Tari memutuskan untuk kembali ke tempatnya bekerja, ia berharap bisa kembali bertemu dengan Jerry dan menyelesaikan masalahnya.
"Tari," teriak Novi yang senang melihat Tari kembali bekerja.
Tari dan Novi berpelukan, melepas rindu karena beberapa hari terakhir mereka tak bertemu.
"Maaf ya, aku baru bisa masuk lagi." Tari merasa tak enak pada rekan kerjanya itu.
"Gak apa-apa, yang penting kamu baik-baik aja." Novi berusaha memaklumi kondisi Tari, walau ia pun tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Tapi aku dapat pesan dari atasan, Tar." Novi berucap dengan nada menyesal.
"Pesan apa?" Tanya Tari.
"Kalau sampe kamu mangkir kerja satu kali lagi, kamu bakal di keluarin, Tar." Novi menjawab seadanya.
Tari terdiam, nafasnya terhembus lepas. Entah akan seperti apa kedepannya, Tari hanya bisa memanfaatkan waktu yang ada.
"Aku harus giat kerja, urusan Jerry biar berjalan dengan sendirinya. Kalau memang nantinya aku bakalan ketemu lagi sama Jerry, aku bakal minta apa yang harus aku dapetin." Tari dalam batinnya.
Tari dan Novi melanjutkan bekerja, ia berusaha melupakan setiap masalah yang menimpa hidupnya. Tujuannya kini hanya ingin mendapatkan uang, dan membayar hutang pada kakak iparnya.
***
Di tempat lain, usaha Jerry dan orangtuanya semakin berkembang pesat. Pundi-pundi uang semakin mengalir deras padanya, sejenak ia juga melupakan Tari yang telah ditinggalkannya.
Bisa di bilang Jerry kini hampir memiliki segalanya, rumah, kendaraan, tabungan, juga bisnis yang lancar tanpa hambatan.
Mungkin saat ini tak ada Tari dalam benak Jerry, ia di manjakan dengan segala fasilitas mewah yang dimilikinya saat ini.
Tak peduli seberapa keras Tari mencarinya, Jerry seakan hilang ingatan.
Di samping itu, kerja keras Jerry membuahkan hasil. Ia dengan giat membantu usaha sang ayah, mewujudkan mimpinya agar menjadi pengusaha sukses.
***
Beberapa bulan sudah berlalu, Tari di sibukkan dengan pekerjaannya. Sedikit demi sedikit ia bisa menyicil hutangnya pada Vina, Tari bahkan meluangkan waktu liburnya untuk membantu kedua orangtuanya berdagang. Bisa di bilang saat ini kehidupan Taro dan keluarganya mulai kembali normal, terlepas dengan apa yang sebelumnya pernah terjadi.
"Bu, hari ini aku aja sama bapak yang jualan, yah. Ibu di rumah aja," ucap Tari pada Nita.
Saat itu memang kebetulan sang ibu tengah merasa kurang enak badan dan Tari pun tengah libur bekerja.
Ia memutuskan untuk lebih mendengar nasihat-nasihat sang ayah, ia tak mau kembali menyesal karena membantah nasihat ayahnya.
Tari dan sang ayah sudah berada di tempat berjualan, mereka merapihkan dagangan dan mulai menggoreng barang dagangan mereka.
Terlihat beberapa orang menghampiri Tari, mereka tak lain adalah pembeli. Dengan lihai Tari melayani setiap pesanan, semakin siang semakin banyak pembeli yang berdatangan.
"Alhamdulillah, hari ini lumayan rame, Pak." Tari berucap dengan nada senang.
"Kalau cape kamu duduk aja dulu, Tar. Biar bapak yang lanjutin menggorengnya," ucap Doni.
Tari pun mengangguk, ia memang merasa sedikit lelah. Tari duduk di kursi yang sudah tersedia, melihat sekitar ramainya jalan raya.
Dari kejauhan, tanpa sengaja mata Tari membidik sebuah objek yang tak asing baginya.
"Itukan..."
Tari dengan cepat berdiri, ia berlari menuju objek yang sedari tadi di perhatikan olehnya.
"Tari, mau kemana?" Doni berteriak mendapati putrinya yang berlari begitu saja.
