"Siapa kalian? Tolong jangan halangi kami, kami dalam urusan penting." Puspita Dewi menegur empat orang yang menghalangi laju kuda mereka.
Lelaki tua itu tersenyum, lalu memberi hormat. Dari pakaiannya dia nampak seperti seorang pengemis.
Mahesa menyipitkan matanya. Dia ingat, pengemis tua itu adalah orang gila yang beberapa hari lalu menemuinya di kedai pelabuhan Tanjung. Hanya saja sekarang merubah penampilan.
"Senang bisa bertemu lagi dengan Anda Tuan. Apa Anda sudah menemukan Mustika Lintang Kemukus yang anda sebut tempo hari?" sapa Mahesa ramah sambil membalas hormat Pengemis Tua.
Pengemis Tua tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Wajahnya nampak memerah. Dia sangat yakin pada kemampuan penyamaran yang ia miliki. Namun dengan mudah, pemuda bertopeng perak ini mengenali. Ketiga temannya saling pandang heran.
Endang Kusuma Gandawati memperhatikan wajah pengemis Tua, butuh waktu baginya untuk memastikan kebenaran ucapan Mahesa. Luar biasa, baru beberapa jam dia menjelaskan perihal ilmu penyamaran, akan tetapi Mahesa berhasil menguasai lebih sempurna darinya. Seumur hidup, Endang yakin tidak akan mampu untuk menandingi kemampuan yang Mahesa miliki.
"Tuan Muda, anda benar-benar berilmu tinggi. Saya hampir tidak percaya Tuan Muda bisa mengenali saya. Hehehe ... Berkat bantuan para pendekar handal ini Mustika Lintang Kemukus bisa ditemukan. Sebagai bentuk hormat saya, Tuan Muda boleh menyimpan mustika sakti ini, anggap saja sebagai hadiah dari si pengemis tua ini." Jawab Pengemis Tua sambil mengeluarkan satu batu mustika indah dari dalam sakunya.
Mahesa tersenyum, Dia menggelengkan kepalanya. Menolak pemberian Pengemis Tua.
"Terimakasih atas kemurahan hati Tuan. Saya merasa tidak pantas menerima mustika bertuah itu, saya takut kemampuan yang saya miliki tidak cukup untuk menjaganya."
"Tuan Muda, mustika ini sangat berguna dalam dunia persilatan, banyak pendekar sakti tingkat tinggi rela mempertaruhkan nyawa demi mendapat Mustika Sakti Lintang Kemukus. Sedangkan Anda menolaknya, saya tidak bisa mengerti cara anda berpikir." Pengemis Tua menggaruk kepalanya. Tangannya masih terjulur hendak menyerahkan mustika pada Mahesa.
"Apa Tuan pernah mendengar seekor domba berhenti memakan rumput karena melihat daging lezat?" Mahesa balik bertanya.
Pengemis tua mengerutkan dahi. Dia mencerna perkataan mahesa.
"Jika saya menerima pemberian Tuan, berarti sama saja saya menyiramkan minyak pada baju dan tubuh saya. Sementara api ada dimana-mana. Tuan, saya tidak berniat bunuh diri. Bukankah Tuan sendiri berkata jika banyak pendekar sakti rela berkorban nyawa untuk mustika itu? Sia-sia jika saya memiliki namun tidak bisa menjaganya. Lebih baik, Tuan saja yang simpan Mustika Lintang Kemukus. Tuan lebih pandai melindunginya." Mahesa tetap menolak niat baik si Pengemis Tua.
Pengemis Tua menarik napas panjang. Dalam hatinya mengumpat kebodohan Mahesa. Tapi kemudian dia beralih pada Puspita Dewi.
"Bagaimana jika Nona saja yang menyimpan mustika ini. Meskipun Nona hanya seorang pelayan, saya yakin nona memiliki cukup kemampuan juga keberanian melebihi majikan Nona. Tolong terima pemberian saya. Saya jamin, Tuan Muda mu itu akan menyesal."
"Jika Tuan Muda saja tidak memiliki cukup keberanian, saya lebih dari itu. Bahkan sama sekali saya tidak punya keberanian." Jawab Puspita senada.
Endang Kusuma Gandawati menatap heran pada Pengemis Tua, sesungguhnya dia mengenali siapa sebenarnya Pengemis Tua itu, akan tetapi demi kebaikan bersama dia memilih bungkam.
Pengemis tua tertawa terbahak. Dia menimang mustika ditangannya.
