"Selamat bertemu lagi Tuan. Saya tidak menduga, dalam satu pekan saya bisa berjumpa Anda lebih dari dua kali." Mahesa menyambut kedatangan Paron Geni dengan salam hormat.
Paron Geni tersenyum kecut. Dalam hatinya mengumpat pemuda topeng perak. Dua kali penyamarannya terbongkar dan sekarang baru muncul dengan penampilan pendekar, dia pun masih dikenali.
"Hahaha ... Aku akui kau memang seorang pendekar hebat anak muda. Selain bisa mengenali penyamaran ku, kau berhasil membuat pendekar kalahan itu tidak sadarkan diri." Jawab Paron Geni seraya melirik Setan Darah yang terkapar tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
Mahesa kembali memberi hormat. "Ilmu tenaga dalam saya tidak seberapa. Ibarat sungai saya hanya tepian dimana orang-orang mencuci kaki. Mereka saja yang kurang hati-hati hingga terpeleset saat menginjak batu yang licin."
"Lidahmu sangat pandai bermain kata, jarang aku temui Pendekar sepertimu. Kau bahkan tidak berlutut memohon ampun kala berhadapan dengan Paron Geni." Kalimat Paron Geni terdengar sangat menebar ancaman. Secara tidak langsung dia mengatakan bahwa dia begitu ditakuti.
"Tidak ada masalah diantara kita. Saya rasa tuan tidak akan bisa menemukan aliran darah sekedar membunuh seekor semut."
"Haha ... Aku anggap itu adalah permintaan pengampunan. Tapi sebelum aku menjelaskan masalah diantara kita, aku ingin tahu batas kecerdasan yang kau miliki." Kalimat Paron Geni begitu merendahkan Mahesa.
"Mohon untuk Tuan sudi memberi saya muka, kepandaian saya tidak sampai untuk menduganya." Mahesa menjawab seperti tidak ada beban.
Paron Geni mengerahkan aura kegelapan yang pekat, dia berharap dengan aura itu bisa mengintimidasi Mahesa. Akan tetapi, Paron Geni tidak mendapatkan apa yang diperkirakan. Mahesa masih tetap tenang.
Sementara Puspita telah mengambil jarak yang aman. Dia tidak ingin kejadian seperti tadi terulang.
"Aku merasa sangat kecil, bahkan kau belum mengenali diri ku anak muda. Siapa sebenarnya dirimu?"
Ketiga anak buah Paron Geni saling pandang, walaupun baru pertama kali bertemu Pendekar topeng perak, tidak biasanya Paron Geni banyak mulut. Terlebih pendekar itu telah membebaskan para tawanan dan menghabisi banyak pengikut Setan Darah.
"Guru, apa yang Anda pikirkan? Bukankah kekuatan pendekar ini bisa kita pergunakan?" bisik salah satu pengawal.
Meski belum menguasai ilmu tali sukma, ketiga pengawal Paron Geni memiliki kemampuan yang setara dengan Setan Darah.
Paron Geni merasa tidak nyaman saat pengawalnya ikut campur. Dia menatap dengan garang.
"Jangan ikut campur. Atau kau ingin mencicipi tidur seperti setan darah yang lemah itu?" bentak Paron Geni.
Suara Paron Geni membuat ketiga pengawalnya jadi gemetaran. Mereka menyesal telah membuka mulut.
"Tuan terlalu merendah, sebagai tokoh besar dunia persilatan yang sangat ditakuti, bukankah Tuan lebih mengetahui dari apa yang saya tidak tahu. Saya kira menjawab pertanyaan Tuan hanya membuat Tuan tidak puas."
Mendengar jawaban Mahesa, hati Paron Geni bagai terbakar. Belum pernah ditemuinya seorang pendekar muda yang berani merendahkan dirinya. Pendekar topeng perak seperti sengaja bercanda.
"Dengan aku mengajakmu bicara bukan berarti aku menaruh iba padamu. Aku hanya penasaran, karena Kau bukan pendekar dari Utara. Ilmu yang kau miliki merupakan ilmu legenda yang berasal dari selatan. Tidak pernah ada pendekar utara yang memiliki ilmu Tapak naga. Jika memang ada, tidak mungkin Paron Geni tidak mengenali nya. Aku hanya ingin tahu, tipu daya apa yang kau jalankan?"
