"Ampun Pendekar ,,, ampun ,,, tolong kasihani kami ...." Ucap pimpinan pasukan Kemuning Senja dengan memelas. Wajahnya pucat seperti kertas. Dia sudah tidak mampu berdiri lagi, kedua lututnya lemas dan masih gemetaran padahal Mahesa sudah menarik aura bertarung sejak tadi.
"Apa dalam dunia persilatan ada rasa iba dan kasihan?" Mahesa bertanya dengan pelan. Namun ditelinga pimpinan pasukan itu, suaranya terasa bagai petir yang menyambar. Dia tidak kuasa menjawab. Mulutnya bergetar sementara lidahnya kaku.
Mahesa tersenyum. "Tuan. Sejauh yang saya tahu, dunia persilatan mengutamakan rasa setia kawan. Anda bisa lihat semua pasukan anda sedang mencuci pakaian, apa Anda tidak berpikir untuk membantu?"
Dengan sisa-sisa tenaga dan keberanian yang dibuat-buat, tanpa berpikir panjang pimpinan pasukan itu merangkak dan membuat tubuhnya terjun kedalam laut menyusul anak buahnya. Mahesa membiarkan semuanya lolos tanpa mencelakai satu pasukanpun.
Semua penumpang kapal terpukau melihat kemampuan yang dipertontonkan Mahesa. Mereka sama sekali tidak menduga, pemuda bertopeng perak yang terlihat biasa-biasa saja ternyata memiliki ilmu tenaga dalam seluas samudra.
"Tuan Pendekar Topeng Perak, terimakasih atas pertolongan Tuan Pendekar. Kalau tidak ada Tuan Pendekar, mungkin saya dan anak saya sudah tidak bernyawa lagi. Seumur hidup mungkin saya tidak akan pernah bisa membalas jasa besar Tuan Pendekar." Seorang ibu-ibu menghaturkan sembah berulang kali. Tanpa terkecuali, semua penumpang kapal ikut berlutut.
"Tuan Pendekar ,,, mohon beri kami pengampunan, mata kami terlalu buta hingga tidak memperlakukan Tuan Pendekar dengan baik." Pemilik kapal mendekat lalu berlutut dihadapan Mahesa. Dia menjatuhkan kepalanya hendak bersujud. Mahesa memegang pundak pemilik kapal, lalu membuat pria itu berdiri.
Diiringi satu senyuman khasnya, Mahesa meminta semua penumpang untuk kembali berdiri.
"Saudara-saudara sekalian, kalian terlalu berlebihan. Saya harap kalian sudi memberi saya muka. Berdirilah. Tatap saya sebagai orang biasa, saya tidak ubahnya seperti kalian. Sedikit kepandaian yang saya miliki tolong untuk tidak kalian jadikan penghalang."
Mahesa sudah mengakhiri perkataannya. Namun tidak ada penumpang yang mau berdiri. Wajah mereka masih tertunduk dengan lutut menyentuh lantai. Mereka masih terlihat ketakutan. Menyinggung Pendekar hebat, sama saja sudah bosan hidup.
Tanpa bicara lagi, Mahesa bergerak mengangkat pundak para penumpang satu persatu. Melihat hal itu, penumpang lain segera berdiri. Kali ini, mereka benar takut menyinggung perasaan Pendekar Topeng Perak. Jika masih tidak menuruti permintaannya.
Mahesa memberi hormat pada semuanya.
"Terimakasih atas pengertiannya. Perjalanan kita masih cukup jauh. sekarang silahkan saudara-saudara melanjutkan istirahat. Saya akan pastikan para perompak itu tidak akan kembali lagi." Mahesa mengangkat tangan kanannya mempersilakan para penumpang meninggalkan tempat itu.
Para penumpang kapal kemudian kembali ketempat mereka masing-masing. Sambil berbisik-bisik pelan sesama teman.
Kapal terus berlayar meninggalkan rombongan pasukan padepokan kemuning senja yang masih sibuk berenang menggapai perahu mereka yang terbalik.
Mahesa kembali duduk didekat pak Dirun dan kawan-kawan. Matanya memandangi Endang Kusuma Gandawati yang terlihat menahan rasa sakit. Setelah diperhatikan, Kusuma Gandawati memakai gelang di tangan kanannya. Sepertinya gelang itulah penyebab kesakitan yang diderita Endang.
Endang Kusuma Gandawati hanya bertarung beberapa jurus menghadapi pasukan padepokan kemuning senja. Tapi tenaga dalamnya terkuras sangat banyak. Pantas saja, saat melawan murid Padepokan Haur Koneng yang memburunya kemarin malam, dia tidak mampu memberikan perlawanan.
"Gelang itu menahan lebih dari lima puluh persen kemampuan Kusuma Gandawati. Benda apa itu?" Mahesa mencoba menerka. Dia tidak menemukan jawaban.
