Bibi Hwa kembali masuk ke dalam kedainya dengan langkah berat. Dia sangat cemas dan seperti terlihat sedang berharap semoga sesuatu yang buruk terjadi.
"Anak muda! Berhenti!" Seorang pria paruh baya meneriaki Mao Yu dari tepi jalan.
Mao Yu hanya beberapa langkah saja dari kedai sudah disambut teriakan oleh seseorang. Mao Yu tak merespon sama sekali. Dia tetap acuh berjalan.
Pria paruh baya itu lantas menghadang tepat di depannya.
"Kubilang berhenti! Apa kau tuli ?" Pria paruh baya mulai kehilangan kehilangan kesabaran. Dia memelototi Mao Yu.
Mao Yu merespon menoleh ke kiri dan ke kanan. "Hmm, kukira kau meneriaki orang lain dan bukan aku.." Mao Yu menjawab.
"Dasar bocah ingusan, kemarilah kakek akan memberi pelajaran untukmu.." Pria paruh baya itu melayangkan sebuah tinju ke wajah Mao Yu.
Dari awal Mao Yu sudah tahu bahwa pria ini memiliki niat yang buruk. Namun dia tak merasakan khawatir sama sekali.
Grasp Soul ...
Sebuah kilat perak kecil sehelai bulu rambut melintas di mata Mao Yu.
Pria paruh baya menghentikan serangan tinju di tengah jalan. Dia merasa sesuatu mencengkeram seluruh organ dalam tubuhnya. Seluruh tubuhnya bergetar dengan keringat dingin.
Rasa pusing tujuh keliling mendera pria paruh baya itu. Tak kuasa menahan rasa remuk bagian dalam. Akhirnya dia ambruk dan memuntahkan sarapan paginya.
"Kamuu... Kamuu... " Pria paruh baya itu memandang Mao Yu dengan amarah sekaligus ketakutan.
Grasp Soul ...
Serangan kedua kembali dilancarkan Mao Yu.
"Aaaahhh..... !!!" Pria paruh baya itu berteriak dengan lantang.
Dia berguling-guling memegangi kepala dan mengacak-acak rambutnya. Dia merasa ada sesuatu dari dalam yang mencengkeram otaknya. Tak kuasa menahan rasa sakit dan pusing luar biasa.
Akhirnya arak pagi yang ia minum setelah sarapan dipersembahkan kepada tanah. Dia muntah berat.
"Ampun... Ampunn...." Pria paruh baya akhirnya menyerah. Tak berani lagi melakukan agresi ke Mao Yu. Rasa sakit yang kedua ini jauh menyiksa daripada serangan yang dia rasakan pertama kali.
Beberapa pejalan yang lewat mendengar teriakan kencang lantas mengenali bahwa pria itu bernama Li Hua.
Seorang kultivator dengan ranah kasaya perak tahap empat. Sedang bersujud-sujud minta ampun pada seorang pemuda.
Salah satu pejalan kaki akhirnya menampakkan ekspresi kepuasan melihat Pria Li dalam keadaan seperti itu.
Dia kerap kali memukuli pejalan kaki yang masuk ke gang kedai bakmi Hwa. Hingga membuat orang-orang takut untuk pergi ke kedai. Cukup puas melihat Pria Li mendapatkan karmanya sendiri.
Barang siapa membuat babak belur orang dia akan menerima balasannya sendiri. Seorang pejalan tua mengatakan ini kepada cucunya yang dia gendong.
Tak lama para pejalan kaki di sekitar segera mengambil langah panjang meninggalkan keributan. Supaya tidak terkena imbasnya.
Di tengah-tengah Li Hua memohon-mohon ampun. Mao Yu membenamkan dirinya ke dalam koin tembaga. Di sana ada rune seperti rantai perak terbang meliuk-liuk.
Setelah kesadarannya ditarik kembali Mao Yu membuat mudra sederhana dengan tangannya sekaligus merapal sebuah mantra.
"Aaaaahhhhh..... " Li Hua berguling guling lagi dengan heboh memoles jalan hingga membuat ubin batu bersih dan mulus mengkilat. Rasa sakit di kepala dia rasakan 3x lipat dari sebelumnya.
Dia kemudian terengah-engah. Sarapan pagi dan arak sudah dikuras. Sudah tak ada lagi yang dipersembahkan, kali ini Li Hua mengeluarkan busa.
