3. Lamaran

Aku masuk kekamar tak peduli dengan keramaian diluar.

Ingin rasanya aku tidur terlelap,melupakan penat hati, pikiran, dan juga badan.Namun rasanya perut belum ingin tidur belum makan malam, lapar.Dari pada sakit perut kambuh aku pergi kedapur untuk makan malam.

Kamarku ada dilantai bawah dekat dengan dapur.Lantai atas semua menjadi ruangan pribadi suami, dari kamar ,perpustakaan pribadi , sampai ruangan dengan banyak alat olahraga ,dan satu ruangan lagi tak tahu pasti bentuknya, karna selalu terkunci, aku tak bisa melihatnya. Kata bik Siti sih ruang kerja.

Aku duduk di ruang makan siap menyuap nasi dan ayam panggang kesukaan. Buatan bik Siti pastinya karna aku tak pandai memasak.

"Ada tamu nggk disiapin minum." Ucapnya berjalan tanpa menatapku.

Sejak kapan aku boleh nyiapin minum untuk dia? biasanya bisa sendiri, kalo lah perlu bantuan selalu dipenuhi sama bibik. Selalu protes tak suka jika aku yang melakukan.

"Maaf.. bibik kemana?" Cari jalan aman, tak ingin memperumit keadaan." Okey aku siapkan minum, mau minum apa?" Ku tinggalkan makan yang belum selesai. Berusaha menjadi istri yang baik.

Tanpa menjawab, dia langsung pergi lagi, meletakan gelas yang sudah diisi gula. Selalu begitu bukan??jangan pernah berharap lebih!.

Akhirnya aku lanjutkan bikin kopi panas dari gelas-gelas yang sudah dia isi gula. Udah siap.

" Silahkan kopinya mas." Ku turunkan kopi dari nampan.Kusuguhkan didepannya masing-masing, dan tak lupa cemilan ringan yang selalu sedia didapur.

"Makasih" ucap Radit dan Ilham ramah.

Jangan tanya suamiku dan asisten setia nya si Joni itu, sama sekali tak berterimakasih. Tapi kalo Joni memang lagi sibuk dengan ponselnya, entah apa yang menarik disana.

Aku putuskan untuk duduk disamping suamiku.Sesekali ikut nimbrung tak berdosa kan? lagian kalo duduk disampingnya gini aku berhadapan dengan Radit dan Ilham yang duduk diseberang meja. Jadi tak melihat matanya yang selalu memaksaku patuh.

Dan tak ada protes, berarti tak marah.

"Besok aku ikut ya. Calon istriku pengen main kesana." Ilham membuka suara.Yah dia calon pengantin, bulan depan rencana akad nikahnya, bertepatan pada bulan Ramadhan.

Kalo Radit masih lajang, karna aku tak pernah tengok dia bawa wanita. Entah bujang atau duda aku tak tahu pasti. Tapi dari setiap pembicaraan mereka yang tak sengja ku dengar aku tau kalo dia single.

Kalo si asisten itu sudah nikah,punya anak satu masih balita.

"Besok kemana? bukankah sudah biasa ikut kekebun atau pabrik." Kataku tak paham ada rencana apa.

Padahal sebenarnya ingin tahu,atau kalo boleh berharap ingin ikut. Siapa tahu mau jalan-jalan atau liburan gitu.

"Besok weekend, rajin amat kekebun."Mas Faris yang menjawab dengan suara juteknya.Meskipun tetap enggan melihatku yang ada disampingnya, melirikpun mungkin tidak.

Tapi Alhamdulillah dia mau menjawab pertanyaan ku. Dan besok weekend?? pantas bi Siti nggk ada. Seminggu sekali dia pulang kerumah,meskipun dirumahpun dia sendiri,karna suaminya sudah ninggal ,kedua anaknya yang sulung sudah berkeluarga yang bungsu masih kuliah di ibukota.

"Trus mau kemana? liburan?" Penasaran banget. Setiap wanita pasti bahagia ya diajak liburan.

Kalau lah liburan emang kamu diajak? berharap ketinggian. Batinku mengingatkan.

"Anggap aja begitu.Mau ikut?" Radit yang menjawab menawarkan.

Ketiga tamu itu tau bagaimana hubungan ku dengan mas Faris, mungkin salah satu atau semuanya menjadi teman ceritanya.

"Emang boleh? " Ucapku memastikan, menjadi momen langka bisa jalan sama suamiku yang dingin dan cuek itu.

"Pasti boleh ,mereka pasti mengharap kau datang."Masih Radit yang menjawab.

"Mereka siapa? kemana sih?" Bingung jadinya kan??

"Menjenguk kakek, beliau sedang tak enak badan minta kita datang." Mas Faris menjelaskan.

Dia melihatku tanpa mata tajamnya, meskipun hanya sesaat dan tanpa senyuman, tapi aku bahagia tak ada mata menakutkan itu. Kalo gitukan ganteng. Mungkin karna dia lagi sedih kakeknya sakit makanya baik.

