"Ahh, sial sekali hari ini..." Nafas Mao Yu terengah-engah.
Berkali-kali gagal memburu hewan buruan. Mulai dari meletakkan segala jenis jebakan dan yang bahkan melakukan hal konyol sekaligus paling frontal yaitu mengejar langsung hewan buruan saking putus asanya.
Makin dia terus mengejar tenaga makin terkuras, bahkan kelinci-kelinci yang dia kejar sekaligus mengejek berlompatan menambah sebal di hati Mao Yu.
Ditambah perut sudah tak lagi mau kompromi. Makin terasa lemas dan makin terasa lapar luar biasa. Sudah hampir di ambang batas bisa ditahan.
Krrruyukkk.... Krrruyukkk....
Suara perutnya makin terdengar keras dan mulai sering berbunyi.
"Aku tak menyangka di hutan ini hewan-hewannya punya tabiat lebih liar, lincah dan gesit."
"Sungguh berbeda dengan hewan-hewan di pegunungan belakang pemondokanku. Di sini susah diburu..."
"Jelas aku tak bisa memburu kijang atau hewan besar aku tidak punya perlengkapan memanah, aku hanya bisa menangkap hewan yang lebih kecil seperti kelinci saja dengan jebakan."
"Kalau di hutan pemondokanku mudah sih, yah barangkali di sini kehidupan mereka lebih keras sehingga mereka jauh lebih peka dan waspada."
"Baik kalau begitu aku akan mencapai sungai saja dulu, menurut Kakek Bai ada sungai setelah melalui ngarai dalam.
Kurasa aku telah sampai di ngarai itu dua hari yang lalu. Mestinya sungai tak jauh di depan. Semoga aku bisa mendapatkan bahan makanan dari sungai."
Pikiran Mao Yu mulai liar berimajinasi dengan kerang sungai dan kepiting. Mulai membayangkan dia menikmati dengan mengolahnya menjadi kepiting bakar.
Meski dia hanya membawa bumbu garam dalam perjalanannya. Sudah dapat dipastikan akan enak.
Mao Yu terus berjalan ke depan menuju sungai tujuannya. Tidak menoleh ke samping atau ke belakang.
Kepalanya menunduk untuk menahan lapar, keranjang di punggungnya makin terasa berat. Langkahnya makin pelan. Kedua tangannya memegangi perut.
Sehari yang lalu perbekalannya habis. Untuk bertahan dia makan jamur dan daun-daun yang dia kenal yang jelas tidak beracun.
Sayangnya semua itu tidak cukup memulihkan tenaga. Dalam perjalanannya ini dia juga banyak menemukan buah-buah bergelantungan dengan indah.
Namun tak satu pun dia tak berani menyentuhnya.
Tanpa memiliki pengetahuan yang cukup, sekali gigit dapat membawa dirinya berwisata ke alam baka.
Dia tidak mengetahui apakah buah beracun atau tidak. Lebih baik ambil aman saja, meski menggiurkan tak satu pun disentuh.
***
CETARRRR
Di tengah langkah sempoyongan dia terkaget meloncat oleh suara cemeti yang memecahkan fokus langkah.
Seorang pemuda seusia sebaya dengan Mao Yu melemparkan cemetinya ke udara menimbulkan suara keras.
"Minggir gembel !" Pemuda itu meneriakinya.
"Atas dasar apa aku harus minggir? Jalan ini cukup luas untuk sepuluh kuda berjejer." Mao Yu menimpali dengan emosi.
"Atas dasar aku adalah putera ketiga Klan Mo." Ujar Pemuda penunggang kuda dengan lantang.
Kuda yang ditunggangi seakan menunjukkan kebanggaannya juga. Berputar satu putaran kemudian mengangkat kedua kaki depannya sekaligus meringkik keras di depan Mao Yu.
Mengangkat tuan muda ketiga Klan Mo menuju langit. Mengibarkan jubah putih bersulam emas dengan karakter "Mo".
"Maka kamu gembel harus memberi jalan!" Dia memelototi Mao Yu. Bahkan kudanya juga ikut memelototinya juga.
Meringkik lagi sekaligus menjulurkan lidahnya seolah ikut mengejek.
"KAMU...." Melihat lagak angkuh dan juga ekspesi kuda membuat Mao Yu makin sebal lagi.
***
CETARRR ....
Belum sempat menyelesaikan ucapannya Tuan Muda Ketiga melemparkan cambuknya lagi ke udara. Memotong kalimat sekaligus membungkam mulut Mao Yu.
"Feng-er, apa yang harus aku lalukan pada gembel ini?" Tuan Muda Ketiga menoleh ke arah samping.