°°
Kapal yang ditumpangi Mahesa tiba di Pelabuhan Tengkorak saat dini hari. Karena penumpang masih banyak yang terlelap, aktivitas bongkar muat akan di lakukan esok pagi.
Mahesa dan kedua teman wanitanya tidak menunggu, mereka bergegas membawa kudanya meninggalkan kapal.
"Ini adalah kota Pungguk Lalang. Kota terbesar kedua di Pulau Tengkorak. Jika saja kita melintas dipagi hari, suasana disini sangat ramai." Kusuma Gandawati menjelaskan dari atas punggung kuda.
Mahesa dan Puspita Dewi mengangguk.
"Apa letak Padepokan bukit bayangan masih sangat jauh dari sini?" tanya Mahesa.
"Dengan kuda, Setidaknya kita membutuhkan waktu satu hari penuh perjalanan tanpa henti tuan muda."
Mahesa mengangguk.
"Baiklah, kita harus membeli perbekalan. Kita singgah di kedai terbaik kota ini."
Endang Kusuma Gandawati membawa mereka menuju kedai besar.
Sudut mata mahesa menangkap pergerakan aneh tangan Kusuma Gandawati, dia seperti menyampaikan pesan dengan memberi kode pada seseorang.
Pelayan kedai yang berinteraksi dengan Kusuma Gandawati kemudian pergi kebelakang. Dengan mengerahkan Ilmu Mata Naga, di dalam kedai Mahesa mendapatkan beberapa orang dengan gelang yang sama dengan Endang Kusuma. Mahesa memutar otaknya, sekarang dia ingat bahkan pemilik kedai di Pelabuhan Tanjung mengenakan gelang yang sama.
"Mereka bekerja dengan rapi, organisasi tempat mereka bekerja sangat profesional." Pikir Mahesa.
Sementara menunggu pelayan menyiapkan hidangan, Mahesa izin untuk ke kamar mandi.
°°
"Apa? Jurus Tapak Naga Terbang?!" lelaki tua itu seakan tidak percaya mendengar cerita temannya.
Dia bernama Rangga Sena usianya hampir menginjak 70 tahun. Sementara orang yang bercerita padanya tidak lain adalah Dirun, petani yang berlayar satu kapal bersama Mahesa semalam.
Dirun menceritakan semua yang terjadi semalam.
"Pendekar Topeng Perak menyebut dirinya berasal dari Utara. Dia bersama dua orang gadis. Akan tetapi salah satu gadis memakai Gelang Tali Sukma." Imbuh Dirun. Tentu yang dia maksud adalah Endang Kusuma Gandawati.
"Pendekar Topeng Perak dengan ilmu naga terbang, Pendekar dari utara, Gelang Tali Sukma. Ini sulit dipercaya."
Rangga Sena menarik napas berat. Dia sangat tidak tenang, berjalan hilir mudik.
"Tidak. Aku yakin dia bukan pendekar dari Utara. Jurus Tapak Naga adalah jurus legenda dari selatan, milik Padepokan Inti Naga. Tidak ada tokoh pendekar dari utara menguasai ilmu terlarang itu, Pendekar Topeng Perak yang kau ceritakan usianya sangat muda apa mungkin tokoh besar yang sedang menyamar? Lagipula, bukankah Gelang Serat Jiwa adalah milik Paron Geni? Aku yakin dia adalah boneka Paron Geni dan Gandring Calaka."
Ki Paron Geni merupakan dedengkot tokoh aliran hitam dari selatan. Dia seorang pendekar ilusi sekaligus ahli racun nomer satu di Pulau Tengkorak. Sementara Gandring Calaka adalah pimpinan kelompok yang mereka berinama Aliansi Bunga Suci. Dia Merupakan pendekar tapak dengan kemampuan sangat tinggi. Bersama mantan kekasihnya Nyai Selasih Wungu sebagai ahli pedang. Dursila dan Lebur Saketi. Mereka dikenal sebagai lima penjahat dari selatan.
"Pertikaian yang tercipta antar tokoh aliran putih membuat mereka cuma ongkang-ongkang kaki sambil menunggu sebuah kehancuran. Mereka menciptakan kehancuran untuk memunculkan seorang pahlawan agar bisa dengan mudah menyetir dunia persilatan." Wajah Rangga Sena memerah menahan amarah.
"Maksud kakang Rangga, pendekar topeng perak adalah tangan kanan Gandring Calaka? Dia juga yang membunuh Tapak Wulung dari padepokan Pring Wulung, kemudian memunculkan Belibis Putih sebagai tersangka utama. Setelah tokoh utara dan Selatan saling bunuh karena dendam, mereka telah mempersiapkan satu pahlawan pemersatu. Dengan demikian mereka akan dipuja. Hebat, hebat, hebat, menciptakan kekacauan lalu memunculkan perdamaian, mereka merancang semuanya dengan matang."
