"Stop. "Perintahku.Membuat Radit berhenti mendadak, menimbulkan suara berdecit .Aku mengamati area parkir restorant yang dekat tempat kami berhenti.
"Ada apa to? mau apa lagi? lapar mau makan dulu?." Berondong Radit beberapa pertanyaan sekaligus, heran melihatku yang meminta berhenti dan memperhatikan restauran.
"Bukankah itu mobil mas Faris, Dit?" Tanyaku sambil menunjuk mobil yang sangat aku hafal terparkir disana.
Radit mengikuti arah telunjukku, memastikan apakah benar sahabatnya ada disana .
"Iya benar. Ngapain dia jam segini masih disini? ini sudah lewat jauh jam makan siang." Kata Radit sambil melepas seat belt dan membuka pintu mobil hendak turun.
"Parkir dulu yang benar Dit, ganggu jalan disini." Tegurku, karna Radit menghentikan mobil mendadak ditengah jalan.
"Okey." Jawabnya urung keluar, membelokkan mobil ke parkiran. Setelah itu baru turun dari mobil.
Aku tak kalah penasaran, ingin tahu . Aku ikut turun melangkah dibelakang Radit untuk masuk , Hanifa pun tak ingin ditinggal sendiri, ikut menyusul kami.
Sampai depan pintu aku mengedarkan pandangan untuk mencari dimana mas Faris , bertemu siapa dia disini?
Saat aku melihat ke meja dekat jendela, aku melihat lelaki yang aku cari sedang duduk membelakangi jendela, didepannya duduk seorang wanita cantik berpakaian sedikit terbuka, mengekspos tubuhnya yang seksi. Dan disamping wanita itu ada anak kecil.
Sungguh sakit banget hatiku melihat pemandangan didepanku, mas Faris yang aku kenal pendiam, cuek dan super dingin, kini sedang bercerita santai dengan seorang wanita asing, sangat hangat dan penuh senyuman, tanpa aku dengar apa yang sedang dibicarakan, tapi sesekali ku lihat mas Faris tertawa lepas.
Radit yang melihat ku hanya diam, dan berjalan menghampiri sahabatnya itu. Rasanya aku ingin teriak memaki lelaki yang telah bergelar suami itu, tapi aku tak ingin malu sendiri.
"Faris apa yang kamu lakukan ?" Bentak Radit dengan suara tertahan.
Ku lihat mas Faris berdiri dan kaget melihatku ada disini, tampak kali perubahan wajahnya , tak seceria tadi.
Rasanya paru-paru ku tak mampu bekerja normal, berat sekali rasanya untuk sekedar menarik nafas. Mataku memanas, tanpa diminta air mata lirih terjatuh ke pipiku. Inikah suamiku? aku masih tak percaya mas Faris bisa bersikap sehangat itu dengan orang lain.
"Hilya.." Ucap mas Faris pelan, sambil melangkah mendekatiku denagn raut wajah sedikit panik. Aku masih syok denagn keadaan ini.
Seandainya dia selama ini bersikap baik sama aku, atau mungkin sahabat-sahabat nya, aku tak akan marah. Tapi, selama ini dia bersikap dingin kesemua orang jika ada aku. Tapi ini apa? apakah dia kekasihnya? dan anak kecil ini siapa? mereka nampak akrab sekali.Wanita mana yang tak cemburu ketika suaminya lebih care dengan perempuan lain ketimbang dengan istrinya sendiri?
"Hilya ,kamu kok disini?" Tanya mas Faris. sungguh ,setelah acara akad nikah itu, baru kali ini mas Faris menyebut namaku lagi. Biasanya hanya kamu ,kamu ,dan kamu.
Aku tak sanggup disini lagi,semua orang melihat kearah kami. Aku lebih memilih pergi, meminta penjelasan nanti. Sakit sekali rasanya hatiku, hati yang telah retak kini hancur berkeping-keping.
"Radit antar aku pulang." Ucapku pelan diantara Isak tangis.
Aku berlari keluar restauran dengan tergesa, Hanifa yang tak tahu ada apa hanya diam menonton dan ikut berjalan dibelakangku dan masuk mobil kembali.Tak berselang lama Radit juga masuk mobil.
"Udah tenang mbk, istighfar. Ingat mbk, Allah menguji hambanya karna tanda kalau Allah sayang sama kita, Allah menguji hambanya tak akan melebihi batas kemampuan kita. Allah aja yakin kalo mbk bisa , jadi mbk harus yakin juga, sabar." Hibur Hanifa mencoba menenangkan tangisku.Sambil mengusap perlahan punggungku, mencoba memberiku kekuatan.