Seorang perempuan cantik yang juga menunggangi kuda di samping Tuan Muda Ketiga hanya diam saja. Diamnya membawa keanggunan. Sebuah kecantikan yang patut dipertimbangkan.
"...." Gadis yang bersama Tuan Muda Ketiga hanya diam saja.
"Baik, akan kuberi pelajaran. Agar seorang berpangkat gembel harus mengetahui di mana tempatnya."
"Hai gembel, ingat baik-baik dan perhatikan dengan seksama kakek ini memberikan ajaran sopan santun padamu."
***
CETAR...
CETARR...
CETARRR...
Tiga cambukan dilemparkan ke arah Mao Yu. Mao Yu tidak diam saja, tangan terangkat bermaksud menangkis cambukan.
Cambukan pertama jatuh pada lengannya, cambukan kedua datang terlalu cepat mengenai pinggang dan cambukan ketiga mengenai dada sekaligus membuatnya jatuh tersungkur.
Cambukan ketiga lebih kuat momentumnya hingga membuat Mao Yu terhempas.
Mao Yu merintih, panas dan perih sekali rasa di lengan dan pinggang. Lengannya terlihat ruam merah membekas dengan sedikit keluar darah.
Pinggang juga dirasakan demikian. Namun untuk bagian dadanya lebih spesial lagi sakitnya. Terasa sesak perih dan mendapati sensasi serasa terbakar.
"Kurasa hadiah dari kakek ini sudah cukup mengajarimu. Kamu hanya gembel yang tidak akan dapat mencapai apa pun. Feng-er, mari pergi..." Tuan Muda Ketiga melipat cambuk dan menggantungkan di pinggangnya.
"...." Feng-er tidak menjawab diam seperti biasa.
Tuan Muda Ketiga tak memperhatikan Mao Yu lagi. Sampah hanyalah sampah. Dia menarik kuat kekang kudanya. Kuda meringkik lantas berlari. Disusul Feng-er dibelakangnya.
Sesaat Feng-er melintas di depan, Mao Yu dia melihat mata Feng-er, begitu pula Feng-er menatap Mao Yu. Mereka berdua dalam keadaan berkontak mata.
Mao Yu merasakan itu bukan tatapan penuh belas kasih, bukan tatapan penuh simpati.
Dalam mata indah Feng-er, permukaan kemilau warna bola matanya, Mao Yu melihat pandangan itu adalah sebuah pandangan penuh penghinaan.
Hanya sampah.
***
"Aduduh.."
Mao Yu bangkit dari tersungkur. Mengangkat baju, memeriksa tubuh.
Tubuh kurusnya mendapatkan cap melintang di lengan, pinggang dan dada. Rasanya panas dan perih.
"Komplit sudah, oh derita sekali hari ini..." Mao Yu mulai mengumpulkan jamur-jamurnya yang berserakan sambil menggerutu.
Mao Yu merasa tidak berdaya. Tanpa kekuatan tidak ada hal yang bisa dia lakukan. Hari ini dia belajar dan mengetahui bahwa kekuatan memegang kendali segalanya di dunia ini.
Tanpanya seseorang akan hanya diam pasrah dengan nasib berada di tangan seseorang yang memiliki kekuatan lebih.
Hal ini membuat Mao Yu semakin bertekad kuat, dia harus menjadi kuat.
"Aku harus menjadi lebih kuat. Di masa depan kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi."
Mao Yu mengepalkan tangannya. Pandangannya menyipit tajam menuju ke arah kuda-kuda berlari.
"Oke, Tuan Muda Ketiga Klan Mo dan gadis dengan nama Feng. Bangsawan muda ini akan mengingat nama kalian."
Mao Yu menegakkan badan dan membusungkan dadanya berpose keren.
"Adududuh..."
Rasa panas dari cambuk kembali meluap. Seolah mengingatkan kepada Mao Yu bahwa dia dalam keadaan pesakitan.
Bzzzzztt.....
"Aduh sakit kepalaku, kumohon jangan sekarang..."
Pandangannya mulai kabur, rasa sakit akibat cambukan perlahan menghilang. Bobot tubuhnya juga mulai menghilang seperti berganti menjadi kapas.
Hanya sekali angin lembut mengayun ke tubuhnya, keseimbangannya hilang membawanya berbaring terkulai ke tanah.
Tatapan mata perlahan menjadi kosong, beberapa saat kemudian terpejam tak sadarkan diri.
Jamur-jamur yang dengan susah payah barusan dia kumpulkan tercecer kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 313 Episodes
Comments
Kang Comen
ayeeeee
2022-12-26
0
Ibad Moulay
Dhuarrr
2022-08-29
1
Bebas merdeka
777
2022-05-23
0