Mahesa mengerutkan dahi, dia tidak mengerti maksud pembicaraan Paron Geni.
Sama halnya dengan Mahesa, Puspita Dewi tidak kalah terkejutnya. Pendekar utara dengan ilmu Tapak naga? Jika difikir, perkataan Paron Geni memang tidak keliru. Puspita mengetahui banyak tentang tokoh dunia persilatan dari utara, tidak ada catatan yang menyebutkan diantara mereka menguasai ilmu tapak naga. Lalu benarkah ilmu tapak naga berasal dari selatan? Puspita bahkan tidak mengetahui siapa nama guru Mahesa. Bagaimana dia bisa menjawab pertanyaan itu?
"Aku adalah seorang penjahat kejam, tapi hidupku tidak dalam kepura-puraan. Aku mengetahui apa ilmu ku, siapa guru ku dan darimana asal ku. Hahaha!!! Sangat menyedihkan jika kau seorang pendekar besar tidak menyadari pada siapa dan untuk apa kau bekerja." Paron Geni tertawa mengejek. Seolah dia mengetahui apa yang sedang difikirkan Mahesa.
"Aku bekerja untuk guru dan Padepokanku. Kalian telah sengaja memfitnah guru kami untuk membuat kerenggangan antara Padepokan pring Wulung dan Padepokan Rajawali. Aku datang untuk menuntut balas." Jawab Mahesa.
"Hahaha ... Pendekar kroco sekalipun tidak akan percaya pada asal-usul mu. Sekarang kau mengaku sebagai murid Padepokan Rajawali dari Utara, dengan kemampuan yang kau miliki, sangat mudah bagimu untuk bisa menghancurkan seluruh isi Padepokan Rajawali. Bahkan sepuluh orang Belibis Putih bisa kau bantai dalam satu pertempuran. Hahaha ... Aku merupakan salah satu legenda dalam dunia persilatan, lalu kau mencoba membohongi aku? Lucu. Sangat lucu."
Mahesa menarik nafas berat. Dia tidak ingin terpancing arah pembicaraan Paron Geni, dengan membuka darimana ilmunya berasal. Bisa jadi Paron Geni adalah musuh ayahnya yang sengaja mengorek keberadaan orang tua Mahesa.
"Apa yang sedang kau lamunkan? Apa topeng perak diwajahmu sengaja kau pasang berharap bisa sembunyikan wajah asli mu dari orang-orang dunia persilatan?"
Paron Geni masih memberondong Mahesa dengan segudang pertanyaan sulit. Mahesa memilih diam.
"Oh ,,, aku ingat, kau pasti murid Padepokan Inti Naga yang masih bertahan hidup. Baiklah aku akan merasa terhormat jika bisa kembali mengubur ilmu legenda di tanah selatan ini." Paron Geni mulai terlihat kesal karena Mahesa masih bungkam.
°°
Singo Dempo yang terluka parah kembali merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Sumber daya yang diberikan Mahesa sudah tidak mampu membuat nya bertahan lebih lama. Begitu juga empat pendekar yang bersamanya. Mereka telah kehilangan banyak darah.
"Sebaiknya kita istirahat dulu kakang. Aku sudah tidak tahan lagi, napasku rasanya mau putus." Ucap salah satu kawannya dengan nafas yang tersengal-sengal.
"Baiklah, aku rasa mereka tidak menyusul kita." Singo Dempo mengatur napas lalu duduk bersemadi dibawah pohon rindang.
Keempat temannya melakukan hal yang sama. Mereka menelan pil dan sumber daya untuk mengurangi rasa sakit. Setelah beberapa saat, barulah paru-paru mereka bisa menerima oksigen dengan baik.
"Apa kakang mengenali siapa pendekar topeng perak yang tadi menolong kita?" tanya salah satu temannya.
Singo Dempo menghela napas panjang kemudian menggelengkan kepala.
