Satu persatu peziarah meninggalkan kediaman Pimpinan Padepokan Giling Wesi. Wangi dupa semerbak mengisi seluruh ruangan turut mengantarkan do'a untuk arwah menuju alam baka.
"Mengapa papan nisannya dilumuri darah?" bisik salah seorang peziarah.
"Ini adat Giling Wesi, menandakan mendiang meninggal karena dicelakai. Hutang nyawa bayar nyawa. Pelaku harus menebus perbuatannya dengan darah." Jawab temannya.
Belibis Putih yang baru tiba segera memberi penghormatan terakhir untuk sahabatnya. Matanya terlihat berkaca-kaca. Kesedihan yang juga menyelimuti setiap penjuru Padepokan.
"Paman Guru, Mari silahkan beristirahat." Jaka Pragola, putra mendiang Ki Anggada menyambut Belibis Putih yang baru keluar dari ruang penghormatan.
Jaka kemudian menuntun Belibis Putih menuju balai keluarga.
"Jaka Pragola putraku, takdir memang selalu mempermainkan manusia. Tidak perlu dilawan, proses menerima takdir hanya perlu dijalani dengan hati yang lapang. Tak usah iri jika ada orang lain yang bahagia disaat kamu berduka. Memang waktunya saja yang tidak tepat. Namun, jika tiba waktu untukmu, maka hal indah juga akan dirasakan. Iri itu akan membuatmu semakin sulit untuk keluar dari rasa duka. Bukankah ada hal lain yang perlu juga kamu lakukan di waktu-waktu ini? Sambil berdoa untuk orang yang sudah tiada maupun dirimu sendiri." Ucap Belibis Putih menasihati.
"Saya mohon bimbingan paman guru. Ayahanda telah dicelakai. Sebagai seorang anak, saya berkewajiban membalas budi baik ayahanda." Jawab Jaka Pragola.
Belibis Putih menarik nafas panjang. Dia memahami pemikiran Jaka Pragola.
"Baik ataupun buruk perbuatan semua akan mendapatkan ganjaran. Semua manusia sama, memiliki cinta dan dendam. Bila dendam menguasai, kebenaran harus jadi pokok utama."
Jaka Pragola mengangguk. Dia meminta Belibis Putih untuk tinggal di Padepokan Giling Wesi untuk beberapa waktu. Tanpa diminta sekalipun, Belibis Putih memang berniat menemukan pelaku.
°°
"Sudah satu pekan lebih aku berada disana, keadaan tidak membaik. Bahkan ketegangan semakin meruncing, Padepokan Walet Merah menilai Sekar Harum terlalu dipojokkan. Mereka siap mengangkat senjata kapan saja. Selain itu, ada satu kejadian lagi yang sulit aku pahami. Tapak Wulung dari padepokan Pring Wulung juga telah dicelakai, kabar yang mengejutkan ialah Pendekar Selatan dibunuh oleh diriku."
Mahesa terbelalak mendengar cerita gurunya.
"Apa?? Guru difitnah?? Apa mungkin pelakunya orang yang sama?"
"Entahlah, tapi yang jelas keadaan ini direncanakan oleh kelompok yang menginginkan pertikaian antar sahabat. Persahabatan antara Padepokan Rajawali dan Pring Wulung sekarang menjadi renggang. Permusuhan Pendekar Utara dan Selatan kembali berkobar."
Mahesa melihat wajah gurunya menua beberapa tahun. Beban fikiran menyebabkan Belibis Putih semakin letih. Sebagai Tokoh aliran putih yang disegani, dia berkewajiban ikut mengatasi kekacauan yang terjadi.
"Mahesa putraku, bukan aku menghapus kebahagiaan hari ulang tahunmu, akan tetapi aku harus segera pulang kepadepokan untuk mengabarkan hal ini pada para ketua lain. Dan mungkin aku akan kembali berangkat ke padepokan Giling Wesi." ucap Belibis Putih kemudian.
"Guru, saya tidak akan membiarkan orang yang telah memfitnah guru berkeliaran menghirup udara bebas. Saya pasti akan menyelidiki kasus ini."
Belibis putih tersenyum bangga. Mahesa memang murid yang sangat berbakti. Walaupun sebenarnya dia malu mengakui mahesa sebagai murid, karena ilmu Kanuragan yang Mahesa miliki bukan ilmu pemberiannya.
