"Tuan Muda, Anda tidak sedang bergurau kan?" tanya Endang Kusuma Gandawati Setelah berhasil menguasai diri.
Mahesa menggelengkan kepalanya. "Karena saya tahu Nona adalah seorang murid yang berbakti. kau bekerja dengan baik. Jika kita berada dalam satu posisi, tentu kita akan melakukan hal yang sama."
"Tapi Tuan Muda ...."
"Tidak seharusnya nona merasa bersalah. Kita berjalan diatas bumi yang sama namun menapak takdir yang berbeda. Saya dari Utara sedangkan Nona dari Selatan." Mahesa memotong kalimat Kusuma Gandawati.
Endang Kusuma Gandawati menarik nafas berat berulang kali. Berbakti? Ah ... Dia kembali teringat pada gurunya.
"Tuan Muda sudah mengetahui hal ini, mengapa masih mengampuni saya?" ucap Endang kemudian.
"Kita baru pertama kali bertemu, saya rasa tidak ada masalah diantara kita. Apa kau berfikir, kami orang utara tidak punya hati?"
Endang Kusuma Gandawati menelan ludah mendengarnya. Memang benar, selama ini begitulah penilaian orang selatan. Jika ada pendekar utara yang tidak dicelakai maka pasti akan menyebabkan masalah.
Sementara Puspita Dewi menyaksikan keduanya dengan perasaan campur aduk. Disatu sisi dia harus mematuhi majikannya sementara disisi lain, dia merasa tidak terima. Ternyata Endang Kusuma Gandawati yang telah mereka tolong berusaha menjebak mereka.
"Tidak tahu budi!!! Ternyata gadis ini menginginkan nyawa Tuan Muda'' batin Puspita seraya menatap tajam Kusuma Gandawati.
Sisi yang berbeda ditunjukkan Mahesa, membuat Puspita Dewi merasa beruntung menjadi abdi seorang pendekar berhati mulia.
"Tuan Muda, saya menyesal telah membohongi serta mencoba menjebak Tuan dan Nona. Sekarang belum terlambat untuk Tuan Muda meninggalkan Pulau Tengkorak. Celakai saya, lalu secepatnya pergi. Dengan demikian, saya akan terbebas dari rasa bersalah." Endang Kusuma Gandawati menjatuhkan lututnya.
Mahesa tertawa kecil.
"Nona telah menebus semua kesalahan Nona dengan membuka rahasia ilmu penyamaran yang Nona miliki. Untuk apa merasa bersalah? Sungguh saya merasa berhutang pada Nona. Saya merasa tersanjung, karena Nona menaruh kepercayaan besar terhadap saya. Bangunlah, sebaiknya kita pikirkan jalan kedepan, mungkin akan ada solusi terbaik."
Endang Kusuma Gandawati terharu dia tidak bisa menjelaskan dengan kata.
"Tuan Muda apa Anda .... " Puspita Dewi yang sejak tadi diam, akhirnya mengeluarkan suara namun dia tidak berhasil menyelesaikan kalimatnya. Saat Mahesa menatap dan tersenyum kearahnya, Puspita Dewi kembali terdiam.
"Jangan mudah marah, jangan mudah mencaci apalagi meninggalkan. Karena terkadang telinga salah mendengar, mulut salah berucap dan hati pun salah menduga. Belajarlah jadi pemaaf, berhenti jadi pembenci, terus berusaha memperbaiki diri." Mahesa mengusap kepala Puspita. Puspita tersenyum malu kemudian menunduk.
Endang Kusuma Gandawati menjelaskan bahwa Gelang ditangannya bernama Gelang Tali Sukma, selain gelang ada juga yang berbentuk kalung. Barang siapa yang memakai gelang tersebut, dipaksa untuk tunduk pada pemilik gelang. Jika melanggar perintah maka Gelang Tali Sukma akan mencelakai si pemakai. Tidak perduli dimanapun, kemampuan Gelang Tali Sukma tidak terhalang luasnya lautan.
"Kami bekerja untuk Setan Darah dan aaaaaahhhh ...." Kusuma Gandawati menjerit histeris. Tubuhnya bergetar hebat menahan rasa sakit.
"Cukup Nona, jangan bicara lagi, gelang ini akan mencabut nyawamu." Teriak Puspita.
Mahesa mengerti, barang siapa saja yang mencoba mengungkap rahasia maka tidak akan tertolong.
"Pantas saja sangat sulit mengungkap kebenaran. Pemilik gelang adalah seorang pendekar berilmu tinggi yang sangat licik." Mahesa membatin.
Setelah beberapa saat, Kusuma Gandawati kembali tenang, rasa sakit yang diderita berangsur berkurang. Tubuhnya berkeringat dingin.
"Nona, saya sangat prihatin atas kejadian yang menimpa Nona. Saat ini ilmu tenaga dalam yang saya miliki masih cukup lemah, saya tidak berani berjanji untuk menolong Nona. Akan tetapi, jika kita bergabung mungkin akan ada jalan keluar." Ucap Mahesa. Kemudian dia berdiri.
"Kemana kau akan membawa kami? Sebaiknya kita bergerak sekarang."
"Tapi Tuan Muda, ini sangat berbahaya! " jawab Kusuma Gandawati. Dia tidak rela jika Mahesa harus menjadi abdi Setan Darah.
Setan Darah adalah murid terbaik Paron Geni. Dia berhasil mencapai tahap tinggi Ilmu Tali Sukma. Dengan ilmu itu, Setan Darah menjalankan perintah Paron Geni untuk membuat sebanyak mungkin budak. Budak-budak yang dipergunakan untuk melancarkan aksi membuat kekacauan dan adu domba.
