskan adalah keselamatan majikannya. Walaupun ilmu tenaga dalam Mahesa sangat tinggi, tapi Paron Geni adalah penjahat licik. Yang tidak akan memperhatikan norma-norma dalam bertarung.
Bayangan seekor naga berwarna putih kembali muncul. Berputar dan menyerang. Paron Geni melompat mundur beberapa tombak. Dia menaburkan satu bumbung serbuk berwarna putih ke udara.
"Duuaarr ..." Ledakan kembali terdengar kala bayangan naga membentur tubuh Paron Geni.
Paron Geni terjajar. Kepulan asap menghalangi pandangan mata. Sementara waktu, keadaan berubah hening. Menyisakan angin lembut yang bertiup mengikis sedikit demi sedikit asap dimedan laga.
Asap belum sepenuhnya menghilang, tapi pandangan mata sudah bisa menembus area pertarungan. Mahesa berdiri seorang diri. Sementara, tubuh Paron Geni raib seperti terhisap oleh daun.
Mahesa memandang berkeliling, mencari keberadaan Paron Geni. Mahesa yakin Paron Geni tidak kabur. Melainkan sedang menggunakan tehnik bertarung. Ya, Paron Geni bersembunyi sambil mempersiapkan satu serangan berbahaya.
"Wusss..." Beberapa jarum beracun berterbangan kearah Mahesa.
Mahesa berkelit dan melompat menghindari setiap jarum yang mengancam jiwanya. Kemudian menghentakkan kedua tangan melepas tenaga dalam. Membuat jarum-jarum beracun terpelanting.
Pohon dan semak yang terkena jarum beracun langsung menghitam. Daunnya kering dalam beberapa detik saja.
"Luar biasa, racun yang sangat dahsyat." Mahesa berdecak kagum melihatnya. Jika saja mengenai anggota tubuh manusia, bisa dipastikan tidak akan tertolong.
Tiba-tiba muncul aura membunuh dahsyat dari arah belakang. Belum sempat Mahesa menoleh, Paron Geni muncul mengerahkan tenaga dalam tingkat tinggi.
"Buumm..." Serangan Paron Geni seperti membentur batu karang.
Mahesa menahan pukulan Paron Geni dengan ilmu Tapak Naga Bumi.
Tubuh Mahesa terpental beberapa meter, namun dia masih mampu menjaga keseimbangan dengan baik.
Diluar dugaan, Paron Geni malah mengalami kejadian mengerikan. Dia muntah darah. Bahkan darah mengalir dari hidung dan telinga. Paron Geni menotok beberapa urat saraf ditubuhnya. Lalu dia kembali menelan beberapa sumberdaya demi membuat kondisinya tetap sadar.
Paron Geni mengumpat sebisanya. Bukan karena sakit yang dia derita. Akan tetapi, keuangannya ikut terkuras. Harga sumberdaya yang dia konsumsi tidak ada yang murah. Bisa-bisa dia harus bekerja setahun penuh tanpa dibayar.
"******** Tengik !!!" Paron Geni kembali melepas beberapa senjata rahasia.
Meskipun Mahesa berhasil menghindar, lagi dia harus kehilangan Paron Geni.
"Ilmu Ilusi kakek tua ini sangat tinggi." Batin Mahesa. Kendati menggunakan Ilmu Mata Naga, Mahesa kesulitan menemukan persembunyian Paron Geni.
Tidak ada jalan lain, Mahesa harus menunggu pergerakan Paron Geni selanjutnya.
"Tapak Naga Es." Mahesa melepaskan energi naga ke angkasa. Bayangan naga itu berputar baru kemudian meluncur deras kearah Mahesa. Menghantam bayangan Mahesa.
Sedetik sebelum itu, sebuah bayangan berkelebat keluar dari dalam bayangan Mahesa. Kiranya Paron Geni bersembunyi didalam bayangan tersebut.
"Uhuk...uhuk... Bocah tengik,,, kau bisa membaca ilmu ilusi terbaikku. Aku sangat kagum padamu." Suara Paron Geni terdengar lemah disela batuk darah nya.
"Saya kira Anda pantas menerimanya Tuan. Terlalu banyak pendekar yang telah tewas disebabkan fitnah yang kau sebarkan." Mahesa menatap Paron Geni penuh amarah.
Mengingat nama guru dan Padepokan nya telah tercoreng akibat ulah komplotan Paron Geni dan Setan darah.
"Hahaha ... Lakukan jika memang kau bisa mengakhirinya."
Bibir Paron Geni belum tertutup sepenuhnya saat Mahesa melayangkan beberapa pukulan. Paron Geni tidak bisa menghindar dan terpaksa membiarkan tubuhnya dipukuli.
Mahesa sepertinya tidak berniat langsung membunuh. Melainkan memberi rasa sakit terlebih dahulu. Paron Geni yang masih memiliki sisa kesadaran sempat merogoh sesuatu dari dalam sakunya. Lalu mengerahkan benda tersebut pada Mahesa.
"Jikalau aku harus mati, kau pasti menyusul ku bocah tengik."
"Sssssttttt ....!!!" Asap tebal berwarna biru pekat mengepul memenuhi udara.
Mahesa melompat mundur dan mengerahkan tenaga dalam. Namun terlambat. Asap itu lebih dulu mengenainya. Sisa energi yang dilepaskan Mahesa mendorong sedikit asap hingga mengenai pepohonan. Seketika, pohon dan daunnya langsung hangus.
Tubuh Mahesa limbung. Penglihatannya menjadi kabur. Dia terpeleset dan terjatuh kebibir jurang.
"Tuan muda ...!!!" Puspita Dewi menjerit histeris. Secepat yang dia bisa, Puspita melompat memburu tubuh Mahesa. Membuat keduanya terhisap masuk kemulut jurang.
Suasana di area pertarungan menjadi sepi. Pepohonan banyak yang mati. Burung-burung tidak lagi ada yang bernyanyi. Sunyi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Thomas Andreas
jgn kabur ye
2022-04-27
0
Thomas Andreas
ketebak
2022-04-27
0
Thomas Andreas
rugi banyak
2022-04-27
0