"Mahesa, aku tidak berniat melibatkan dirimu dalam masalah ini. Percayalah aku bisa mengatasi masalah ini." Belibis Putih tersenyum pada muridnya.
"Tidak Guru, Saya akan sebisa mungkin membantu guru dengan cara saya. Mohon restu guru."
"Jika itu keinginanmu, aku tidak bisa melarangnya. Lakukan hal yang tidak membahayakan dirimu. Aku tidak akan bisa memaafkan diriku jika terjadi hal yang tidak diinginkan terhadap muridku."
Mahesa tersenyum lega. Dia pasti membantu gurunya. Memfitnah guru, sama saja menginjak kepalanya. Tidak akan dia maafkan.
Setelah selesai menyantap mie, keduanya bergegas kembali ke padepokan. Mahesa tidak turut serta kala Belibis Putih melakukan pertemuan tertutup bersama ketua lain. Dia memilih berjalan menyusuri sungai.
°°
"Tolong ... Ular ... Tolong ... "
Teriakan seorang wanita, terdengar dari arah air terjun.
Mahesa yang terbang mendekat mendadak berhenti. Dia melihat Galih terjatuh ditepi muara air terjun. Memang, ada seekor ular berbisa tidak jauh dari kakinya.
"Tuan muda Elang Putih, tolong saya ,,," teriak Galih saat melihat mahesa menghentikan langkah.
Mahesa memalingkan wajah, dia tahu pakaian Galih sengaja dibasahi untuk memanjakan mata mahesa.
"Nyonya Wakil Pimpinan, saya tahu anda seorang pendekar, saya harap Nyonya bisa atasi masalah Nyonya sendiri."
Galih mengumpat dalam hati.
Hati Mahesa seperti batu karang. Galih harus memutar otak mencari cara agar mahesa mau mendekat.
Mahesa berbalik badan, langkahnya terayun menjauh dari Galih.
Menyadari hal itu, Galih mengulurkan kakinya kearah ular. Dia menggerak-gerakkan kakinya memancing sang ular untuk menyerang. Usahanya berhasil. Dengan gerakan cepat sang ular mematuk paha Galih.
"Aaaaa ,,,," teriak Galih.
Mahesa menoleh, dia melihat kaki galih mengeluarkan darah. mahesa memutar pergelangan tangannya, energi berbentuk burung elang berwarna putih melesat tak terlihat mata. Seketika ular di kaki Galih terpelanting jauh lalu terbelah menjadi dua. mahesa terpaksa mendekat.
"Nyonya Wakil Pimpinan ,,, bertahanlah ..." Mahesa menotok urat nadi galih. Dengan memejamkan kedua matanya mahesa menyedot bisa ular yang mengalir di kaki galih.
Setelah bersih, mahesa menaburkan serbuk obat dan membalut lukanya. Tubuh Galih dibopong menuju pohon yang rindang. Galih tersenyum bahagia. Kebahagiaan yang selama ini sangat ia dambakan.
"Tuan Muda Elang Putih, terimakasih. Ternyata Tuan orangnya sangat perhatian. Saya akan selalu mengingat kebaikan tuan." Galih membelai wajah Mahesa.
Mahesa berdiri menjaukan tubuhnya dari jangkauan Galih.
"Sebagai murid Padepokan yang sangat menghormati Wakil Pimpinan, saya berkewajiban menyelamatkan nyawanya Nyonya, saya hanya tidak ingin melukai hati Wakil Pimpinan, mengingat istrinya meninggal hanya karena seekor ular kecil."
"Tuan muda, senja ini terasa sangat indah." Ucap Galih memindahkan percakapan.
"Senja terbentuk saat malam menghapus siang. Setiap hari pasti ada senja, namun tidak setiap senja berwarna keemasan dan setiap warna keemasan tidak selalu sama. Mengapa Nyonya Wakil Pimpinan mencari senja yang lain didalam senja keemasan yang indah?" tanya Mahesa.
"Bisa menikmati senja yang berbeda, menjadi idaman setiap insan. Terkadang, keluar dari satu senja yang indah, bisa membuat ketenangan."
Mahesa tersenyum kecut mendengar jawaban Galih.
"Saya berharap Nyonya Wakil Pimpinan tidak menyesal dikemudian hari. Ibarat domba yang melihat hijaunya rumput dari kejauhan, berusaha mendekat lalu terjebak dalam kandang singa. Saat itu penyesalan tidak berarti apa-apa."
