Cinta Tak Terungkap
Gelap belum juga pergi,rintik hujan belum juga berhenti,meskipun tak sederas hujan tadi malam.Sayup kumandang adzan subuh terdengar,
membangunkan kaum yang rela dan setia,menanggalkan selimut hangat,meninggalkan mimpi lelap.
Aku sudah bangun dari tadi membersihkan diri sebelum menghadap ilahi. Usai sholat aku kedapur untuk membuat teh hangat.
"Bibik udah shubuh?" sapa ku pada bi Siti asisten rumah tangga yang sudah memulai aktifitas nya didapur.
"Sudah non,nona mau minum teh? bibik buatkan ya."
"Nggk usah bik,aku bikin sendiri aja. Mas Faris semalam pulang jam berapa bik?"Tanya ku tentang suami.Aku memang tak pernah menyambutnya,kalo ingin tau tinggal tanya pada bibik.
Yah suami yang hanya ada dalam status,dalam kehidupan bagai orang asing yang hidup satu atap.Tidur dikamar berbeda,tak pernah saling bercerita,hanya bertemu saat sarapan,suamiku pulang saat aku sudah tidur.
Muhammad Faris adalah pemilik perkebunan sawit terluas di Sumatra utara.Bahkan juga memiliki pabrik pengolah sawit itu.Hidup lebih dari kata cukup tentang materi.Dialah suamiku, menikah tanpa rasa cinta ,hanya demi kemauan orang tua.
"Kalo tidak salah jam sebelas malam non.Nampaknya capek banget." Jawab bi Siti sambil memotong sayur untuk menu sarapan.
"Yah.. selalu begitu bik, rumah baginya hanya tempat tidur. Mas tak pernah merasa punya ketenangan dan kebahagiaan di rumah ini. Aku merasa gagal sebagai istri,tak bisa membuat rumah menjadi tempat yang selalu dinanti."Ku tarik nafas sedalam yang ku bisa,mengurangi sesak.
"Yang sabar non." Bik Siti adalah orang yang paling mengerti kisah dalam rumah tanggaku,tempat ku mengadu, tempat ku mengeluh tentang keadaan rumah tangga yang ingin rasanya ku menyerah.Dia adalah pengganti kehadiran ibu yang jauh di desa.
"Iya bik,sebesar apapun usahaku kalo dia tak memberi kesempatan untuk melihatku ,percuma kan??"Bik Siti hanya menanggapiku dengan senyuman,sambil menyiapkan makanan yang sudah masak di meja makan.
"Sarapan udah siap bik???"Suara yang selalu menjadi momok menakutkan dalam hidupku.Aku terpaksa untuk melihatnya,yang sudah berpakaian rapi siap berangkat kerja.
Jangn pernah bertanya tentang pekerjaannya.Aku tak pernah tahu apa yang dilakukan dikebun atau di pabrik,dan mungkin karna aku yang memang tak ingin tahu.
Sebenarnya mas Faris tak pernah membentak,apalagi memukul atau main kekerasan lainnya.Namun sikap dingin dan acuhnya mampu melukai hati sampai ke akar-akarnya.
"Sudah tuan."jawab bibik lembut."Silahkan tuan."
"Mas udah mu berangkat? ini masih pagi Lo."Ku coba membuat percakapan,sambil ku lirik jam dinding ruang makan yang masih menunjukkan pukul 06:45 pagi.
"Hemm." Tanpa ad niat milihatku.Tetap fokus pada sarapan yang sudah diambilkan bik Siti.
Kamu tahu bagaimana rasanya dikacangin? tak dihiraukan? ah ,,itu udah makanan sehari-hariku.
Tapi tetap sakit setiap kali itu terjadi.
"Bik aku kekamar dulu ya." Pamitku ,dan berlalu tanpa menunggu jawaban.
Kututup pintu kamar.Ku hapus air mata yang tetap saja menetes jika ku memikirkan nasib rumah tanggaku.Ku tarik nafas perlahan,mengurangi sesak di dada.
Ku ambil Qur'an yang ada di meja rias.Membaca Qur'an selalu mampu menjadi pelarian.Menenangkan hati.
"Ya Allah, aku yakin aku mampu. Melalui semua yang tak menentu.Kunci bahagiaku ,aku yang pegang.Jangan salahkan siapa pun atas semua yang terjadi. Aku hanya kurang pandai mensyukuri karunia Allah.Dan kurang bersabar dengan apa yang belum aku miliki."
Kulafaskan ayat-ayat Al-Qur'an dengan perlahan,sambil menetralkan nafas yang berat.Menepis bayangan masa depan yang suram.Akankah hidupku sampai tua seperti ini?
Baru membaca satu lembar,ku tutup Al-Qur'an kecil di tanganku. Ku letakkan di nakas. Beralih ku pegang gawai.
Banyak sekali notif dari grup WA alumni MA, yang sampai sekarang masih sering bertukar kabar,meskipun sudah berkeluarga semua,hidup menetap berjauhan.Ada yang menetap di kampung halaman, ad yang lanjut kuliah di pulau sebrang dan bertemu jodoh disana,ada yang pindah ikut suami seperti aku,ada juga yang pindah karna tugas kerja.Namun silaturahmi tetap terjaga.
