Tubuh Endang Kusuma Gandawati terlempar jauh. Dia melihat perlahan muncul retakan-retakan halus pada Gelang Tali Sukma di tangannya, semakin lama retakan itu semakin banyak dan semakin besar hingga pada akhirnya Gelang Tali Sukma yang selama ini membuat penderitaan, berubah menjadi serpihan-serpihan kecil. Kusuma Gandawati tersenyum bahagia, tidak disangka dirinya bisa bebas. Sekarang dia hanya merasakan dingin. Seluruh permukaan tubuhnya terasa dingin bagai salju. Bahkan darah dalam nadi pun seakan tidak mengalir.
''Kemampuan Tuan Muda sungguh luar biasa. Jika aku memiliki kesempatan, aku akan membalas jasa baiknya. Tidak perduli dia pendekar utara, kebaikan hatinya tidak bisa didustakan.'' Kusuma Gandawati memuji dalam hati.
Pendekar Topeng Perak yang dia kenal rendah hati ternyata memiliki ilmu Kanuragan yang sangat tinggi. Rasanya seumur hidup sekalipun, Endang tidak mungkin bisa menandingi kemampuannya.
Setelah jantung Endang Kusuma Gandawati terasa mulai berdetak lagi, dia melirik kesana-kemari mencari keberadaan gurunya. Dia menemukan gurunya mengalami hal yang serupa. Telah terbebas dari Gelang Tali Sukma namun belum punya cukup kekuatan untuk sekedar berdiri.
"Pendekar Topeng Perak. Menyerahlah !!!" terdengar teriakan Setan Darah memecah kebisuan.
Mahesa terbelalak. Dia terlalu fokus menghancurkan Gelang Tali Sukma. Hal yang tidak dia perhatikan ialah Puspita Dewi. Rupanya gadis itu mendekat saat melihat Mahesa hendak menghancurkan Gelang Tali Sukma.
Sekarang, abdi setianya telah berada ditangan Setan Darah. Kalung Tali Sukma menyala di leher Puspita Dewi. Kiranya Setan Darah berhasil membokong Puspita.
"Hahaha! Jika kau tidak menyerahkan diri, maka teman wanitamu ini akan aku celakai." Tawa kemenangan Setan Darah menggelegar.
Dia mengangkat tangannya, seketika tubuh Puspita melayang mendekat. Tidak perduli rasa sakit yang diderita Puspita Dewi, Setan Darah malah sengaja menggunakan untuk berusaha menekan Mahesa agar secepatnya menyerah.
Tubuh Puspita kelojotan menahan sakit, membuat hati Mahesa sakit menyaksikan pemandangan itu.
Nampaknya, Setan Darah benar ingin membunuhnya jika saja Mahesa tidak menyerah.
"Jika sampai gadis itu celaka, aku tidak akan memaafkanmu." Mahesa menunjuk penuh amarah.
"Hahaha!!! Aku sama sekali tidak takut mati topeng perak. Sudah terlalu banyak orang baik yang mati di tanganku. Jika kau bisa membunuhku, aku tidak pernah menyesal. Tapi bagaimana dengan dirimu hah ??? Hahaha!! Sebelum nyawaku terlepas, gadis ini lebih dulu menjadi mayat. Kau akan menyesal seumur hidupmu. Tidak bisa melindungi orang yang sangat disayangi, percuma saja mempelajari ilmu tenaga dalam tanpa tanding."
"Sebelum terlambat, tentukan pilihan satu diantara dua. Hahaha!!" Setan Darah berbicara dengan berteriak keras-keras.
Mata Mahesa memerah. Dia marah, akan tetapi tidak punya pilihan. Mahesa sadar, apa yang di katakan Setan Darah benar adanya, dengan sekali hantam Mahesa mampu membunuh Setan Darah beserta pengikutnya. Tetapi percuma saja jika Puspita Dewi ikut mati. Seumur hidup dia pasti akan menyesal. Mahesa menjatuhkan lututnya.
"Baiklah, aku menyerah. Lepaskan dia." Ucap Mahesa kemudian.
Puspita Dewi melihatnya dengan meneteskan air mata. Penyesalan terbesarnya ialah melanggar perintah Mahesa. Mengapa dia harus mendekat? Dia baru sadar, alasan Mahesa memintanya untuk menjauh.