Mendengar kalimat Mahesa, senyum di wajah Galih perlahan memudar. Ada sorot tidak senang terpancar dari matanya.
"Nyonya Wakil Pimpinan, benahi pakaian Anda. Lalu kembali ke padepokan. Saya tidak ingin timbul fitnah."
Selepas berkata Elang Putih meninggalkan Galih yang masih pura-pura kesakitan.
°°
Diruang pertemuan, Belibis Putih mengumpulkan seluruh ketua dan pengurus penting Padepokan Rajawali.
"Keadaan Giling Wesi sangat gawat. Pertarungan hampir terjadi setiap hari. Hubungan Padepokan itu dengan walet merah semakin meruncing. Yang lebih memilukan Padepokan kita sekarang ikut terseret. Dua hari yang lalu, Tapak Wulung dari Selatan tewas dicelakai. Saksi mata menyebutkan bahwa aku pelakunya. Sepertinya ada pihak yang sangat menginginkan perpecahan antara Utara dan Selatan." Belibis putih menghentikan ucapannya.
Ketua lain yang hadir saling pandang. Bukan karena Belibis Putih adalah pimpinan mereka, akan tetapi Belibis Putih sangat dikenal sebagai pendekar yang baik, dalam menyelesaikan masalah lebih memilih jalan damai. Dunia persilatan tahu akan hal itu. Sulit diterima akal sehat jika Belibis Putih melakukan pembunuhan tanpa ada masalah besar.
"Menurut kabar, Pendekar pring Wulung tewas pada malam sepuluh bulan kedelapan. Sementara pada malam ketujuh bulan kedelapan aku sedang berada di padepokan Giling Wesi. Kalian tahu jarak Giling Wesi dan Pring Wulung memakan paling tidak lima hari perjalanan tanpa henti."
"Lalu apa Padepokan Rajawali akan diam saja kakang ?" Tanya Braja Geni.
"Kita harus menyelidikinya ketua, saya Adi Guna akan pertaruhkan nyawa demi kebenaran." Ketua Adi guna mengangkat tangan.
"Ya benar, kita tidak boleh membiarkan nama Padepokan kita direndahkan."
"Akan ku pastikan keris ini akan mencabut nyawa pelaku." Suasana pertemuan menjadi panas. Sumpah serapah mendengung disana-sini.
"Baiklah ketua sekalian. Harap tenangkan diri kalian. Terimakasih atas rasa setia kawan yang kalian tunjukkan. Namun kita tidak bisa serta merta menyerang Padepokan Pring Wulung, tindakan itu malah akan mencoreng nama baik padepokan kita. Untuk membunuh tikus, tidak baik jika harus membakar rumah. Yang terpenting, kita harus memperkuat pertahanan kita. Selebihnya Aku akan membentuk tim khusus untuk menyelidiki kasus ini."
°°°
"Tuan Muda, Pimpinan telah kembali. Apa Tuan Muda tidak berniat menemuinya?" Suara Puspita Dewi membuyarkan lamunan Mahesa.
Dengan langkah sopan, Pelayan Cantik itu menghampiri Mahesa. Mahesa tersenyum sebelum menjawab. "Saya sudah bertemu dengan guru. Lagipula bukankah Saya tinggal bersama guru?"
"Maaf, Tuan Muda. Setelah menyelesaikan urusan dengan para ketua, Pimpinan akan kembali pergi. Beliau tidak bisa pergi begitu saja meninggalkan masalah diluar sana."
Mahesa menatap Puspita Dewi. "Kemana Anjani?" tanya Mahesa kemudian.
"Kak Anjani pergi bersama kakang Tapak Sancang, paling cepat lusa baru kembali. Adakah yang bisa saya perbuat Tuan Muda?"
"Kalau begitu tinggalkan saja pesan, besok kau pergi ikut saya. Saya tidak bisa berdiam diri melihat guru dalam masalah. Siapkan perbekalan, sebelum matahari terbit kita akan berangkat."
"Baik Tuan Muda."
Tanpa banyak bertanya, pelayan (abdi) setia Belibis Putih langsung melaksanakan perintah Mahesa.
Mahesa belum tahu darimana dia akan memulai, dengan bergabung ditengah Kekacauan, mungkin dia akan mendapatkan petunjuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Doli radabilaready
ceritanya mbulet😘😘😘😘😘😘
2022-12-31
1
Teddy
,,
2022-10-11
1
Teddy
,
2022-10-11
1