Legenda Raja Abadi
Seorang lelaki tua kurus berdiri di tengah kabut. Pakaiannya putih, rambut dan jenggotnya yang tumbuh panjang juga memutih.
Tampak terlihat sangat lemah dan ringkih akibat berjuang dengan usia.
Di tangan kanannya ada bola mungil hitam yang sangat kontras warnanya dengan penampilannya. Bola itu hitam sangat pekat, seperti terus menghisap cahaya di sekelilingnya.
Bola itu dimainkan dengan jari-jarinya yang kurus kering dengan pelan dan asal. Sepertinya bola itu bisa jatuh kapan saja.
Namun bola itu sepertinya menempel erat pada jari tidak mau bergulir jatuh dari tangan lelaki tua itu.
Dia berdiri dengan tegap sangat kharismatik dan berwibawa terlihat seperti pendeta tao. Sesekali matanya terpejam cukup lama hingga membuka kembali.
Dia tetap dalam keadaan diam dengan kondisi mirip dengan meditasi pikiran.
Ketika matanya terbuka pandangannya mengembara ke kejauhan seperti melihat era demi era. Jauh di masa lalu, sekarang dan akan datang.
Padang berkabut, siapa pun tentu saja pasti tak akan bisa melihat ke arah kejauhan.
Namun dalam cekung dan keriput matanya, mata kecoklatan lelaki tua itu seperti telah melihat hal-hal tidak dapat dilihat oleh orang lain.
Diliputi oleh rasa keengganan, matanya tertutup sekali lagi, “Apakah ini adalah akhirnya”.
Bola hitam itu digenggamnya dengan erat dan kuat hingga urat-urat di tangan dan jemarinya bergeliat.
Dari belakang lelaki tua itu muncul bayangan seorang berjubah ungu cerah, kedatangannya membawa desir angin dingin yang kuat. Udara dingin datang seperti badai.
Namun lelaki tua itu tetap berdiri dan tidak terpengaruh oleh apa pun. Bahkan rambut dan jubahnya tidak bergerak satu inchi pun.
Getaran kehadiran sosok berjubah ungu cerah itu menghempaskan pepohonan dan semak-semak.
Bersama aura dingin, seketika itu juga lapisan es terbentuk menutupi kulit-kulit pohon dan dedaunan.
Beberapa saat kemudian angin mereda. Udara menjadi tenang kembali. Kabut berubah menjadi salju yang beterbangan. Dengan langkah pelan sosok berjubah ungu berjalan mendekati lelaki tua.
Lelaki tua itu tidak menghiraukan apa yang terjadi, dia tetap menutup kembali matanya.
***
Di sebuah dataran yang luas.
Seorang jenderal menghempaskan hammer besarnya ke tanah. Seketika tanah itu bergetar keras dan terjadi gempa. Dia memakai baju besi hitam berat. Badannya besar dan tegap.
Suara gemerincing baju besinya terdengar saat dia menggerakkan tubuhnya. Tangan kanannya meraih helm yang dipakainya lalu perlahan melepasnya.
Pertempuran yang baru saja berlangsung ini sangat panjang dan sangat menguras vitalitasnya.
Dia sengaja menggigit lidahnya untuk menolak rasa lelah dan payah. Dia terlihat bisa pingsan kapan saja.
Wajahnya penuh keringat dan darah. Dengan helm kelas tertinggi yang dipakai tentu saja pertahanannya tidak usah diragukan lagi.
Walau begitu pun pelipisnya masih berdarah. Bisa dibayangkan senjata apa yang dapat melukainya.
Sang jenderal itu menatap rekannya dan musuh-musuhnya yang telah mati, matanya terkunci pada dataran yang penuh lubang dan terkoyak. Di sana bergelimang dengan jutaan mayat terbentang.
Bendera-bendera perang terkoyak dan berserakan. Senjata-senjata dan harta-harta bergelimpangan berbalut darah.
Melihat keadaan seperti ini Sang Jenderal dan pasukannya harusnya akan sangat kaya raya oleh rampasan ini.
Tetapi benda-benda itu dibiarkan begitu saja seolah tak memiliki nilai apa pun.
Pedang Pembelah Bumi
Tombak Seribu Iblis
Zirah Skala Naga Ungu
Pil Reinkarnasi
Cincin Spasial dengan ruangan seukuran dunia
Dan masih banyak hingga ribuan jumlahnya. Semua barang-barang itu kelas surgawi, jika satu saja jatuh pada sebuah sekte pasti dalam waktu dekat akan menjadi sekte utama penguasa dunia.