"Bukan itu saja, Paron Geni berambisi membunuh semua pendekar yang memiliki ilmu tapak, dia berhasil menghasut Padepokan Kemuning Senja. Nama Padepokan besar aliran putih tersebut sekarang telah tercoreng dan mulai memiliki banyak musuh disana-sini terutama dari tokoh aliran putih. sekarang Paron Geni berencana menghancurkan padepokan yang bersumbangsih besar atas ambisinya menggunakan tangan Pendekar topeng perak, satu boneka buatannya." Rangga Sena mengepalkan tangannya.
"Arya Sewu, kita harus hentikan pendekar topeng perak itu sebelum Paron Geni benar-benar mewujudkan rencana busuknya." Ucap Rangga sena.
Pria paruh baya yang dipanggil Arya Sewu menganggukkan kepala. Dia adalah Dirun. Rupanya Dirun bukanlah petani biasa, dia seorang pendekar yang menyamar bernama Arya Sewu. Pantas saja dirun mengenali jurus yang digunakan Mahesa.
"Kakang Rangga Sena, alangkah baiknya jika kita mencari informasi tentang Padepokan Inti Naga. saya curiga Padepokan tersebut telah bangkit dari kehancuran dua puluh lima tahun silam."
°°
Endang Kusuma Gandawati terlihat serba salah kala berhadapan dengan Mahesa. Dia tahu Mahesa selalu memperhatikan setiap gerak-geriknya. Tapi disisi lain, tidak bisa dipungkiri Mahesa adalah seorang pendekar baik hati. Dikalangan pendekar dari selatan, Rasanya akan sulit ditemukan pendekar seperti itu. Mahesa tidak pernah memandang rendah pada siapapun, dia juga tidak membeda-bedakan asal-usul, ras serta golongan. Satu kepandaian nya yaitu tersenyum pada setiap orang yang ditemui.
"Apa yang akan dilakukan tuan muda jika mengetahui aku telah menjebaknya? Ah tidak. Aku yakin dia sudah mengetahui apa yang aku lakukan. Sulit bagiku mengatakan yang sebenarnya, ah Gelang Tali Sukma ini ...." Kusuma Gandawati memandangi gelang ditangannya.
Akhirnya Endang Kusuma Gandawati memutuskan untuk menceritakan perihal tehnik penyamaran yang dimilikinya.
"Mengapa Nona membongkar rahasia ilmu sendiri? Bukankah itu sama saja Nona melepas sebagian ruh kehidupan?" tanya Mahesa dengan tatapan heran.
"Saya tahu, jika Tuan Muda menginginkan akan dengan mudah Tuan Muda melakukannya." Jawab Kusuma Gandawati dengan senyum kecut.
"Nona terlalu memandang tinggi pada kemampuan saya. Saya yakin jika tidak karena gelang itu, Nona bisa dengan mudah mengimbangi kemampuan saya."
Baik Kusuma Gandawati maupun Puspita Dewi tersedak mendengar pernyataan Mahesa. Beberapa saat lamanya mereka saling diam.
Mahesa menghentikan laju kudanya, kemudian mengajak Endang Kusuma dan Puspita berhenti dibawah pohon rindang.
"Tuan Muda, mengapa tiba-tiba Tuan membahas masalah ini?" bisik Puspita.
Mahesa tersenyum. Kemudian dia mengalihkan pandangannya pada Kusuma Gandawati.
"Nona, kau bahkan tidak mengetahui tujuan utama kami mengikuti mu. Tadinya, saya berpikir kau berkemungkinan terlibat dalam kasus pembunuhan salah satu ketua Padepokan Pring Wulung. Akan tetapi, setelah melihat kemampuan yang kau miliki dan gelang yang kau pakai, aku menyimpulkan bahwa ada orang lain yang sengaja memanfaatkan keadaan."
Mahesa berhenti sejenak, dia mengamati ekspresi Endang Kusuma Gandawati.
"Menurut kabar, Belibis Putih dari padepokan rajawali adalah pelaku pembunuhan. Kami rasa perlu untuk menjernihkan masalah ini. Karena kami adalah murid Belibis Putih."
Endang Kusuma Gandawati ternganga, dia tidak mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Pendekar Topeng Perak yang bersamanya adalah pendekar dari Utara dan yang paling sulit diterima, dia adalah murid Padepokan Rajawali. Musuh dari padepokan selatan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 312 Episodes
Comments
Thomas Andreas
seruuu
2022-04-22
0
Thomas Andreas
penegasan
2022-04-22
0
Thomas Andreas
dilema
2022-04-22
0