"Assalamualaikum semua.
Alhamdulillah telah lahir putri kedua kami dengan sehat. Semoga menjadi anak Sholehah,berbakti pada Tuhan dan orangtua,bermanfaat bagi sesama."Chat dari ifah.Dulu dia adalah murid yang sangat pendiam,tak disangka nikah lebih dulu.
"Selamat ya fah,moga menjadi anak Sholehah. Siapa nama Adek cantik?"Ini dari Risa juara kelas waktu MA. Menikah 5 bulan lalu, sekarang kabarnya hamil muda.teler.
"Selamat MBK Ifah, semoga menjadi anak Sholehah dan Hafidzah."Kata Dwi si ibu anak satu. "MBK Risa pa kabar?masih suka mual? teler?"
"Namanya Khoirun Nisa nte."
"Alhamdulillah udah mendingan,udah mau makan dikit-dikit.Tapi masih males ngapa-ngapain,dirumah aja."
"Selamat fah, moga aku cepet nyusul ya." Ini dari sela.Menikah dua tahun yang lalu,sekarang menunggu lahiran anak pertama."Adek Devan kapan punya Adek?" Devan adalah anak Dwi ,baru usia setahun.
Belum selesai ku membaca pesan-pesan dalam grup itu,tak berniat melanjutkan, apalagi menanggapi.Sakit,iri, yang ku rasa saat ini.Bukankah selalu begitu? melihat kebahagiaan orang lain selalu membuat kita iri.Padahal bisa jadi mereka juga punya masalahnya sendiri,yang dia simpan sendiri,tanpa mau memperlihatkan kepada orang lain,bahkan teman dekat sekalipun.
Bahagia itu sederhana, seberapa mampu kita mensyukuri hidup kita,sebahagia itu kita.Kriteria bahagia itu tidak harus punya suami romantis,atau punya anak banyak, atau punya keluarga lengkap,atau punya harta melimpah.
Suami romantis belum tentu setia bukan? Punya anak banyak tapi untuk makan susah? Punya keluarga lengkap tapi saling menyakiti?ah entah lah. Bahagia itu urusan hati.
Tapi aku juga manusia biasa punya rasa,berharap dicinta, dan punya cita-cita.Aku tak minta punya suami kaya,rumah megah bak istana,tapi sepi senyap tanpa suara.Tak berlaku kata pepatah 'rumahku surgaku' mungkin malah sebaliknya.
Ku hanya ingin hidup sederhana, punya suami yang selalu punya waktu untuk keluarga, punya anak-anak yang ceria.Tapi kita hanya bisa berharap dan berencana bukan? Allah yang menentukan.
Dan yakinlah , Allah memberi apa yang kita butuhkan,bukan apa yang kita minta.
Tok tok tok
" Non belum serapan Lo." Suara bibik memperingati.Hanya dia yang selalu peduli.
"Nanti bik. Aku belum lapar." Kataku masih duduk ditempat tidur,tak berniat membukakan pintu.
"Tapi non, ini sudah siang bentar lagi waktu makan siang."Masih gigih membujuk.
Ku lirik hp yang masih kupegang. 11:10,tanda hari memang sudah siang. Entahlah ,sejak aku masuk kerumah ini 10 bulan yang lalu, jadwal makan ku tak teratur,sering sakit perut karna asam lambung. Siapa yang peduli?? cuma bibik yang selalu perhatian.
"Iya nanti bik." Masih enggan beranjak.
"Nanti nona sakit lo,kan bibik juga yang repot." Masih didepan pintu dengan suara lebih pelan, mungkin ngambek,capek selalu ku repotkan. Dan aku tahu, sebelum aku keluar bibik tak akan berhenti membujuk.
"Okey."Dengan malas akhirnya aku beranjak,pergi ke meja makan ,sarapan yang kesiangan.
"Apa lauknya bik?" Saat aku sudah duduk di kursi makan.
"Capcay dan nila goreng,non."Dambil mengambil piring untuk ku.
"Biar aku ambil sendiri bik."
"Iya non. Makan yang banyak biar sehat. Kesehatan kita ,kita yang jaga."Kata bik Siti sambil tersenyum menasehati.
Aku hanya tersenyum menanggapi.
"Bibik lanjut nyetrika dulu ya non, makan yang banyak."Pamitnya
"Okey." Ku lihat bik Siti yang berlalu pergi,menghilang dibalik pintu.
Alhamdulillah meskipun suamiku tak peduli,masih ada bik Siti yang selalu menemani. Mang Joko tukang kebun juga baik dan ramah, begitu juga satpam jaga. Meskipun mungkin baik karna digaji. Tak apa. Yang penting masih ada yang memperlakukan ku dengan ramah.
bersambung ..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Whatea Sala
Senang banget bertahan dan tersiksa,yang pasti sudah tau ujungnya semua buang2 waktu dan akan sia sia,jangan jadi orang bodoh dengan terus bertahan,cobalah sayangi dan hargai diri sendiri.
2024-06-12
0
Sokhibah El-Jannata
hadir... semngatt kak 😍😍😍😂
2021-04-10
1