Cinta Putih
...----------------...
#Warning! cerita ini hanya fiksi.
Mohon kebijakan para pembaca, ambil yang baik dan tinggalkan yang buruk ya.
Terima kasih.
...----------------...
"Mama, asyik banget Ma," seorang anak kecil berteriak riang sambil bermain di perosotan sebuah taman. Dia terus berteriak memanggil Mamanya yang duduk di sebuah bangku taman yang tak jauh dari tempat si anak kecil tadi bermain.
"Hati-hati, sayang," ucap Mamanya sambil tersenyum. Kebahagiaan putri kecilnya seperti menular, membuatnya ikut tersenyum riang.
Wanita itu bernama Lucia Jayanti. Dia seorang ibu tunggal, membesarkan putri kecilnya seorang diri.
Suami? dia bahkan belum menikah.
Saat dia berumur 21 tahun, karena sangat mencintai lelaki yang saat itu hanya berstatus sebagai kekasih, dia melakukan sebuah kesalahan hingga akhirnya mengandung dan melahirkan putri kecilnya yang sangat cantik.
Namanya Vincia, tapi dia sering memanggilnya dengan sebutan vinvin.
Vinvin merupakan nama panggilan kesayangan dari ayah si anak. Lucia sempat merasa bahagia karena saat mengandung dan melahirkan buah hatinya, kekasihnya terus berada di sisinya. Dia bahkan berjanji akan segera menikahi Lucia, setelah mempertemukan Lucia dengan kedua orang tuanya.
Tapi nasib berkata lain, kekasihnya tiba-tiba menghilang dan tak ada kabar beritanya hingga sekarang. Dia pergi begitu saja saat Vinvin baru berusia 2 tahun.
Sekarang Vinvin telah berusia 5 tahun, bahkan beberapa bulan lagi dia sudah menginjak usia 6 tahun. Tiga tahun lebih, di lalui Lucia dengan penuh perjuangan. Dirinya yang hanya lulusan SMP, sangat sulit mendapatkan pekerjaan. Yang dapat dia lakukan untuk menyambung hidupnya dan anak semata wayangnya adalah dengan bekerja serabutan.
Semua pekerjaan dia ambil, dari menyetrika baju di tempat laundry, mencuci piring di restoran, bahkan menjadi tukang masak sementara di sebuah warung Tegal.
Untungnya, mantan pacar Lucia dulunya adalah seorang koki di sebuah restoran mewah dan hotel. Lucia sempat di ajari memasak olehnya, hingga Lucia menjadi pintar dalam hal mengolah makanan.
Bagaimana dengan orang tua Lucia?
Lucia sendiri pun tidak tahu dimana mereka berada. Lucia di tinggalkan begitu saja saat dia berusia 17 tahun. Dia bahkan tidak bisa melanjutkan sekolahnya yang saat itu masih di bangku SMA, karena tak memiliki biaya.
Lucia telah berjuang bertahan hidup sejak usianya masih remaja.
"Mama," Vinvin menarik ujung baju Lucia, membuatnya tersadar dari lamunan.
"Ada apa, sayang?" Lucia berjongkok agar bisa menatap wajah mungil putrinya.
"Sudah sore, kita pulang yuk," ajaknya sambil tersenyum.
Lucia ikut tersenyum, "sudah puas mainnya?"
Vinvin menganggukkan kepalanya berulang kali, "Mama kan harus setlika baju, ayo kita pulang saja."
Lucia menghela napas sambil tersenyum kecut memperhatikan putri kecilnya. Dia mengelus pucuk kepala Vinvin dan mengecupnya singkat.
"Ayo, kita mampir beli ayam Kentucky, mau?" ajak Lucia sambil memandang anaknya yang berjalan sambil menggandeng tangannya.
"Mau dong!" Teriak Vinvin dengan riang.
Lucia kembali tersenyum, putri kecilnya memang baru berusia 5 tahun, tapi dia sangat pengertian seperti orang dewasa. Dia tak pernah meminta mainan, tak pernah meminta snacks yang selalu di makan anak-anak seumurannya, tak pernah rewel saat Mamanya pergi untuk bekerja dan diam sendirian di dalam kamar kost.
Lucia merasa beruntung sekaligus sedih karena putrinya tidak bisa tumbuh bahagia seperti teman-teman sebayanya.
Vinvin adalah sumber kebahagiaannya, sumber kekuatannya, dan segala-galanya bagi Lucia.
Lucia bisa bertahan sampai sejauh ini, semua karena Vinvin.
Lucia tahu rasanya di tinggalkan, sangat menyedihkan dan menderita. Dan dia berjanji pada dirinya sendiri, apapun yang terjadi, dia tidak akan pernah meninggalkan anaknya, seperti orang tuanya yang telah menelantarkannya saat dia masih remaja.
Walaupun banyak omongan sinis dari orang-orang yang membicarakannya karena memiliki anak walaupun belum menikah, dia tak peduli.