''Aku yakin kematian Tapak Wulung ada kaitannya dengan kelompok ini'.' Gumam Mahesa dalam hati.
Mahesa harus secepatnya membongkar kasus Gelang Tali Sukma, besar kemungkinan ini berkaitan dengan fitnah yang menimpa gurunya.
"Saya diperintahkan untuk membawa Tuan Muda menuju Sumur Batu. Tempatnya berada dibalik bukit sana." Kusuma Gandawati menujuk kesatu arah.
"Baiklah ayo kita berangkat."
Mahesa menggebrak kudanya menuju sumur batu diikuti Puspita dan Kusuma Gandawati.
°°
Di sumur batu, suasana Sudah kacau. Padang rumput dan bebatuan di sana sejak tadi telah menjadi saksi beberapa pertarungan. Bau amis darah mulai menusuk hidung, tapi sepertinya itu merupakan pemandangan yang biasa di Sumur Batu.
"Hayo maju kalian semua !!! Meskipun harus mati berkalang tanah, aku tidak akan gentar !!!" teriak seorang pria yang sedang dikeroyok empat orang pendekar. Tubuhnya telah dipenuhi luka.
"Singo Dempo, menyerahlah mungkin kami akan pertimbangkan untuk mengampuni nyawamu." Teriak salah satu orang yang mengeroyoknya.
"Cuiiihhhhh ... Aku tidak sudi jadi budak Setan Darah. Menjadi pengacau penyebar fitnah. Bagaimana rasanya menjadi seorang penghianat hah?? Apakah menyenangkan membunuh kawan sendiri?? Kalian sungguh pendekar-pendekar rendah." Pria yang dipanggil Singo Dempo meludah.
Dia melirik beberapa orang pendekar lain yang masih bertarung. Sementara tiga saudara seperguruan nya telah terbujur tidak bernyawa.
Singo Dempo dan sekelompok pendekar berencana membongkar kebusukan Setan Darah yang bernaung dalam Aliansi Bunga Suci dibawah pimpinan Gandring Calaka. Diluar dugaan, kemampuan anak buah Setan Darah yang dibantu beberapa pendekar pemakai Gelang Tali Sukma jauh diatas mereka. Puluhan teman Singo Dempo telah tewas. Tiba-tiba ...
"Hahahaha!!! " terdengar suara tawa keras yang mengguncangkan Sumur Batu.
Singo Dempo dan enam pendekar yang tersisa terkejut. Mereka mengambil jarak. Suara itu sangat mereka kenal, suara milik Setan Darah.
"Kakang, rupanya Setan Darah ada disni." Bisik salah seorang teman Singo Dempo. Mereka sudah mendengar kehebatan Setan Darah, ditambah kondisi mereka yang terluka parah sangat kecil kemungkinan bisa mempertahankan nyawa.
"Tidak ada pilihan lain, aku akan memilih melepaskan nyawaku dari pada harus menjadi budak binatang itu." Desis Singo Dempo saat melihat Setan Darah diiringi dua asisten mendekati lokasi.
"Hahaha ... Singo Dempo kiranya kau pendekar yang berani mencoba mengusik ketenangan ku. Apa kau berniat mendaftarkan diri menjadi budak setia ku?" suara Setan Darah terdengar mengejek.
Singo Dempo dan Setan Darah telah saling mengenal sejak lama. Singo Dempo berasal dari pendekar aliran putih sementara Setan darah golongan sesat. Mereka sering terlibat pertarungan, dulu kekuatan mereka berimbang. Tapi tidak untuk kali ini. Selain Singo Dempo dalam keadaan terluka, kemampuan Setan Darah telah meningkat berkali lipat semenjak menjadi murid Ki Paron Geni, terlebih Setan Darah berhasil menguasai Ilmu Tali Sukma.
"Setan Darah, jangan berpikir aku menjadi takut karena nama besarmu. Selama ini kau belum pernah bisa mengalahkanku. Selain bertambah kejam, apa bedanya kau yang dulu dan sekarang?!" jawab Singo Dempo. Meski sebenarnya dirinya sendiri tidak begitu mempercayai apa yang baru saja dikatakan.
"Hahaha ... Benar, benar bukankah kita teman lama, hahaha!!! Hari ini aku merasa sangat senang. karena sebentar lagi aku akan membuat musuh bebuyutan ku menjadi budak setiaku." Setan Darah tertawa mengejek.
"Sampai matipun aku tidak akan mengalah padamu,,, ayo kita mulai ...." Tantang Singo Dempo.
Setan Darah tertawa keras. Dia mengibaskan tangan kanannya memerintahkan dua pelayannya menyerang. Detik itu juga kedua pelayan Setan Darah melepas pukulan kearah Singo Dempo.
Enam orang pendekar kawan Singo Dempo melayani anak buah Setan Darah lainnya.
Suara dentuman pertarungan kembali terdengar. Dengan kemampuan terbaik mereka berusaha mempertahankan nyawa. Tidak butuh waktu lama, karena kondisi yang telah terluka parah, dengan mudah anggota Setan Darah memojokkan Singo Dempo dan kawan-kawan.
"Sepertinya, sedang terjadi pertarungan diatas sana." Mahesa yang sudah berada tidak jauh dari lokasi Sumur Batu bisa mendengar dengan jelas.
Mereka berniat mempercepat lari kuda, tiba-tiba dihadapan mereka muncul empat orang tak dikenal. Satu orang sudah tua, sementara yang tiga berperawakan pendekar. Mahesa memicingkan matanya memandang pria tua di tengah jalan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Sigit Maladi
ilmu tua yg sangat langka 👍🙏
2022-07-25
1
Thomas Andreas
menguak misteri
2022-04-22
0
Thomas Andreas
makjleb
2022-04-22
0