"Hahaha!!! Sia-sia aku bertaruh nyawa untuk menemukanmu. Ternyata kau sama sekali tidak berharga bahkan dimata seorang pelayan rendah sekalipun. Kau yang tidak berguna atau mereka yang terlalu naif? Hahaha!!! Aku tidak bisa mengerti."
"Tuan, kau memiliki tiga orang anak buah yang terus melayanimu. Saya yakin mereka lebih berhak daripada kami orang yang sama sekali tidak kau kenal." Mahesa menunjuk ketiga orang yang bersama Pengemis Tua. Ketiganya sejak tadi terus menatap benda yang ada ditangan si pengemis.
"Baiklah, jika kalian bersikeras menolak, saya akan menyimpannya kembali." Jawab Pengemis Tua tanpa mengindahkan kata-kata Mahesa.
Tanpa basa-basi keempatnya berjalan memasuki hutan.
Mahesa, Puspita dan Kusuma Gandawati saling pandang. Mereka terhenti cukup lama, sekarang suara pertempuran di sumur batu sudah mulai mereda.
"Saya curiga, Pengemis Tua tadi hanya memperlambat perjalanan kita Tuan Muda." Kata Puspita Dewi. Mahesa mengangguk sambil memandangi tempat hilangnya keempat orang yang menghadangnya tadi.
"Ayo kita lanjutkan perjalanan. Saya yakin kita belum terlambat." Ucap Mahesa sambil menggebrak kudanya. Mereka bertiga memacu kuda dengan kecepatan tinggi.
°°
Pertarungan di sumur batu berhenti. Singo Dempo mengatur napasnya yang semakin memburu. Sementara temannya tinggal empat orang lagi.
"Hahaha!!! Singo Dempo, kau semakin tua gerakan mu semakin lamban. Mungkin sudah takdir kau harus jadi budak setiaku." Kembali Setan Darah mengejek Singo Dempo.
Wajah Singo Dempo memerah menahan amarah.
Beberapa orang muncul dan bergabung dengan kelompok Setan Darah. Mereka berasal dari padepokan Bukit Bayangan. Supakerti, ada di sana.
"Supakerti! Apa kau datang untuk membunuh ku? Aku merasa sangat senang !!!" teriak Singo Dempo pada guru Endang Kusuma Gandawati yang baru datang.
Wajah Supakerti tidak terlihat baik. Dia segera membuang muka, menolak bertatap mata dengan Singo Dempo.
"Hei Singo Dempo, apa kau masih menolak bergabung dengan mereka?" Setan Darah kembali bertanya.
Sesungguhnya, dia memang tidak berniat mencelakai Singo Dempo. Setan Darah tidak bodoh. Dia tahu Ilmu tenaga dalam Singo Dempo sangat tinggi dan bisa diandalkan untuk keperluan Aliansi Bunga Suci. Dia hanya perlu memikirkan cara untuk membuat Singo Dempo tidak bunuh diri kala diikat oleh Gelang Tali Sukma.
"Supakerti, Supakerta, bujuk Singo Dempo agar bersedia bergabung dengan kita. Dengan demikian kau akan aku anggap berjasa dan peringanan hukuman atas murid mu akan aku pertimbangkan." Bisik Setan Darah pada supakerti. Supakerta adalah kakak sepupu supakerti. Mereka sama-sama mengajar di padepokan bukit bayangan.
"Ba**ngan ini selalu mengatas namakan orang lain untuk kepentingan pribadinya. Dasar penjahat busuk. Jika aku bebas nanti, aku pasti akan menuntut balas." Supakerti mendongkol dalam hati.
Endang Kusuma Gandawati adalah alasan utama mengapa dirinya harus tunduk dan menjadi budak setan darah. Jika tidak karena Endang, mungkin sudah lama dia mencelakai diri sendiri. Saat ini Endang Kusuma sedang dalam hukum, karena beberapa waktu yang lalu mencoba membocorkan rahasia Aliansi Bunga Suci.
Memandang Supakerti dan Supakerta, hingga akhirnya Paron Geni hanya menjatuhi Endang dengan hukum pengurangan 50% tenaga dalam dan mendapat tugas menyusup ke padepokan Haur Koneng guna mencuri kitab rahasia Padepokan tersebut.
"Apa yang kalian tunggu? Cepat lakukan perintahku !!!" bentak Setan Darah mendapati Supakerti hanya berdiri mematung.
