Melawan Restu
Pada zaman sekarang ini, memang susah mencari pekerjaan. Terlebih jika kita tidak memiliki keahlian khusus, yang bisa membuat diri kita lebih di pertimbangkan.
Hal ini yang di rasakan gadis berusia dua puluh tahun, B'tari Ayunda Pasha. Di umurnya yang sekarang ini, bukan hanya jati diri yang ia cari, namun perihal karir juga tak kalah menjadi prioritas utamanya.
Hari ini Tari, begitulah orang-orang terdekat memanggilnya. Ia tengah bersiap untuk mencari pekerjaan, Tari sudah rapih dengan pakaian hitam putihnya.
"Tar, sarapan dulu!" Teriak ibu Tari dari arah dapur.
Tari mempercepat kegiatannya, ia segera keluar dari kamar dan menemui ibunya.
"Mau ngelamar kerja lagi, Tar?" Tanya ibu Nita, ibunya Tari.
"Iya, Bu." Tari menjawab sembari melahap menu sarapannya.
"Yang sebelumnya gak ada yang nyahut, Tar?" Tanya ibu Tari lagi dengan nada menyindir.
Tari menghentikan kunyahannya, "belum, Bu. Namanya juga lulusan SMA, Bu. Wajar kalau susah cari kerja," sahut Tari dengan malas.
"Yang nentuin itu bukan cuma lulusan apa-apanya, keberuntungan juga punya peran penting, Tar." Ibu Tari menuturkan.
"Lihat tuh si Lulu, anak Pak Budi tetangga sebelah." Ibu Tari menambahkan.
"Kenapa memangnya si Lulu?" Tanya Tari.
"Iya kamu lihat sendiri sekarang, cuma lulusan sekolah dasar, tapi karena dia mau merubah penampilannya bisa kerja jadi SPG. Kamu juga, makannya rubah penampilan kamu, biar menarik!" Cetus ibu Tari.
Tari terdiam, ucapan ibunya sedikit mengusik pikirannya. Pasalnya ia memang tidak terlalu memperhatikan penampilan, selama ini Tari nyaman dengan setelan jeans, kaos panjang, dan kerudung instannya.
Tari memiliki postur tubuh yang terbilang ideal, ia memiliki kulit sawo matang khas mojang Bandung. Tari juga memiliki wajah yang masuk ke dalam kategori cantik, hidung mancungnya menjadi daya tarik tersendiri ketika orang memandangnya.
Tari adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, dia anak perempuan satu-satunya dari pasangan Nita dan Doni.
Meskipun Tari anak bungsu dan perempuan satu-satunya, tapi kedua orangtuanya tidak terlalu memanjakannya.
"Bu, Tari berangkat, yah. Bapak mana?" Tanya Tari sembari mencium punggung tangan kanan ibunya.
"Bapak di depan, lagi mandiin burung." Ibu Tari menjawab dengan kesal, pasalnya suaminya terlalu asik dengan hobinya memelihara burung.
Tari menghela nafasnya, setiap hari ia di suguhkan dengan drama antara ibu dan bapaknya.
"Pak, Tari pergi dulu." Tari menyodorkan tangannya.
"Oh, iya. Ngelamar kerja lagi?" Tanya bapak Tari.
"Sudah berapa puluh lembar surat lamaran yang kamu bikin, Tar? Gak ada panggilan satu pun, ngabisin uang saja," ucap bapak Tari sembari fokus memandingan burung peliharaannya.
"Namanya juga usaha, Pak. Kalau habis kan ada Bapak," Tari menjawab seadanya.
"Loh kok Bapak?" Tanya bapak Tari.
"Iya, jual saja burung Bapak. Buat bekal Tari ngelamar kerja!" Seru Tari sambil melengos pergi meninggalkan papaknya yang terkejut mendengar candaannya.
"Enak saja kamu! Ini burung Bapak satu-satunya!" Sewot bapak Tari.
Tari terkekeh, "Mbak Vina aku berangkat, yah. Maaf gak bisa bantu bikin adonan dulu," teriak Tari pada kakak iparnya yang kebetulan tengah menjemur pakaian di depan rumah.
"Iya, hati-hati. Mbak do'akan lancar yah," jawan Mbak Vina.
Tari dan kedua orangtuanya tinggal di sebuah rumah kontarakan, bersebelahan dengan kakaknya. Hubungan antara mereka sampai sekarang ini bisa di bilang cukup akur, mereka juga memiliki usaha kecil-kecilan dibidang makanan yang di kelola secara gotong royong.
Orangtua dan kakak kedua Tari memiliki usaha berdagang gorengan di pinggir jalan, sedangkan kakak pertama Tari tinggal di kota berbeda dengan mereka.
Sampai sekarang usaha gorengan mereka cukup ramai, keuntungan yang didapat juga cukup membantu kelangsungan hidup mereka.