"Hahaha! Begitu lebih baik !!!" teriak Setan Darah senang.
Dia melepaskan tubuh Puspita dengan kasar hingga jatuh tersungkur di tanah.
Mahesa bangkit hendak menghampiri Puspita. Tiba-tiba, kalung di leher Puspita kembali menyala.
"Tunggu !!! Jangan bergerak. Sekali kakimu melangkah, nyawa gadis ini tidak akan tertolong." Setan Darah kembali mengancam Mahesa.
Setan Darah memberi kode pada kedua pelayan nya. Dengan perasaan takut, kedua pelayan Setan Darah mendekati Mahesa. Mereka membawa kalung tali sukma. Mahesa pasrah saat kalung itu dipasang di lehernya.
"Tuan Muda ...." Pekik Puspita.
"Tuan Muda ,,, Anda tidak seharusnya melakukan ini. Maafkan saya ... Saya bersalah... Tuan Muda ...." Air mata Puspita mengalir deras.
Hatinya terasa perih menyaksikan kalung tali sukma mulai menyala di leher Mahesa. Puspita tahu betapa sakit yang mendera Mahesa.
"Tuan Mudaaa ... !!!" Endang Kusuma Gandawati berteriak histeris. Endang telah bergabung bersama gurunya. Meski belum bisa menggunakan tenaga dalam, Tubuh mereka sudah bisa bergerak normal. Efek samping Gelang Tali Sukma dan Tapak Naga telah berangsur menghilang.
"Hahahaha ... !!!" tawa Setan Darah pecah. Anak buahnya yang tersisa bisa menarik napas lega. Mereka merasa bagai bangkit dari kematian.
Mahesa mengalirkan tenaga dalam untuk mengurangi rasa sakit.
"Apa kau berniat ingkar janji?" tanya Mahesa saat melihat Setan Darah tidak kunjung melepaskan Puspita. Firasatnya berubah buruk.
"Kau sudah tahu jawabannya bocah. Aku juga akan membuat perjuangan mu sia-sia. Mereka tetap akan jadi budak-budakku." Setan Darah menunjuk Pendekar Aliran Putih yang masih terlihat lemah.
Wajah Mahesa terlihat sangat murka. Dia tertawa lantang seraya melangkah maju. Bulu kuduk para Pengikut Setan Darah berdiri melihat itu, mereka mundur beberapa langkah.
Sementara Setan Darah menatap Mahesa penuh tanda tanya. Dia masih menebak apa yang akan dilakukan pemuda topeng perak tersebut. Dia yakin dengan keberadaan kalung tali sukma, Mahesa tidak bisa berbuat banyak.
Mahesa terus melangkah mendekat. Kini jaraknya dengan Setan Darah tersisa beberapa meter saja. Setan Darah berusaha menekan Mahesa dengan mengirimkan energi tenaga dalam pada kalung tali sukma di leher Mahesa. Meski kesakitan, Mahesa terus bertahan. Sesuatu yang tidak Setan Darah duga ialah posisi Mahesa sangat dekat dengan Puspita Dewi.
Mahesa sengaja mendekat agar dia bisa menjangkau Puspita dengan cepat. Ketika dirasa keadaan menguntungkan, dengan cepat Mahesa bergerak meraih kalung tali sukma di leher Puspita. Diiringi kekuatan ilmu tapak naga bumi, sekali hentak kalung itu hancur jadi debu.
"Uhuk ... Uhuk ...." Puspita terbatuk-batuk.
"Kau baik-baik saja?" tanya Mahesa
Puspita mengangguk lemah. Dia tidak berani menatap majikannya.
"Ke**rat !!! Aku pasti akan membunuhmu!" teriak Setan Darah geram.
Pergerakan Mahesa sama sekali tidak bisa dia duga. Sekarang tawanan telah terbebas, Setan Darah tidak memiliki kekuatan lebih untuk menekan Mahesa. Menyadari kemampuan tenaga dalam Mahesa yang tinggi, Setan Darah pesimis bisa mengatasi pemuda itu meski hanya menggunakan separuh kemampuan ilmu tenaga dalam. Yang lebih celakanya, Setan Darah sedang dalam keadaan luka parah. Kenyataan itu membuat lutut pengikut Setan Darah kembali lemas. Kematian yang baru saja hendak berlalu kini kembali datang berkali lipat.
