"Braja Geni, sementara waktu aku harap ketua bersedia untuk dapat membantu memikul tanggung jawab memimpin padepokan. Jika ada masalah yang sangat mendesak, ketua bisa mengirimkan pesan." Belibis Putih memberi perintah.
Braja Geni bangkit dari duduknya kemudian membungkuk hormat tanda menerima perintah. "Saya akan menjunjung tinggi kepercayaan yang diberikan pada saya. saya bersedia pertaruhkan nyawa demi padepokan. Mohon kepercayaan pimpinan."
"Baik, aku percaya padamu Braja Geni. Sanca Lurik dan kau Rupa Kenca, tugas kalian mendampingi Braja Geni. Bekerjasamalah kalian satu sama lain." Selesai Belibis Putih bicara, mereka langsung meng-iyakan titah pimpinan padepokan.
Kemudian, pandangan Belibis Putih tertuju pada Elang Putih. Dia tidak akan membiarkan kedudukan muridnya lemah selama dirinya tidak berada di padepokan.
"Elang Putih, kau tetap di padepokan. Tugasmu membantu para ketua. Jika mereka salah, tolong tegur mereka atau kau bisa melaporkan kepadaku."
Braja Geni dan yang lain tersedak. Mereka terlihat tidak senang. Blibis Putih selalu meng-anak emaskan Elang Putih sebagai murid kesayangannya.
Dengan demikian, mereka harus bekerja dalam pengawasan bocah kemarin sore. bocah yang baru tinggal beberapa tahun di Padepokan Rajawali ini. Suatu hal yang memalukan. Akan tetapi, andai mereka membantah, bukan tidak mungkin Belibis Putih akan mencabut perkataannya. Bisa-bisa Elang Putih yang ditunjuk sebagai pimpinan. Keadaan akan menjadi jauh lebih buruk.
Dengan menekan perasaan, semua menerima perintah yang diberikan pimpinan padepokan meskipun hati mereka kurang puas.
°°
Rembulan malam sudah condong berat di ufuk barat, menandakan tanggal telah berganti. Hari ketujuh purnama ketiga.
Mahesa menyudahi latihannya. Dia mengatur napas sebelum melangkah pulang. Tempat dia berlatih terletak cukup jauh dari padepokan. Jika orang biasa akan memakan waktu dua jam perjalanan tapi Mahesa hanya membutuhkan waktu lima belas menit saja.
Mahesa memang terbiasa berlatih sendiri sejak berpisah dari kedua orang tuanya. Gurunya sekarang, Belibis Putih Sangat memanjakan dirinya. tidak pernah membatasi ruang gerak Mahesa.
"Selamat malam ketua." Mahesa menyapa Ketua Rupa Kenca setibanya di Padepokan Rajawali.
Rupa Kenca tidak langsung menjawab. Dia terlihat mencoba mengendalikan diri dari keterkejutan. Raut wajahnya memerah, untuk beberapa saat napasnya terhenti. Seiiring bertambahnya degup jantung. Dia sama sekali tidak menyadari keberadaan Mahesa sebelumnya.
Mahesa tersenyum, matanya memandang atap rumah Wakil Pimpinan Kolo Ireng.
"Saya sangat senang, ternyata ketua memiliki kepedulian besar kepada wakil pimpinan Kolo Ireng. Selepas kepergiannya, ketua bersedia meluangkan waktu untuk memastikan keamanan di sekitar sini," ucap Mahesa sambil melepaskan satu senyuman penuh arti.
"Semua tidak seperti yang kau pikirkan Elang Putih. Aku hanya kebetulan melintas, kakang Braja Geni memintaku menemuinya. Salahkah jika aku memastikan keamanan padepokan ku?" jawab Rupa kenca yang masih gugup.
Dia tidak menyangka akan bertemu anak emas pemimpin padepokan. Hatinya mengumpat.
"Ketua, saya sangat kagum pada kebaikan hati Anda. Saya sangat senang jika seisi padepokan saling bekerjasama seperti halnya pesan guru. Maaf, saya tidak bisa menemani ketua. Saya mohon pamit." Selepas berkata, Mahesa memberi hormat kemudian meninggalkan Rupa Kenca yang masih mematung.
Rupa Kenca memandangi punggung Mahesa hingga hilang di balik gelap malam. Dia melihat, sebelum pergi Mahesa melempar senyum penuh makna. Ke arahnya, dan juga ke arah rumah Kolo Ireng.
"Bocah ini, semoga dia tidak banyak mulut!" Rupa Kenca mengepalkan tangannya keras.
°°
"Nyonya Galih, simpan saja arak itu. Akan ada orang lain yang lebih menginginkan arak buatan Nyonya." Mahesa membuang mukanya saat Galih menyodorkan seguci arak mahal.
"Arak ini khusus saya buat untuk Tuan Muda, mana mungkin akan saya berikan pada orang lain." Galih tersenyum manis sambil bergerak kearah depan Mahesa. Namun, pada saat yang bersamaan, Mahesa memutar posisinya hingga tetap membelakangi Galih.
"Apa Tuan Muda tidak bersedia menemani saya minum barang seteguk?" tanya Galih dengan suara manja.