Malu? tentu saja dia merasa malu. Tapi saat ini ada yang lebih penting dari pada sekedar malu, dia harus mencari uang agar dia dan anaknya dapat bertahan hidup tanpa menyusahkan orang lain.
Lagi pula, siapa yang bisa di susahkan? Lucia kan tidak memiliki siapapun di dunia ini kecuali putri kecilnya yang sangat dia cintai.
"Mas, paha ayam satu, nggak usah di geprek, nggak usah pakai nasi," ucap Lucia pada seorang pelayan yang berdiri di belakang etalase kaca yang di penuhi potongan-potongan ayam berbalut tepung.
"Tuju ribu, Bu."
Lucia menyerahkan selembar uang sepuluh ribu dan menerima ayam yang sudah di bungkus kantong plastik. Setelah menerima kembalian dari pelayan tadi, dia kembali berjalan beriringan bersama putrinya.
"Mama cuma beli satu? buat Mama, mana?" Vinvin menatap ayam yang ada di dalam kantong plastik.
"Mama nggak makan ayam, sudah bosan." Lucia tersenyum sambil menatap wajah putri kecilnya yang sangat menggemaskan.
"Pasti uangnya Mama, nggak cukup kan buat beli dua ayam?" Vinvin menyipitkan matanya sambil mengerling nakal, seperti sedang mengejek teman sepermainannya.
Lucia terkekeh melihat tingkah Vinvin.
"Nggak apa-apa, nanti kita bagi dua ayamnya ya, Ma?"
Lucia tak menjawab, dia hanya menarik putrinya semakin dekat dan memeluknya sambil terus berjalan beriringan menuju rumah kost mereka.
Sebelum masuk ke dalam kamar kost, Lucia mampir menemui Ibu kost dan menanyakan baju-baju yang harus di setrika.
Ibu kost mengijinkan Lucia menyetrika di dalam kamar, karena beliau jugalah pemilik tempat laundry ini.
Lucia mengangkat dua kantong besar yang berisi baju-baju yang harus di setrika, dia berjalan menuju kamar kost nya yang berada persisi di sebelah rumah besar milik Ibu kost. Vinvin sudah duduk manis di dalam kamar sambil menatap Mamanya yang mulai sibuk menata kain sebagai alas setrika.
"Mama, makan dulu dong," pinta Vinvin.
"Ya ampun!" Lucia menepuk jidatnya. "Maaf, Mama lupa, sayang." Buru-buru Lucia mengambil piring dan menyendok nasi yang masih berada di dalam magic com mini, miliknya. Setelah itu, dia duduk di sebelah Vinvin dan meletakkan ayam yang tadi di belinya di atas nasi.
"Vinvin, makan sendiri ya?"
"Iya Ma, Mama kan mau setlika." Vinvin mengambil ayam tepung dan menggigitnya, laku mengumpulkan nasi dengan tangan mungilnya dan memasukkan kepalan nasi tadi ke mulutnya yang menganga lebar tak lebih besar dari kepalan tangannya sendiri.
Lucia terkekeh melihat aksi anak kesayangannya yang sangat lucu. Vinvin sebenarnya masih kesulitan untuk makan sendiri, tapi Lucia berusaha meyakinkan dirinya untuk tega membiarkan anaknya mandiri. Lucia harus melatih Vinvin agar bisa melakukan segalanya sendiri, karena mereka tidak dapat mengandalkan orang lain selain diri sendiri.
"Hah! Mama! ini sangat buruk!" teriak Vinvin.
Lucia yang sudah standby di depan baju-baju yang menggunung menunggu di setrika, langsung menoleh ke arah anaknya.
"Apanya yang buruk?" tanyanya, penasaran.
"Lihat ini, Ma!" Vinvin menunjuk nasi yang berceceran di lantai.
"Ini sangat buruk, Ma. Nasinya berantakan!" Vinvin terlihat sangat sedih, karena dia tidak mau membuat Mama-nya kelelahan harus membersihkan sisa makanannya yang berceceran.
Bukannya marah, Lucia malah kembali terkekeh mendengar celotehan Vinvin.
"Nggak apa-apa, sayang. Nanti biar Mana yang beresin." Lucia melanjutkan kegiatannya menyetrika baju sambil tersenyum dan menggelengkan kepalanya, heran. Entah dari mana, anaknya bisa menemukan kosakata yang unik seperti itu.
"Buruk?" Lucia kembali terkekeh.
Anak semata wayangnya benar-benar merupakan hiburan untuknya di saat dia penat dengan segala beban hidup yang begitu berat di pikul pundaknya sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Moon JB
hadir msh nyimak..
2021-12-16
1
🤩😘wiexelsvan😘🤩
hey thorrrr q mampir lg bersama jejak 👍👍👍 tertingggal hloo 😘😘😘
2021-09-24
2
Yanthi Lila
baru mau baca sdh mewek
2021-09-09
1