Mahesa bangkit menatap Setan Darah dengan nanar. Tangannya berubah menjadi lebih bercahaya karena aliran energi tenaga dalam. Dengan mudah, Mahesa menghancurkan kalung tali sukma kebanggaan Setan Darah.
Keadaan berbalik, kini giliran Setan Darah dan seluruh anak buahnya merasakan tanah yang mereka pijak menjadi panas. Rasa panas yang belum pernah mereka rasakan. Perlahan panas itu merambat naik dari telapak kaki menuju betis, lutut terus naik hingga ujung rambut. Jangankan untuk bergerak, bernafas saja mereka kesusahan. Organ dalam terasa terbakar sampai kepala mereka mengeluarkan asap tipis.
"Kalian pernah tahu bagaimana jika besi disepuh?" tanya Mahesa lirih.
Tidak ada kesempatan Setan Darah untuk berfikir. Tiba-tiba saja rasa panas berubah menjadi dingin. Tubuh mereka bagai terkubur dalam bukit salju.
"Am ... ampun pendekar,,, ampun ,,," suara Setan Darah menghiba dengan lemah.
Mahesa tersenyum.
"Saat tubuhmu telah tersered derasnya arus sungai, kau sangat berharap rumput kecil akan mampu menahan bobot badan. Apa mulai sekarang kalian akan bicara untuk menyelesaikan masalah?"
Mahesa menarik sebagian besar kekuatannya. Tubuh Setan Darah roboh ke bumi. Darah segar mengalir dari mulut bahkan telinganya. Sementara anak buahnya banyak yang sudah tidak bernyawa.
Mahesa melihat kearah langit. Empat kelebat bayangan terlihat samar.
"Duuaarrr ... Duuuaaarrr ... !!!" ledakan-ledakan besar terjadi.
Energi tenaga dalam tinggi mengguncang sumur batu. Mahesa membopong tubuh Puspita menghindari serangan.
"Ki Paron Geni??" desis para pendekar selatan.
Mereka sangat mengenal dedengkot penjahat bernama Paron Geni yang merupakan guru Setan Darah.
"Nona Kusuma Gandawati, bawa para pendekar pergi dari sini. Saya akan mencoba mengulur waktu." Ucap Mahesa. Dia dapat merasakan kekuatan pendekar yang baru datang jauh di atas kemampuan setan darah.
"Tapi tuan muda, Anda ...." Endang Kusuma Gandawati hendak membantah namun dia sadar posisi mereka dalam keadaan genting.
Supakerti menatap Mahesa penuh perhatian. Mahesa membalasnya dengan senyuman.
"Tidak ada waktu lagi, sekarang kalian cepat selamatkan diri. Jika takdir masih berpihak, kita pasti akan bertemu lagi. Saya berharap saat itu kita tidak berdiri sebagai musuh."
Endang Kusuma Gandawati tersedak. Mungkin para pendekar lain kebingungan, tapi dia tahu maksud kalimat terakhir Mahesa. Mereka semua merupakan Pendekar Selatan sementara Mahesa adalah pendekar dari utara secara tradisi mereka merupakan musuh bebuyutan.
"Sebenarnya ada banyak hal yang perlu saya katakan. Akan tetapi disaat seperti ini saya pikir lebih baik jika saya diam. Nona, terimakasih atas bimbingan anda selama ini. Selamat jalan. Pastikan kalian selamat." Mahesa membungkuk hormat.
''Huh ,,, disaat seperti ini, dia masih sempat merendah.''
Dengan terpaksa, para pendekar selatan pergi meninggalkan sumur batu. Meninggalkan Pendekar Topeng Perak sendirian melawan Paron Geni. Andaipun mereka tetap bertahan, apa yang bisa diperbuat tanpa ilmu tenaga dalam?? Mereka hanya akan menjadi beban.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Thomas Andreas
pertarungan puncak
2022-04-23
0
Thomas Andreas
pernyataan
2022-04-23
0
Thomas Andreas
pembalasan
2022-04-23
0