Menjadikannya sebagai pengendali hidup mati sekte-sekte lainnya.
Belum lagi harta kelas tinggi di bawah kelas surgawi. Siapa pun pasti membuat tergila-gila hingga rela merebutnya walau pun dengan taruhan nyawa.
Suara langkah mendekati sang jenderal.
“Apakah akan berakhir hari ini?” Seseorang berpakaian hijau mendatangi jenderal itu sambil berkata. Dia memegang sebuah vas giok kecil dengan cahaya hijau yang berpendar redup.
“Aku harap demikian.” Jawabnya
“Telah kulepaskan semua yang aku punya dan sekarang aku dalam keadaan kering, kuberkahi dengan racunku mereka saat mengambil langkah mundur."
"Kuharap hal ini akan melemahkan mereka dan mengulur sedikit waktu. Setelah ini aku sudah tidak berguna lagi.” Dia berkata sambil menepuk pundak jenderal itu.
“Bahkan taring tua mu masih berguna, kau masih bisa menghujani mereka dengan gigimu dan memutuskan leher mereka satu per satu sebelum kepalamu lepas dari lehermu. Ha.. Ha.. Ha... “ Jendral itu tertawa terbahak-bahak.
Keduanya tertawa. Kemudian pria berpakaian hijau itu menatap ke arah gerbang. Tanah di depan gerbang meleleh berwarna kehijauan menjadi rawa-rawa menggelegak dengan kepulan asap gas racun.
Semua jasad mayat musnah menjadi abu. Menguap bersama gas racun. Hanya beberapa prajurit kuat yang bisa mempertahankan jasad tulangnya dari korosi racun yang kuat.
Untuk melintasi kembali tanah beracun ini musuh harus berupaya keras untuk mencari solusinya.
Tak bisa sekedar dilangkahi. Asap gas racun ini seolah punya kehidupan sendiri. Menyambar siapa pun yang mendekatinya, mengubahnya menjadi abu seketika.
Ini bukan racun biasa. Ini adalah racun surgawi yang dilepaskan oleh kultivator racun level surgawi. Dengan mengekstrak seluruh kultivasinya dan dibantu oleh senjata tertingginya, Myriad Death Vass.
Di atas gerbang akhir yang sebelumnya langit suram kini menjadi hitam pekat lagi saat awan gelap mulai berkumpul dengan kilatan-kilatan petir merah.
Suara gemuruh guntur saling sahut menyahut.
Keduanya kembali diam.
“Kita telah bertempur dalam serangan pamungkas ini selama hampir dua ribu tahun, hingga akhirnya sampai di titik ini. Segalanya menjadi terasa singkat”.
"Aku jadi ingat ketika pertama kali bertemu denganmu. Kau yang waktu itu ingusan dan bandel"
"Dan hei jangan lupa saat itu hingga hari ini kamu berutang setengah potong roti dariku dan kau belum membayarnya... "
Pria berjubah hijau berujar setelah beberapa saat.
“Yu Qing, semoga setelah kehidupan ini aku tidak akan pernah bertemu dengan dirimu lagi. Aku benci orang yang banyak bicara.”
“Ha Ha Haa....” Dia meresponnya dengan tawa yang terbahak-bahak hingga rahangnya seperti mau lepas.
Kembali hening.
Sang Jenderal mendengus. Dalam pertempuran panjang ini, saudara, sahabat, orang tua, putra, guru dan murid telah gugur satu per satu.
Bahkan istri dan satu-satunya putranya pun juga telah gugur di medan perang ini. Hampir semuanya merasakan seperti apa yang dia rasakan.
Namun hingga saat ini di dataran besar ini seakan hati mereka telah mati dan rasa kehilangan adalah hambar seperti tidak terjadi apa-apa.
Mereka semua seperti tidak perlu meratapi dan menangisi yang gugur. Semuanya sudah memahami alur dari perang ini dan bagaimana perang ini akan berakhir.
Mereka yang terjun ke dalamnya akan berakhir dengan kematian yang pasti. Hanya saja dalam waktu cepat atau lambat, tidak ada pilihan lagi.
Sang Jenderal meraih bendera yang jatuh kemudian menancapkan dan menegakkan kembali.
Bendera dengan simbol banteng yang kondisinya compang camping. Faksi banteng, satu diantara tujuh faksi dari pihak manusia yang mendukung perang.
***
Ini adalah dataran besar di ujung dunia.
Disebut Dataran Akhir. Dataran yang berseberangan langsung dengan gerbang Bangsa Yao.