"Kakek sakit?? kok nggk kabarin aku?"

" Besok kita menjenguknya bersama ."Kali ini tanpa melihatku." Pake mobil sendiri-sendiri." memperingati kedua temannya

Tak mungkinkan aku yang disuruh naik mobil sendiri?

" Sip, nanti aku biar sama Radit, diakan sudah sering kesana hafal jalan." Ilham yang semangat menjawab.

"Joni?"tanya mas Faris. Pertanyaan macam apa itu?

"Aku belum bisa ikut bro.Weekend jadwal untuk keluarga ." Baik banget sih ,perhatian ma keluarga. beda jauh sama bosnya.

Yah cerita masih berlanjut, meskipun sudah beda pembahasan. Pembahasan tentang pekerjaan selalu membuatku diam,tak tertarik dan tak paham tentang perkebunan. Hanya menjadi pendengar setia.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, mata sudah ingin istirahat,dan besok juga mau pergi.

Aku pamit undur diri dari obrolan para lelaki yang juga belum berakhir, banyak sekali yang dibahas.

Aku masuk kamarku dan bersiap untuk istirahat, mencuci muka, gosok gigi, berwudhu, dan tak lupa ganti baju tidur, melepas gamis dan jilbab instan yang kupakai.

Selesai ritual kamar mandi, beralih ke ritual depan cermin. Rata-rata wanita sebelum tidur banyak sekali perawatan yang dilakukan bukan?

Ku lihat bayanganku dalam cermin. Menyisir rambut panjang hitam pekat, mengamati wajah yang sudah aku hafal.

Kenapa suamiku males banget lihat aku?

Aku memang jauh dari kata cantik. Tubuh pendek, cuma sedada mas Faris yang tinggi, badan yang kini terlihat lebih kurus kurang makan, berkulit sawo matang dan terawat. Yah meskipun suamiku acuh dan dingin, tapi jatah uang lebih dari cukup untuk membeli berbagai macam skincare yang ku butuhkan, dan juga kebutuhan lainnya.

Wajah yang bulat, alis tipis, bulumata jauh dari kata lentik, hidung standar tidak mancung juga tidak pesek, pipi chubby meskipun badan tidak gemuk.

Dan jarang sekali tersentuh makeup karna tak pandai, meskipun punya alat makeup lengkap.

Jauh dari kata menarik bukan? tak ada sedikitpun kesan seksi. Pantas saja berbulan-bulan hidup bersama ,mas Faris sama sekali tak tertarik.

Ku hembuskan nafas kasar, ingin mengeluh tapi pada siapa?

Bukankah Allah menciptakan hambanya dengan sempurna?

Aku masih ingat saat ibu Laili mertuaku membawa mas Faris kerumah orang tuaku setahun lalu. Yah aku dulu dekat dengan ibunya belum pernah ketemu anaknya. Pertama melihat saat dia bersama rombongan melamarku pada ayahku.

Dari kesan pertama ku ,dia baik ,sopan dan murah senyum. Meskipun tetap tak banyak bicara, pendiam .Dan setelah hidup bersama tak ada kata baik dan murah senyum, namun tetap irit bicara dan masih sopan.

Aku tak tahu apa alasan dia menerima tawaran ibunda untuk menikahiku, jika nyatanya dia tak pernah mau menerimaku.

" Kami datang kemari berniat melamar putri bapak untuk menjadi istriku, menunaikan separuh agamaku." Dengan senyum terpaksa atau karna grogi dan canggung? aku tak tahu.

Itu kata-kata dia saat melamarku, dia langsung yang meminta pada ayahku, karna ayahnya sudah berpulang lebih dulu.

Seperti ksatria bukan? seakan meyakinkan.

"Kami sebagai orangtua dan juga kakak-kakak hilya menyerahkan keputusan padanya,karna dia yang akan menjalani rumah tangga."

"Gimana dek hilya?" Ibunya yang bertanya.

Sungguh saat itu aku malu dan grogi minta ampun, tak memperhatikan raut muka mas Faris yang tampan. Jika dulu aku memperhatikan wajah acuh dan tak berharapnya, mungkin tak akan aku iyakan.

"Insyaallah aku terima."

Waktu itu yang aku pikirkan ,ibunya super baik anaknya pasti juga baik kan? katanya buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Ternyata kata-kata itu tak bisa jadi pedoman.

Dan semua tersenyum bahagia dengan jawabanku kecuali ibuku, mungkin karna akan berpisah dengan anak bungsunya, melepas tanggung jawab nya. Atau mungkin ada kekhawatiran lain yang tak mampu aku baca.

"Terimakasih sayang telah bersedia menjadi menantu ibu." Ucap calon mertua dengan bahagia dan penuh harap.Aku hanya tersenyum.

"Trus kapan akad dan resepsinya?" Lanjutnya antusias.

