Jalanan berbatu memaksa kereta kuda yang membawa beberapa peti kayu berjalan sangat lambat. Di kejauhan, sudah terlihat pohon kayu jati yang tinggi menjulang.
"Sepertinya malam ini kita akan bermalam ditengah hutan jati ini kakang."
Seorang yang menunggang kuda di sebelah kiri kereta berbicara pada temannya.
Mereka adalah Tiga Serigala. Pimpinannya bernama Serigala Merah, bersenjatakan dua bilah celurit. Serigala Biru adalah yang kedua dengan senjata tombak pendek dan yang terakhir Serigala Hijau membawa palu besar.
"Tidak ada yang perlu ditakutkan. Iblis pun tidak akan berani mengusik kita. Ayo lanjutkan perjalanan." Suara Serigala Merah terdengar sangat angkuh.
Belum lama mereka berjalan, belasan orang menyusul dari belakang.
"Tunggu !!!" teriak salah satu dari mereka.
Tiga Serigala menghentikan langkah kuda mereka.
"Huh ,,, Padepokan Rajawali mau apa mereka," Serigala Merah mendengkus kesal.
Mahesa dan Tiga Serigala saling tatap.
"Mau apa kalian?" bentak Serigala Biru.
"Maaf kami mengganggu perjalanan kalian. Kami meminta kerjasamanya. Kami sedang menyelidiki sesuatu. Kami harus menggeledah barang bawaan kalian." Tambak Wulung mendekati Tiga Serigala dengan penuh hormat.
"Apa maksudmu? Kami membawa barang yang kami dapatkan dari padepokan kalian. Jangan coba membuat masalah dengan kami," Serigala Hijau menjawab dengan nada mengancam.
"Kami mencari racun jamur upas. Jika kalian memiliki benda itu, kita punya urusan." Anjani diikuti Puspita Dewi melompat mendekat, mengikuti Tambak Wulung.
Mahesa mengawasi mereka dengan penuh perhatian. Dia tidak bisa memastikan apakah Tiga Serigala merupakan pelaku pembunuhan ketua Buta Rota sebelum melihat cara mereka bertarung dan menghabisi lawan.
Serigala Merah menatap Anjani penuh perhatian. Kalimat Anjani membuat mereka terkejut.
"Racun jamur upas? Apa urusanmu dengan benda itu?" Serigala Hijau meraba kantong di pinggangnya. Alangkah terkejutnya setelah dia tidak menemukan benda yang dicarinya.
"Kakang, serbuk racun ku hilang," bisiknya pada Serigala Merah.
"Apa ??" Dua serigala lain terbelalak.
"Maksudmu kau menjatuhkan benda itu?"
Tanya Serigala Biru. "Apa mungkin seseorang telah mencurinya?"
"Entahlah, Aku tidak bisa mengingatnya kakang." Serigala Hijau menggaruk hidung. Dia mencoba mengingat. Ketika terdengar teriakan dari dalam kereta.
"Kami menemukan sesuatu !!!" seorang anggota Padepokan Rajawali menunjukkan beberapa serbuk racun dari dalam kereta.
"Kurang ajar, siapa yang mengizinkan kau menggeledah barang milik kami. Keterlaluan, ku habisi kalian." Selesai berkata Serigala Hijau meraih palu besar dan melepas serangan kepada anggota Padepokan yang membawa bungkusan.
Anggota Padepokan itu tidak menduga mendapatkan serangan mendadak Sebisa mungkin dia menghindar. Namun dia tidak terlalu cepat. Pukulan palu mendarat di punggungnya. Membuat tubuhnya tersungkur hingga kehilangan kesadaran.
"Kalian telah membuat satu kesalahan besar berurusan dengan kami, Tiga Serigala. Elang Putih, kau adalah anak kesayangan Belibis Putih, sungguh aku ingin bermain barang berapa jurus denganmu. Apa Belibis Putih berhasil menempa calon pendekar masa depan? hahaha!" tantang Serigala Hijau seraya menunjuk ke arah Mahesa.