Sejauh waktu berlalu pasukan besar ini telah berhasil memukul mundur musuhnya hingga ke kondisi ini.
Sejak seluruh dunia bersatu melawan pasukan Bangsa Yao. Semua sekte dan negara di dunia melupakan dan mengesampingkan permusuhannya.
Semua bersatu padu dalam tujuh panji besar menentang dan melawan pasukan Bangsa Yao.
Bangsa Yao masuk ke dunia Kabut Awan dan mengacaukan segalanya. Sifat dan keserakahan mereka telah menjadikan dunia mereka kering dan gersang.
Mereka perlu mencari dunia baru untuk ditambang segala-galanya hingga kering dan mencari dunia baru. Lalu menoleh dunia lain lagi untuk sasaran berikutnya.
Mereka tidak punya pilihan lagi. Mau tidak mau Bangsa Yao harus memangsa Dunia kabut Awan.
Karena dari dunia mereka sebelumnya hanya ada satu portal yang hanya mengarah ke Dunia Kabut Awan.
Mereka harus mati-matian masuk dan menguasai Dunia Kabut Awan baru kemudian bisa meloncat ke dunia lainnya.
Api hitam keluar dari Gerbang Akhir. Merayap membakar dan mulai mengeringkan kolam-kolam hijau racun. Racun di udara mendesis terbakar.
“Pemimpin Besar Bangsa Yao. Raja Abadi Yao Hu muncul” Yu Qing menyipitkan matanya.
Sosok gelap berwarna hitam muncul dari gerbang, ukurannya besar. Dia bertaring dan kepalanya memiliki delapan tanduk.
Dia menarik nafas hingga dadanya yang berotot mengembang besar kemudian menghembuskannya berupa api hitam ke arah kolam-kolam racun.
Itu adalah Api Gelap Abadi. Api yang dapat membakar segalanya.
“Raja Abadi Yao Hu telah terpancing keluar.” Yu Qing bergumam.
Bamm ...
Bamm ...
Bamm ...
Laskar Gagak menembakkan meriam artileri mereka ke arah Raja Abadi Yao Hu.
Meriam-meriam besar dengan formasi penguatan tertinggi ditembakkan bertubi-tubi. Suara ledakan sahut menyahut bergema. Ini adalah meriam-meriam dengan tembakan Bijih Es Abadi.
Laskar gagak telah mengantisipasi Raja Abadi Yao Hu mengeluarkan Api Gelap Abadinya.
Es ini juga bukan es biasa. Ini adalah Bijih Es Abadi. Laskar gagak memiliki 21 bijih dan menembakkannya sepuluh serangan secara langsung.
Gerbang Akhir sekarang membeku total. Bahkan ribuan prajurit kuat Bangsa Yao langsung membeku dan mati. Sebagian lagi langsung hancur menjadi serpihan kecil.
Tubuh Raja Abadi Yao Hu sebagian tertutup es. Serangan itu hampir tidak berdampak padanya. Dia hanya menjadi sebal dan akhirnya meraung keras.
Para prajurit dengan kultivasi yang tidak cukup seketika telinga mereka berdarah dan memekik kesakitan.
Raja Abadi Yao Hu mengabaikan es yang ditembakkan Laskar Gagak. Dia tetap menarik nafas panjang dan melepaskan apinya. Dia tahu prioritasnya.
Dia fokus pada pemusnahan racun Yu Qing meskipun kali ini pembakarannya menjadi sangat lambat akibat pembekuan area dari Bijih Es Abadi.
Tentu saja laskar gagak menembakkannya tidak untuk Raja Abadi Yao Hu. Mereka tahu melakukan itu padanya seperti melempar ranting kering pada batu karang.
Mereka menembakkannya ke Gerbang Akhir untuk memperlambat laju pembakaran racun oleh Api Gelap Abadi.
Walaupun bonusnya menghancurkan beberapa ribu pasukan kuat Bangsa Yao. hasil yang masih terbilang sangat layak.
“Tak semudah itu.” Sosok berjubah ungu muncul dari langit menodongkan pedang tipis dan meneriaki Raja Abadi Yao Hu.
Raja Abadi Yao Hu menghentikan nafas apinya lalu menyipitkan matanya memandang gadis berjubah ungu di langit.
"Fairy Bing"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 246 Episodes
Comments
Derajat
coba dulu
2023-10-12
0
Kang Comen
9999
2022-12-26
0
Ibad Moulay
Daratan Akhir
2022-08-29
1