"Pria Tua.... Bangkit dan beri salam pada leluhurmu !" Mao Yu memberikan perintah kepada Li Hua untuk datang memberi salam kepadanya.
Dengan sempoyongan dan penampilan kacau Li Hua merangkak dan bersujud kepada Mao Yu.
"Ham... Ham... Hamba mengikuti Tuan Muda"
Li Hua tak bisa menolak perintah Mao Yu. Dalam pikiran dia berusaha menolak. Namun sesuatu yang kuat jauh dari dalam jiwanya memerintahkan.untuk patuh mutlak.
Mao Yu telah merapalkan mantra perbudakan kepada Li Hua. Mantra yang Mao Yu rapal kali ini dia hanya iseng saja ingin mencobanya. Sebenarnya dia tak begitu yakin akan berhasil. Dah eh, ternyata bisa.
"Oke, Leluhur ini menerima salam dan kesetiaanmu."
Mao Yu membalas Li Hua dengan berpose keren. Kepala terangkat ke atas, mata melirik ke bawah. Kedua tangan menggenggam di pinggang belakang.
"Jangan pernah sekali kali melawan leluhur kecilmu. Di masa depan jika berani, Bukan lagi sarapan dan arak yang akan kukeluarkan. Berikutnya lagi adalah seluruh organmu!" Mao Yu berkata dengan nada mengancam.
"Tidak... Tidak akan berani hamba menentang leluhur kecil... " Li Hua bergidik mendengarnya. Dia segera menyahut ucapan Mao Yu.
"Oke, bangkitlah! Pimpin jalan menuju pasar yang barang-barangnya bagus dan ceritakan apa tujuanmu!" Mao Yu ingin mengetahui siapa pria paruh baya ini dan apa tujuannya.
***
Seorang pemuda berjalan lincah penuh riang dan gembira. Di depannya seorang pria paruh baya berjalan sempoyongan dengan keadaan yang kacau sungguh memprihatinkan.
Beberapa pejalan kaki melihat pasangan tua dan muda itu sungguh ironis. Pria tua lusuh dengan tampang susah berjalan memimpin jalan seorang pemuda yang senang gembira.
Mereka berkasak-kusuk bahwa pria muda ini baru saja membeli budak dari organisasi makelar.
Mendengar bahwa orang-orang mengatainya budak. Oh, hati Li Hua seperti runtuh rasanya. Sungguh sial hari ini baginya.
Pagi tadi dia mendatangi peramal, peramal mengatakan bahwa hari ini adalah hari penuh berkah dan masa depan cerah bagi Li Hua.
Namun keadaan yang dia alami hari ini sungguh petaka. Dalam hati dia mengecam dan mengutuki peramal tua itu. Dia berjalan tertunduk menahan tangis, dia menangisnya di dalam hati.
Di sepanjang jalan Li Hua memperkenalkan dirinya. Dia adalah bawahan seorang tuan muda dari klan terkemuka di kota kekaisaran.
Dia menjelaskan bahwa dia ditugaskan untuk menghadang dan memukuli orang menuju kedai bakmi Hwa.
Saat itu tuan muda dan tunangannya sedang berwisata kuliner. Bakmi Hwa masuk ke dalam daftar kunjung.
Mengingat kedai ini termasuk kuliner legendaris karena telah lama buka dari generasi ke generasi.
Li Hua menceritakan dengan detail bahwa saat itu pemilik kedai, bernama Paman Hwa tak sengaja menumpahkan teh ke tunangan tuan muda.
Membuat tuan muda marah besar. Dia menjadi sangat dendam dan memerintahkan tak seorang pun boleh makan di sana.
"Begitukah gaya para tuan muda dari klan terkemuka? Hmm, Siapa tuan muda yang kamu maksud itu?" Ma Yu bertanya kepada Li Hua dengan sedikit penasaran.
"Tuan muda ketiga dari Klan Mo, Mo Tian" Li Hua menjawab dengan suara pelan. Takut ada pejalan di sekitar yang mendengar.
"Oh, Bagus sekali.... Namanya Mo Tian." Mao Yu berhenti melangkah dan menyipitkan matanya.
Melihat itu Li Hua bergidik dengan bulu kuduk merinding menantang langit.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 313 Episodes
Comments
Ibad Moulay
Grasp Soul
2022-08-31
1
Bebas merdeka
poooollllllllll
2022-05-23
0
Bebas merdeka
gas
2022-05-23
0