Mahesa tersenyum mendengar tantangan Serigala Hijau. "Cara orang berkendara menunjukkan nilai nyawanya, cara bicara menunjukkan harga dirinya. Kita semua tahu, langit tidak pernah menjelaskan bahwa dirinya tinggi," jawab Mahesa dengan tenang.
"Cuiiihhhhh ... Aku tidak perlu kata-kata manismu. Matamu akan melihat tingginya langit itu berada di bawah kaki kami. Tugas utama yang harus kau lakukan ialah menjaga kepalamu agar tidak hancur terkena Palu ini." Serigala Hijau menyeringai sambil menimang palu di tangan kanannya.
"Jaga bicaramu Serigala Hijau. Kau hadapi kami dulu !!! " serentak kedua abdi setia Belibis Putih menyerang.
Anggota Padepokan Rajawali yang lain turut membantu menyerang Tiga Serigala.
Tambak Wulung bertukar serangan dengan Serigala Merah. Sementara belasan lainnya melawan Serigala Biru dan Hijau.
Hanya Mahesa yang tidak turun dalam pertarungan. Dia perlu memastikan jurus yang digunakan Tiga Serigala. Setelah yakin mereka yang menghabisi ketua Buta Rota, barulah Mahesa akan turun tangan.
°°
Di kediaman Wakil Pimpinan Kolo Ireng.
Galih, Rupa Kenca, dan beberapa anggota lain sedang berbincang.
"Ketua Pedang Perak, bagaimana dengan tugasmu?" tanya Galih seraya tersenyum manis.
Pedang Perak tergagap, dia memandang galih hampir tidak berkedip. "A... Nyonya Galih, saya sudah lakukan sesuai petunjuk Nyonya."
"Bagus, dengan ini kita akan membuat keluarga ketua Buta Rota berhutang budi." Senyum kemenangan tersungging di bibir Galih Sindu.
"Nyonya Galih, bagaimana dengan Elang Putih?" tanya Rupa Kenca.
Selain sebagai murid kesayangan Belibis Putih, kemampuan olah kanuragan Elang Putih sangat tinggi. Bukan hal baik jika harus berurusan dengan pemuda itu.
"Hihihi ... Ketua tidak perlu hawatir, bocah itu tidak akan banyak mulut. Tidak lama lagi dia akan menemukan apa yang dia cari. Elang Putih ,,, Elang Putih ,,, kau memang seorang pahlawan sejati." Galih tertawa kecil.
" Hahahhah ....!!!" semuanya tertawa.
"Bocah itu memang bisa membongkar misteri kematian Buta Rota, dia berhasil menemukan satu boneka namun tidak akan pernah bisa menemukan pemeran sebenarnya."
°°
Beberapa peti kayu berisi sumberdaya berharga berbaris di aula pertemuan. Para ketua dan tokoh penting Padepokan Rajawali berkumpul disana.
"Saya merasa bersalah pada kakang Belibis Putih. Belum genap satu pekan beliau meninggalkan Padepokan, kita sudah mendapatkan masalah besar. Saya tidak pantas memimpin padepokan." Braja Geni menarik nafas berat berulang kali.
"Kakang Braja Geni, jika ada tikus di sawah sudah pasti bersarang di pematang. Semua di luar kendali kita. Lagipula, semua sudah terjadi tiada gunanya kakang menyalahkan diri sendiri. Lebih baik kita fikirkan langkah kita selanjutnya." Sanca Lurik menyemangati Braja Geni. Banyak juga Para ketua lain menyatakan dukungan mereka.
"Saya hanya tidak menduga ada penghianat di dalam Padepokan Rajawali." Ketua Gajah Sewu terlihat memijit kepalanya.
Ahli pedang Padepokan Rajawali masuk bersama Galih dan ketua Rupa Kenca.
"Pedang perak, lama tidak berjumpa kau terlihat semakin terpelajar. Hahaha ..."