" Itu tadi siapa memangnya? suami mbk?" Tanya Hanifa hati-hati, yang memang belum pernah bertemu suamiku.
Aku hanya diam malas berbicara,masih meratapi nasib yang tak beruntung di tanah orang,seandainya ada ibu disini aku tak akan sesakit ini, ibu selalu bisa membuatku menerima dengan ikhlas sekejam apapun takdirku dengan semua petuah-petuahnya.
"Iya itu suami Hilya." Radit yang menjawab.
"Kalo perempuan itu?" Tanya Hanifa lagi.
Ya siapa perempuan itu? Radit sebagai temannya apakah kenal? secara mereka bersahabat sudah lama,sejak kecil bahkan. Berpisah saat mas Faris ke luar pulau.
"Dia namanya Rani." Jawab Radit sambil melirik kaca spion mobil.
"Kamu kenal dengan perempuan itu?" Benar dugaan ku, Radit kenal dengan wanita itu. Berarti hanya aku yang bodoh.
"Aku tahu aja, dia kawan SMA kami dulu, tapi aku sejak lulus sekolah belum pernah ketemu lagi,karna dengar kabar dia kuliah di Jakarta dan menikah disana." Jelas Radit,dia tidak berbohong kan? karna mas Faris juga kuliah disana , bahkan sempat kerja di perusahaan keluarganya disana.
" Mas Faris juga di Jakarta kan? apakah mereka ada hubungan? dan kamu lihat wanita itu sudah punya anak, apakah mereka menikah? ." Hatiku yang sudah hancur , tambah terinjak tak berbentuk mendengar kabar itu.
"Aku tak tahu pasti, Faris tak pernah bercerita. Sejak dia menikah wanita yang sering dia sebut adalah kamu. "
Maksudnya? apakah aku tak salah dengar mas Faris sering cerita tentang aku? apakah dia bercerita yang tidak-tidak tentang aku?
"Tapi dia adalah teman dekat mantanya Faris dulu."Lanjutnya lagi.
Ya Allah apa ini? ku coba memejamkan mata, membujuk diri agar ikhlas menerima semuanya.Kalo memang mas Faris memang mencintai perempuan lain aku rela mundur, tak peduli dengan amanah terakhir bunda. Gimanapun juga mas Faris berhak untuk bahagia dengan orang yang diinginkannya. Dan aku pun ingin mencari bahagiaku sendiri.
"Dia temannya almarhumah Siska? dan sekarang,," Aku tak sanggup melanjutkan ucapanku itu, mungkinkah hubungan masa lalu itu masih berpengaruh hingga kini?
"Kamu tahu Siska?" Tanya Radit heran.
"Bunda pernah cerita tentang mantan mas Faris itu."
Mobil yang kami tumpangi sudah berhenti di halaman rumah, bibik pun keluar membantu Radit membawa masuk barang-barang belanjaan kedalam rumah.
"Jangan lupa antarkan Hanifa pulang." Pesanku saat melihat Radit sudah keluar rumah setelah membawakan barang belanjaan.
"Dan Fah aku izin dulu ya untuk nggk kemasjid ngaji."Izinku, aku masih ingin sendiri.
Sebenarnya bertemu anak-anak selalu membuatku bahagia, melupakan sejenak masalah yang aku punya. Tapi aku lagi nggk mau anak-anak tahu mataku yang bengkak karna dari tadi menangis, bahkan sampai sekarang sesekali air mata itu masih menetes.
"Okey lah. InsyaAllah aku sendirian masih sanggup meng handle nya." Jawab Hanifa dengan senyum tulus.
"Aku juga ada." Radit yang bicara, apa maksudnya? dia mau bantu Hanifa gitu?
Mobil sudah berjalan pergi , meninggalkan halaman rumah.Aku lihat Hanifa melambaikan tangan,aku hanya membalas dengan senyuman paksa, aku berjalan gontai memasuki kamar, dengan sesekali air mata yang enggan berhenti keluar.
"Nona kenapa kok nangis? " Tanya bibik yang melihatku memasuki kamar.
"Aku nggk papa bik, aku hanya kangen ibu ini kan ramadhan pertama aku jauh dari ibu." Jawabku sedikit berbohong, karna benar aku juga kangen ibu. Tapi aku lagi nggk ingin bercerita, masih ingin sendiri, tak ingin membahas tentang mas Faris.
Aku masuk kamar aku kunci dari dalam.
bersambung,,,
tinggalkan jejak kehadiran kalian..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Yayoek Rahayu
semangat hilya
2021-07-10
1