"Aku baru melihat seorang pendekar yang masih sangat muda telah menguasai ilmu tapak naga. Sungguh sulit untuk dipercaya. Sudah berpuluh tahun lamanya Ilmu itu menghilang. Sekarang muncul secara mengejutkan." Singo Dempo mengelus dagu. Dia tampak sedang berfikir keras.
"Ilmu tapak naga. Ilmu yang menyebabkan kehancuran di lembah tengkorak beberapa puluh tahun silam. Apa mungkin pemuda itu menemukan kitab rahasia yang dikabarkan hilang?"
"Atau jangan-jangan dia adalah murid dari orang yang mencuri kitab tapak naga?"
"Mencuri? Lalu dimana selama ini mereka bersembunyi?"
"Apa yang kalian perdebatkan!! Jelas-jelas pendekar topeng perak telah menyelamatkan nyawa kita. Aku yakin dia adalah orang baik. Tidak perduli apa latar belakangnya, aku berhutang nyawa padanya."
Singo Dempo memandang satu persatu temannya. Keempat temannya terdiam.
"Padepokan Inti Naga." Gumam Singo Dempo.
"Kakang, maaf. Bukankah sekarang padepokan itu telah berubah menjadi hutan? Tidak mungkin ada pendekar dengan kemampuan tinggi berdiam disana. Jikalau ada, bagaimana bisa dunia persilatan tidak mengendus keberadaan mereka?"
"Yah, kau benar. Ini sangat rumit untuk dijelaskan. Kau tahu, tidak akan ada pendekar yang bisa menguasai Ilmu tapak naga kecuali keturunan dari padepokan Inti Naga. Namun kita semua tahu, Padepokan Inti Naga telah hancur 25 tahun silam."
Saat mereka larut dalam pemikiran yang menemui jalan buntu, tiga orang muncul dihadapan mereka.
Singo Dempo mengenali ketiganya. Dia segera memberi hormat.
"Salam Tetua, Singo Dempo memberi hormat."
Ternyata mereka adalah Rangga Sena, Arya Sewu dan Darma Wiguna.
"Singo Dempo, apa yang telah terjadi?" tanya Arya Sewu.
Singo Dempo menceritakan secara singkat apa yang mereka alami. Dimulai dari rencana mereka menumpas kelompok setan darah, hingga kemudian dikalahkan. Saat mereka hampir kehilangan nyawa, seorang pendekar muda muncul menyelamatkan.
"Apa pemuda itu memakai topeng perak diwajahnya?" Arya Sewu melontarkan pertanyaan yang mengejutkan Singo Dempo.
"Benar tetua, Anda ... Bagaimana Tetua bisa mengetahuinya." Jawab Singo Dempo terbata.
Arya Sewu tersenyum tipis.
"Lalu, pemuda itu juga memiliki ilmu tapak naga terbang bukan?"
"Benar Tetua. Bahkan dia menguasai ilmu itu dengan sangat, sangat sempurna." Terselip pujian dalam kalimat Singo Dempo.
Arya Sewu, Rangga Sena dan Darma Wiguna terbelalak. Sulit bagi mereka mempercayai perkataan Singo Dempo.
"Benarkah? Bagaimana bisa!" gumam Rangga Sena.
"Dimana pemuda itu sekarang?" tanya Darma Wiguna.
"Di Sumur batu Tetua. Saat kami pergi, pendekar topeng perak bertarung melawan pengikut setan darah." Jawab Singo Dempo.
"Terimakasih Singo Dempo, kami akan segera kesana. Jaga diri kalian baik-baik. Aku harap kalian tetap waspada. Pendekar Topeng Perak yang kau maksud tidak seperti yang terlihat."
Selepas berkata, ketiga pendekar senior langsung meninggalkan Singo Dempo yang masih bengong. Ekspresi wajah para Tetua sangat berbeda saat mengetahui pendekar topeng perak yang menolong Singo Dempo.
Mengenai jati diri pendekar topeng perak dan Ilmu Tapak Naga yang dimilikinya semakin menjadi tanda tanya besar bagi Singo Dempo dan yang lain.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Thomas Andreas
masih salah paham
2022-04-23
0
Thomas Andreas
skg keturunannya kembali
2022-04-23
0
Thomas Andreas
jumawa
2022-04-23
0