"Hahaha ... Ketua Adi Guna, anda sangat berlebihan. Dihadapan ketua, Saya tidak ubahnya anak kecil yang membawa pedang kayu." Pedang Perak dan ketua Adi Guna saling berpelukan. Mereka baru bertemu setelah sekian lama disibukkan dalam misi masing-masing.
"Ketua, bukti sudah lengkap. Sebentar lagi Elang Putih akan membawa ketiga penjahat entah hidup ataupun mati. Jikalau mereka mati, tentu itu akan lebih baik."
Galih langsung menjurus pada pokok pembicaraan. Walaupun dia tidak memiliki posisi dalam kepengurusan, kedudukan Wakil Pimpinan Kolo Ireng cukup untuk membuat suaranya didengar.
Para ketua saling pandang. Sebelum akhirnya Pedang Perak angkat bicara. "Hukum adalah kedudukan tertinggi. Siapapun, tidak perduli rakyat biasa, pengurus bahkan para ketua Padepokan memiliki tempat yang sama. Bagi seorang penghianat, tidak lain Hanya hukuman mati yang pantas didapat."
Semua terdiam. Ucapan Pedang Perak memang tidak keliru.
"Rombongan Tambak Wulung tiba ...." Terdengar suara dari luar. Mereka Menghentikan pembicaraan.
Tambak Wulung, Ketua Rijo dan belasan anggota lain memasuki ruangan. Ada empat orang murid terluka parah satu diantaranya meninggal.
Setelah memberi hormat pada ketua, tambak Wulung melambaikan tangan memanggil muridnya. Peti kayu berisi sumberdaya segera di bawa masuk bersama mereka.
"Ketua, Kami menemukan beberapa barang bukti lain. Memang Tiga Serigala yang telah menghabisi ketua Buta Rota."
Braja Geni mengangguk. "Dimana Elang Putih? Mengapa tidak bersama kalian?"
"Maaf ketua, Elang Putih dan orang-orangnya sedang menemui tamu mereka. Sebentar lagi akan menyusul."
Sucitra dan Sasongko berlutut mereka meletakkan senjata.
"Pimpinan, mohon limpahkan semua hukuman pada saya, jangan libatkan keponakan saya dan anggota keluarga lain. Saya bersedia menerima hukuman." Sasongko bersujud di hadapan pimpinan padepokan sementara, Braja Geni.
"Tidak. Saya adalah putra kandung Buta Rota, saya lebih pantas menanggung hukuman. Mohon pimpinan ringankan hukuman paman Sasongko serta saudara saya yang lain." Sucitra berbicara dengan suara yang lebih keras dari Sasongko. Dia takut ada yang tidak mendengar ucapannya.
Braja Geni, Sanca Lurik dan Rupa Kenca saling tatap. Mereka tidak mengeluarkan suara.
Galih maju beberapa langkah, hingga posisinya berada diantara Ketua dan Sucitra.
"Ketua, nasi sudah menjadi bubur. Tidak ada lagi yang bisa dirubah. Memang, kesalahan Buta Rota tidak bisa diampuni. Semua bukti sudah terkumpul dan penghianatan sudah jelas. Hukum bagi penghianat adalah hukum mati. Tapi ... Kita semua tahu, Buta Rota telah tewas karena perbuatannya sendiri. Dia telah memetik apa yang selama ini dia semai. Kesalahan telah ditanggung. Mohon ketua pertimbangkan kembali keputusan."
"Nyonya Wakil Pimpinan ... !!!" Sucitra dan Sasongko menatap Galih dengan mata berkaca. Mereka sangat tidak mengira Galih melakukan pembelaan.
Galih tersenyum misterius, tidak ada yang bisa menebak jalan pemikiran perempuan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Budi Efendi
lanjutkan mantappp
2023-01-30
1
Thomas Andreas
persekongkolan
2022-04-21
0
Thomas Andreas
ular berbisa si galih
2022-04-20
0