Setelah sholat subuh aku bersiap untuk kerumah kakek, membawa sedikit tambahan baju, juga keperluan pribadi yang lainnya.Hingga matahari mulai merangkak naik, panas mulai menyengat kulit aku keluar rumah. Ku lihat mas faris belum keluar kamar, mungkin tidur lagi karna awal puasa kerja diliburkan.
"Biarlah, toh tadi aku sudah bilang jadi tak perlu pamit lagi." Monolog ku.
Aku selalu takut jika berurusan dengan kamar mas Faris, dulu awal menikah aku pernah tidur disana, kurang lebih satu bulan saat bunda masih tinggal dirumah ini. saat bunda sakit dirawat dirumah sakit aku lebih menghabiskan waktu disana, setelah pulang kerumah ternyata barang-barang ku sudah turun kekamar lantai dasar, dan selalu dimarah jika aku masuk lagi kekamar itu, meskipun hanya untuk menyiapkan keperluannya.
Saat itulah aku merasa mulai tak ada artinya sama sekali setelah bunda pergi untuk selamanya, seakan kebaikan mas Faris juga turut pergi. Saat masih ada bunda dia selalu baik dan ramah padaku meskipun hanya saat ada bunda, kalo dibelakang bunda dia selalu menghindar, seakan aku ini momok menakutkan yang harus dihindari.
Aku putuskan hanya pamit dengan bibi. Dan saat ku keluar dari pintu utama . Ku lihat Joni disana bersandar pada pintu mobil yang tertutup sambil memainkan ponselnya.
"Udah lama disini Jon? mau dipanggilkan mas Faris?" Sapaku tak enak melihatnya nunggu disini, padahal bisa jadi yang ditunggu masih molor.
"Nggk usah Ya." Jawabnya sambil memasukkan hp kedalam saku. Ya dia lebih sering memanggilku Ya, pendekan dari Hilya.
"Trus ngapain kamu disini? bukanya sekarang hari libur ya?" Aku masih heran kenapa dia ada disini.
"Kerja kantor libur tapi ada tugas lain." Sambil menekuk muka, cemberut. Mendekatiku.
"Mau ngapain kamu? "Tanyaku saat dia hendak mengambil mini koperku ."Apa tugas kamu hari ini?"
"Aku mau nganterin kamu.Bos yang nyuruh." Jawabnya masih dengan wajah malas. Waktu istirahat nya terganggu mungkin.
"Nggk usah, aku bisa berangkat sendiri. Kamu liburan aja sama anak dan istrimu."Tolakku.
"Mau sih aku jalan-jalan. Tapi aku nggak mau bernasib seperti supirmu itu."Jawabnya masih ketus sambil memaksa mengambil koper.Dan memasukkannya ke bagasi.
"Emang kenapa dengan sopir itu?" Yah beberapa hari lalu mas Faris memberikan mobil beserta sopir, tapi sama sekali belum aku pakai.
"Dia dipecat karna Faris tahu kamu belanja banyak tak diantarnya." Yang benar saja dia.Ya memang dia nggk kerja juga sih cuma duduk manis. Tapi ternyata meskipun sedingin es suamiku itu punya rasa peduli padaku.
"Ayo masuk!" Perintahnya sambil membuka pintu penumpang untukku.
"Kamu kalo nggk ikhlas nggk usah antar aku bisa pergi sendiri." Ucapku sambil cemberut.
"Hilya, ikhlas itu ada dihati. Kamu tak perlu mengurusi orang lain ikhlas atau nggk melakukan sesuatu. "Dia sudah mulai tersenyum meskipun samar.
"Kenapa gitu? aku tak mau dong dibantu orang tapi dia nggk ikhlas membantu." Aneh bukan asisten suamiku itu.
"Apa yang kamu ketahui tentang ikhlas? apakah aku harus berulang kali bilang 'aku ikhlas' baru kau sebut ikhlas? padahal yang bilang hingga ratusan kali ikhlas aja tak ada jaminan kalo hatinya ikhlas. Ikhlas itu urusan hati." Ceramahnya sambil menutup mobil setelah aku masuk.
Tak apalah aku diantar dia, paling tidak aku selamat sampaj tujuan kan? dan yang pasti biar mas Faris tenang jika aku pergi diantar Joni.