Tari terlahir dari keluarga sederhana, tentunya hal itu membuat Tari harus menyesuaikan gaya hidupnya.
***
Tak terasa hari menjelang siang, surat lamaran yang Tari bawa baru terpakai dua buah.
Tari melepas penatnya sejenak, dengan menegak minuman kaleng yang ia beli di warung pinggir jalan.
"Panas sekali," ucapnya.
"Tari!" Sapa seseorang yang tak lain adalah teman sekolah Tari dulu.
"Nina, apa kabar?" Tanya Tari.
"Baik. Kamu? Lagi apa disini?" Tanya Nina.
"Baik. Aku lagi nyari kerja," jawab Tari.
"Oh, sudah dapat kerjaannya?" Tanya Nina yang kini duduk di sebelah Tari.
Tari menggelengkan kepalanya, "susah, Nin." Tari menjawab dengan lesu.
Nina terlihat menganggukkan kepalanya, "kalau kerja di Mall, mau?" Tanya Nina.
Tari tampak merubah ekspresi wajahnya, "mau, Nin. Kerja apa?" Tanya Tari dengan antusias.
"Kerja jadi SPG," jawab Nina.
Tari sejenak terdiam, namun ia dengan cepat menjawab tawaran Nina.
"Mau, Nin. Kerja apa saja aku mau, yang penting halal."
Nina tersenyum, lalu ia menghela nafasnya pelan.
"Tapi kalau mau jadi SPG, harus ada yang dirubah dari kamu, Tar." Nina menuturkan.
Tari mengerutkan keningnya, "dirubah? Apanya?" Tanya Tari.
"Emm, penampilannya." Nina menjawab dengan ragu.
Tari tampak kembali terdiam, ia tengah mencerna perkataan temannya itu.
"Kalau cuma make up, terus ganti model baju sama kerudung, aku bisa kok, Nin." Tari menjawab.
Nina terlihat menatap Tari dengan serius, "di sana kamu gak bisa pakai kerudung, nanti ada seragam, terus roknya pendek." Nina menjelaskan.
Lag-lagi Tari di buat bungkam oleh penuturan Nina, ia tengah memikirkan dengan matang tawaran temannya itu.
"Aku mau, Nin."
Entah apa yang membuat Tari mau menerima tawaran Nina, untuk saat ini Tari hanya ingin segera mendapat pekerjaan.
"Ya sudah, kalau begitu nanti aku telepon kamu. Nanti aku kasih kabar kapan kamu bisa mulai kerja," ucap Nina.
Tari mengangguk, "makasih, Nin."
"Sama-sama. Kalau gitu aku pamit yah, sampai nanti."
Nina pergi meninggalkan Tari yang masih belum beranjak dari tempatnya.
Tak lama Tari pun memutuskan untuk segera pulang, mempersiapkan apa yang ia butuhkan untuk merubah penampilannya.
***
"Tari pulang," ucap Tari sembari melepas sepatunya di ambang pintu.
"Gimana, Tar? Dapat kerjaannya?" Tanya Mbak Vina yang baru selesai menyiapkan adonan gorengan untuk dijual sore nanti.
"Dapat, Mbak." Tari menjawab sambil merebahkan tubuhnya di atas tikar yang kebetulan tengah digelar di ruang tamu.
"Alhamdulillah, kerja dimana? Jadi apa?" Tanya ibu Tari yang baru kembali dari warung dan tak sengaja mendengar ucapan anaknya.
Tari menoleh, dan bangun dari tidurnya.
"Kerja di Mall, jadi SPG." Tari menatap ibunya dengan serius.
Ibu Tari pun melakukan hal yang sama, "oh iya tidak apa-apa, yang penting kan dapat kerjaan. Kapan mulai kerjanya?" Tanya ibu Tari.
"Nanti di kabari lagi, Tari cape mau tidur dulu."
Tari beranjak menuju kamarnya, ia ingin segera melepas penatnya dengan tidur siang.
"Si Tari jadi SPG apa, Bu? Terus bukannya kalau SPG itu harus bisa dandan yah, Bu?" Tanya Mbak Vina pada ibu mertuanya.
Ibu Tari mengangkat bahunya, "gak tahu Ibu juga. Tapi kalau Tari nerima, berarti dia sanggup sama resikonya." Ibu Tari menjelaskan.
Mbak Vina menganggukkan kepalanya, ia lalu melanjutkan pekerjaannya kembali.
Di dalam kamar, Tari tengah menatap kosong langit-langit kamarnya.
"Apa gak apa-apa kalau nanti aku lepas kerudung? Pakai rok pendek juga. Orang rumah protes gak yah?"
Tari menutup wajahnya, ia juga membalikkan tubuhnya seakan dibuat pusing dengan keputusannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments
pensi
good story'ka 👍🏻👍🏻
2022-02-24
0
𝙋𝙐𝙅𝙄💞jff🌈
semangat kk💪💪💪💪💪
2021-03-18
0