"Nyonya, Wakil Pimpinan sedang tidak ada ditempat. Sungguh tidak baik jika kau minum bersama laki-laki lain. Apa pun alasannya, kau harus menomer satukan suamimu. Buatlah arak terbaik untuk suami Nyonya saat dia kembali. Lakukan kewajibanmu, jangan pikirkan laki-laki lain, baik itu saya ataupun Tamu-Tamu Wakil Pimpinan yang lain. Maaf, Nyonya Wakil Pimpinan. Saya mohon diri."
Tanpa menunggu jawaban, Mahesa melangkah pergi. Galih melotot dengan napas tidak beraturan. Mahesa terdengar begitu menekankan kata "Tamu-Tamu".
''Apa maksudnya? Kurang ajar kau. Aku akan membalas semua penghinaan ini Elang Putih," jerit Galih dalam hati. Dia membanting guci arak di tangannya hingga pecah berhamburan.
°°
Dua bayangan hitam berkelebat ringan. Gerakannya sangat cepat hingga tidak menimbulkan angin.
Mahesa membuka mata, dia melirik kearah kiri. Dua bayangan terlihat mendekat kearahnya. Sebelum bayangan itu semakin dekat, Mahesa berniat menyambut kedatangan mereka lebih awal.
Tangannya menekan batu tempatnya bersemadi membuat tubuhnya melayang ke udara.
Kedua bayangan hitam yang melihat Mahesa mendekat menghentikan gerakan. Salah satu dari mereka langsung menyerang dengan tangan kosong. Gerakan yang sangat cepat hingga tidak terlihat oleh mata biasa, ini menandakan kemampuan orang itu di atas rata-rata.
Mereka bertukar serangan di udara hingga kaki mereka kembali menginjak tanah. Tidak sampai dua puluh gerakan, Mahesa sudah sangat mengenali jurus-jurus mematikan yang dilayangkan lawannya.
Seluruh tubuh kedua orang yang datang dibungkus pakaian serba hitam yang hanya menyisakan mata. Hingga Mahesa tidak bisa mengenali mereka.
''Siapa orang ini? Mengapa dia bisa menguasai Ilmu Sepuluh Tapak Penakluk Naga?'' Mahesa tidak habis fikir. Dia tidak mengetahui ada orang lain yang menguasai jurus Sepuluh Tapak Penakluk Naga selain dirinya dan ayahnya. Menurut ayah, orang yang memiliki Ilmu Sepuluh Tapak Penakluk Naga dengan sempurna hanya orang yang mengajari ayahnya atau kakek gurunya. Namun, kakek gurunya sudah lama meninggal.
''Apa mungkin kakek guru punya murid lain selain ayah?'' Mahesa tidak menemukan jawaban dari semua pertanyaan di benaknya.
'Tapak Naga Api' satu pukulan mengarah ke wajah Mahesa. Dengan cepat dia menyambut pukulan itu dengan 'Tapak Naga Es'.
Benturan keras terjadi. Keduanya sama-sama mengambil jarak. Mahesa terbelalak dia menyadari kemampuan lawannya setara dengannya.
''Orang ini menguasai nya dengan sangat sempurna," batin Mahesa.
Mahesa teringat akan sesuatu,
''Bukankah pimpinan Padepokan Giling Wesi tewas oleh jurus andalannya sendiri? Apakah pelakunya orang yang sama?'' Mahesa meningkatkan kewaspadaan. Ada kemungkinan kedua orang ini menginginkan nyawanya.
''Semoga guru baik-baik saja. Jarak antara Padepokan Rajawali dan Giling Wesi cukup jauh. Jika mereka sudah ada disini, tidak mungkin mereka bertemu guru di Giling Wesi atau Padepokan Walet Merah.''
Gurunya, Belibis Putih sedang pergi menyelidiki kasus pembunuhan Ki Anggada. Mahesa hanya tidak menduga kalau dirinya akan dijadikan target berikutnya.
Belum reda keterkejutannya, seorang berpakaian hitam yang sejak tadi menonton ikut menyerang Mahesa dengan pedang. Mahesa menghunus pedang dipinggangnya menyambut serangan.
''Jurus rahasia dua belas pedang?'' Mahesa terbelalak. Dalam tiga serangan Hampir saja kepalanya berpisah dari tubuh. Sama sekali dia tidak menduga akan mendapat serangan kombinasi dari kemampuan terbaiknya sendiri.
Mahesa yakin. Jika tidak menggunakan segenap kemampuan, dia tidak akan bisa selamat. Keduanya memiliki ilmu Kanuragan yang sangat sempurna. Disisi lain, sesungguhnya dia sangat penasaran, siapa jati diri kedua lawannya. Ada kemungkinan mereka pelaku pembunuhan yang masih menjadi misteri. Satu tugas yang harus dia lakukan ialah harus selamat. Jika memungkinkan, dia akan membongkar jati diri kedua lawannya.
Jika tidak!
Akankah semua pendekar akan dihabisi satu persatu dengan ilmu andalan masing-masing?
''Mungkin mereka orang yang bisa membunuh pimpinan Padepokan Giling Wesi dengan ilmu andalannya sendiri. Tidak. Itu tidak akan terjadi padaku.'' Mahesa berkonsentrasi penuh. Dia akan mengeluarkan kombinasi kemampuan terbaiknya. Ilmu langka warisan ayah dan ibunya. Dia tidak boleh celaka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Budi Efendi
mantap
2023-01-30
1
Teddy
,,,
2022-10-11
1
Thomas Andreas
siapakah gerangan
2022-04-20
0