"Kamu itu sama kayak mas Faris, namanya manusia nggk bisa membaca hati orang lain jadi perlu pengungkapan agar yang lain tahu. Ikhlas itu sama kan seperti cinta? sama-sama urusan hati, ya memang ada yang bilang cinta itu bukan hanya sekedar kata-kata, tapi buktikan secara nyata dalam sikap atau perbuatan. Tapi orang yang baik dan peduli sama kita belum tentu cinta sama kita kan? begitu juga orang yang sering usil dan mengganggu kita tak menjamin dia tak memiliki cinta sama kita? jadi semua urusan hati perlu diungkapkan agar tak jadi salah paham dan salah menilai." Cerocosku panjang lebar .
" Kamu tu kalo ikhlas kerja meskipun tak diungkapkan paling tidak jangan cemberut terus, senyum gitu biar nampak ikhlas." Lanjutku.
Eh dia malah tertawa pelan sambil memulai melajukan mobilnya. Di mobil cuma berdua, Joni sudah fokus pada jalanan atau memang malas banyak cerita makanya diam aja.Aku memutuskan untuk membaca Alqur'an selama perjalanan, membunuh bosan.
Sampai ditempat kakek Joni langsung pamit pulang lagi , tak mau mampir bahkan belum sempat ketemu kakek.
Ku masuki rumah luas itu, rasanya sepi sekali ni rumah, mungkin masih pada dikebun.
Setelah aku masukkan barang ke kamar ku jalan ke mushola, memang sepi sekali tak seperti biasanya. Sampai di musholla juga sepi, memang waktu sholat sudah lewat meskipun belum habis.
Usai sholat ku keluar dari musholla.Ku lihat sawah dari kejauhan beberapa orang ada disana. Memanen padi yang sudah kuning.Aku mendekat ,ku lihat kakek duduk diam dalam gubug sambil melihat hamparan padi.
"Assalamualaikum ,kek." Sapaku saat sudah sampai dekat kakek , duduk disebelahnya.
"Waalaikum salam." Jawab kakek saat menyadari kehadiranku. Dari tadi asik memperhatikan orang-orang disawah, tak mendengar suara langkah ku yang mendekat.
"Gimana kabar kakek? masih sering sakit?" Tanyaku lembut.
" Kakek sehat nak. Hanya sudah tak kuat jika ikut kerja disawah gitu." Jawab kakek sambil menunjuk orang-orang yang ada disawah.
"Ya kakek duduk aja kek, jadi mandor." Kelakarku.
"Kalo kamu apa kabar?"
"Aku baik kek ,Alhamdulillah."Jawabku. Ku coba untuk selalu tersenyum agar kakek tidak tanya macam-macam.
"Kalo kabar pernikahan mu gimana?"
Ah kakek selalu begitu, tahu aja kalo aku lagi ada masalah dengan mas Faris. Tapi kapan sih aku tak mempermasalahkan sikap mas Faris? bagiku itu selalu jadi masalah. Jadi secara tidak langsung kami ini selalu punya masalah.
"Biasa aja kek, masih sama seperti kemaren." Jawabku malas.Berdiri dan mendekat ke tepi pematang.
"Harusnya hari ini lebih baik dari hari kemaren, agar kita termasuk orang yang beruntung. Kalo hari ini masih sama dengan hari kemaren kita termasuk orang yang merugi. Dan jika hari ini lebih buruk dari hari kemaren kita termasuk orang yang celaka bukan? itu kan kata pepatah lama." Ucap kakek yang masih duduk ditempatnya.
"Kenapa sih kek, kakek nggk suka Hilya disini?" Rajukku. Kenapa malah bahas untung rugi sih, kaya berdagang aja.
"Kakek mana yang tak senang cucunya datang? tapi kakek lebih bahagia jika cucu kakek datang bukan untuk menghindari masalah." Mungkin mas Faris sudah cerita?
"Mas Faris sudah cerita sama kakek?" Tanyaku dan kembali duduk disebelah nya.
"Emang mau cerita apa anak itu? " Malah tertawa pelan mengingat cucu tunggalnya.
"Trus kok kakek tahu aku ada masalah?" Tanyaku cemberut.
"Kalo nggk ada masalah mana mungkin kamu datang sendiri kesini? " Ah kakek ini , kok tau kalo aku datang sendiri?
Apakah aku lupa kalo mas Faris adalah cucu kandungnya?
"Faris bukan orang yang suka mengadu." Seakan tahu arah pikirku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Anita Jenius
Hadir kak..
8 like buatmu.
Mari kita saling dukung.
Semangat up terus ya..
2021-03-18
1