Ya, Tari lihat mobil yang selalu Jerry bawa. Ia tak ingin kehilangan jejak lagi, dengan cepat Tari menarik tangan seorang laki-laki yang hendak membuka pintu mobil.
"Jerry!" Seru Tari.
Dua pasang mata kini bertemu, Tari bungkam. Ia menatap nanar laki-laki yang kini tengah berada di hadapannya, nafasnya masih memburu, tangannya gemetar.
"Kau!" Seru laki-laki yang masih di lengannya masih di pegang erat oleh Tari.
Tari dengan cepat melepaskan tangannya, ia tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Ma-maaf." Tari malu, karena yang ia sangka Jerry tak lain adalah Noval.
"Kamu Tari, kan? Pacarnya si Jerry," Noval bertanya, ia terkejut dengan apa yang dilakukan oleh Tari.
Tari menelan berat salivanya, ia hanya menjawab pertanyaan Jerry dengan mengangguk.
"Kenapa? Ada perlu apa?" tanya Noval.
Tari berdehem, ia hendak menjelaskan maksudnya pada Noval.
"Aku kira tadi Jerry, soalnya mobilnya..."
"Oh, haha. Jadi karena kamu lihat mobil ini, kamu kira aku Jerry gitu?" Noval tertawa kecil.
Tari tersenyum tipis, ia merasa malu dengan tingkahnya.
"Sekali lagi, aku minta maaf."
"Gak apa-apa, masih ada perlu atau..."
Tari menyela ucapan Noval, ia hendak bertanya pada lelaki berpostur tinggi, dan berkulit putih itu.
"Aku mau tanya," ucap Tari.
Noval terdiam, "tanya apa?"
"Emm, kenapa kamu bisa pakai mobil Jerry?" tanya Tari dengan hati-hati.
Noval terkejut, alis tebal dan hitamnya hampir bertemu.
"Sebentar, tadi kamu bilang apa? Mobil jerry?" tanya Noval.
"Iya. Ini mobil Jerry, kan? Dia biasa pakai mobil ini kalau ketemu aku," jawab Tari seadanya.
Noval menghembuskan nafasnya, lagi-lagi Jerry berulah.
"Maaf sebelumnya, tapi ini bukan mobil Jerry. Ini mobil aku, selama ini dia sering pinjam mobilku," tutur Noval.
Tari dibuat kaget oleh ucapan Novel, ia tak percaya selama ini Jerry telah berbohong padanya.
"Bukan mobil Jerry? Jadi maksudnya selama ini Jeryy..."
"Iya. Kayaknya selama ini Jerry bohongin kamu," sela Noval.
Tari tak habis pikir, bisa-bisanya Jerry menipunya sejauh itu.
Tak terasa air mata Tari mengalir, ia mulai terisak. Rasanya lututnya tak mampu menopang tubuhnya, hampir saja Tari ambruk.
Melihat reaksi Tari, Noval merasa tak enak hati sudah mengucapkan yang sebenarnya.
"Tari aku minta maaf tapi..."
"Gak apa-apa, ada bagusnya aku tahu semuanya." Tari tersenyum miris, ia langsung menghapus air matanya.
"Aku pamit, sekali lagi maaf." Tari menunduk.
Noval mengangguk, ia melihat Tari berlalu. Ada perasaan bersalah pada Tari, namun semua sudah terlanjur terjadi.
"Jer, Jer. Kelakuanmu bisanya bohongin cewek terus," gerutu Noval sembari masuk ke dalam mobil.
Tari berjalan tertatih, ia masih tak percaya dengan kenyataan yang ada. Selama ini, Jerry tak sebaik yang ia kira. Tari juga menertawakan sendiri ulahnya, ia juga sadar diri jika selama ini memandang Jerry sebagai orang kaya.
Tidak ada salahnya jika seorang perempuan menginginkan seorang lelaki yang mapan, ia juga harus memikirkan masa depannya. Namun jika harta menjadi patokan dalam mencari pasangan, rasanya hal itu malah akan menjadi boomerang untuk diri kita sendiri.
Segala sesuatu itu sudah Tuhan takdirkan sesuai dengan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 73 Episodes
Comments