Dengan terpaksa Supakerti maju beberapa langkah mendekati Singo Dempo yang sejak tadi menatapnya dengan penuh kebencian.
"Aku tidak menyangka kau masih punya muka untuk bicara denganku penghianat !!!" bentak Singo Dempo saat Supakerti mendekat.
"Singo Dempo, saat kita mulai menjadi tua banyak hal yang lebih menuntut tanggung jawab. Aku bertahan hidup demi mereka, orang yang aku sayang." Kata Supakerti lirih.
Singo Dempo tersenyum sinis.
"Anggap saja aku percaya pada alasanmu. Sekarang kau tidak perlu menjelaskan apapun lagi."
Supakerti menghela napas. Terlalu sulit baginya untuk mengurai masalah ini.
"Kau berharap aku akan mengikuti jalan sesat mu?? Jangan mimpi Supakerti. Lupakan semua alasan yang akan kau sampaikan. Aku tidak berminat mendengarnya. Selama hidup, aku selalu berpegang teguh pada keadilan. Sekarang saat usiaku sudah tidak lama lagi, aku tidak akan mencoreng prinsip hidupku. Meskipun harus mati berkalang tanah, aku bangga mati sebagai kesatria penegak keadilan."
"Singo Dempo, kau ...." Supakerti tidak mampu meneruskan kalimatnya. Lidahnya tercekat, meski mulutnya terbuka suaranya tidak terdengar.
"K*parat ... Apa yang kalian diskusikan? Mengapa aku tidak mendengar apapun?" hardik Setan Darah yang terlihat gusar.
Supakerta diam seribu bahasa. Dia tidak tega melihat adiknya dicaci maki akan tetapi diapun tidak berdaya akibat gelang tali sukma yang melingkar ditangannya.
"Jika kalian masih tetap dalam diam, aku tidak segan menggunakan caraku !!!" Setan Darah yang mulai kehabisan kesabarannya berseru lantang.
"Lakukan Setan Darah !!! Jangan cuma bicara. Aku tidak akan bergeming !!! " Singo Dempo balas menantang.
"Bedebah tua !!! setelah kau merasakan, kau akan takut akan kematian. Bersiaplah !!!" Setan Darah mengumpulkan kekuatan tenaga dalamnya bersiap mengeluarkan ilmu tali sukma.
"Tunggu dulu !!! " Supakerti menghentikan Setan Darah.
Setan Darah yang terlanjur emosi menghentakkan tangannya kearah Supakerti. Seketika gelang tali sukma ditangan Supakerti menyala.
"Aaaaakkkhhh ... !!! " Supakerti menjerit keras. Tubuhnya terangkat keudara lalu terhempas jauh kebelakang. Semua yang menyaksikan terbelalak.
"Guru ...." Seorang gadis melompat dari atas kuda kemudian berlari menangkap tubuh Supakerti yang hampir membentur tanah.
Endang Kusuma Gandawati meneteskan air mata melihat penderitaan yang dialami gurunya. Tubuh Supakerti menjadi merah, nafasnya tidak teratur. Kesakitan yang luar biasa dialami Supakerti.
Dua orang berkuda lain yang bersama Kusuma Gandawati turut mendekat. Puspita Dewi meminumkan beberapa pil penyembuh pada Supakerti. Sementara Mahesa menekan nadi ditangan Supakerti, mengalirkan hawa murni membantu menstabilkan kondisi guru Endang Kusuma Gandawati.
Tentu saja tindakan mereka memancing perhatian semua pendekar yang ada disana.
Setan Darah menatap tak berkedip pada ketiganya. Yang dia kenal hanya Kusuma Gandawati, dia merupakan budak nya. Lalu siapa kedua temannya itu? Mengapa berani-beraninya menolong Supakerti?
''Ah, sepasang pendekar muda ini membuat masalah saja.'' Supakerta membatin. Dia khawatir Kusuma Gandawati akan terkena imbas atas perbuatan kedua pendekar itu. Mengobati didepan mukanya, sama saja mereka melemparkan kotoran kewajah Setan Darah, sejauh ini belum ada pendekar selatan yang berani melakukannya.
Lalu, siapa sepasang pendekar muda itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Endang Tjaturini
knp jg namanya endang kan aku JD ngga bisa TDR gelangku JD kulepas nih 😁🤭
2023-06-05
1
Thomas Andreas
pertarungan
2022-04-23
0
Thomas Andreas
singo dempo prinsipnya kuat
2022-04-22
0