"Kita cari hari baiknya Bu." Jawab ayah.

Emang hari ada yg nggk baik ya?

"Yah kami sekeluarga juga akan menyiapkan pesta meriah, maklum anak tunggal."

"Acara disini ada Bun. Capek." Ucap mas Faris datar. Mungkin menutupi gugup.

"Kalo kamu nggk langsung gas pol ya nggk capek."Yimpal kakak pertama ku yang lain hanya tertawa .

Aku punya dua kakak, laki-laki semua dan sudah menikah semua.

"Kayak Abang nggk aja." Ini kakak kedua yang bilang.

" Tapikan aku strong, nggk ngeluh capek." Bangga.

Aku hanya tersenyum malu mendengar gurauan kakak-kakak ku.

"Udah calon pengantin malu tu." Ayah menengahi.

Ku lihat mas Faris hanya menunduk bermain ponsel.

Seandainya Abang sekarang disini melihat bagaimana mas Faris memperlakukan aku, mungkin Abang akan menjemputku paksa .Batinku kini.

Dan pernikahan digelar tiga bulan setelah lamaran jauhnya jarak membuat kita tak pernah ketemu. Bertukar informasi pun sama bunda.

Dan resepsi hanya ad didesa ku, ternyata bunda menyetujui mas Faris untuk mengadakan resepsi sekali aja.

bersambung,,,,

...jangan lupa vote like dan komen. thanks...

Terpopuler

Comments

Afni Marlina

Afni Marlina

asyiik ceritanya semangat Thor

2022-03-07

2

Ria Diana Santi

Ria Diana Santi

Mantap, Thor!

Mari saling dukung!

😊😊

2021-05-09

1

lihat semua
Episodes
1 Sakit Hati
2 2. Jamaah Magrib
3 3. Lamaran
4 4 OTW
5 5 Patah Hati
6 6 Bertemu Bunda
7 Makan Malam
8 Bangun Pagi
9 Waktunya Pulang
10 Kamu Menyesal Menikahiku?
11 Dapat Teman Baru
12 Kemana Mas Faris?
13 Menyambut Bulan Ramadhan
14 Apakah Aku Harus Menyerah
15 Petuah Ibu
16 Bicara Dari Hati ke Hati
17 Berpisah?
18 Kerumah Kakek
19 Benarkah Dia Sayang Aku?
20 Kakek Sakit
21 Kangen Bunda?
22 Ke Rumah Sakit
23 Apakah Dosa Cemburu Sama Suami Sendiri
24 Pernikahan Ilham
25 Kakek Kambuh lagi
26 Selamat Jalan Kakek
27 Pemakaman
28 Pulang
29 Mudik Lebaran
30 Sahur Bersama Keluarga
31 Masak-masak
32 Dia Datang?
33 Nasehat Abang
34 Sholat Berjamaah
35 Makan Bakso
36 Ketemu Intan
37 Iedul Fitri
38 Hadiah Pertama
39 Silaturahmi
40 Dirumah Nenek
41 Cerita Masa Lalu
42 Janji
43 Mas Faris Tak Sadar
44 Aktifitas Pagi
45 Jalan-Jalan
46 Pantai
47 Menginap Di Hotel
48 Marah Atau Cemburu?
49 Malam Pertama?
50 Permintaan Mas Faris
51 Mengulang
52 Pulang
53 Cinta Pertama
54 Rekreasi
55 Ada Apa Dengan Hamzah?
56 Sakit
57 Guru Ngaji Pengganti
58 Duda?
59 Hanifa Dan Hamzah
60 Hamil?
61 Kenapa Ke Kamar Mandi?
62 Masa Lalu Radit
63 Pernikahan Seminggu
64 Masak Berdua
65 Makan Siang Sendiri
66 Rencana Lamaran Hamzah
67 Menyambut Suami Pulang
68 Harapan
69 Masih Ragu
70 Tak Diajak
71 Ada Masalah Pekerjaan
72 Belajar Memasak
73 Bunga
74 Pesan Makanan
75 Penolakan
76 Positif Yang Meragukan
77 Pergi Kerumah Sakit
78 Periksa Kandungan
79 Dokter Arini
80 Poligami
81 Salam Rindu Ibu
82 Guru Terbaik
83 Ikan Gurame
84 Parfum Vs mas Faris
85 Persiapan
86 Hati Tak Bisa Dipaksa
87 Berangkat
88 Panas
89 Kebersamaan Diakhir Pekan
90 Ke Pantai
91 Oom Yusuf
92 Mempersiapkan Kebutuhan Bayi
93 Belanja
94 Persiapan Hanifa
95 Belanja Berdua
96 Baju Baru
97 Sah
98 Terpisah
99 Pasal Honeymoon
100 Liburan
101 Pulau Samosir
102 Rima
103 Rima 2
104 Berwisata
105 Takut Yang Tak Beralasan
106 Sampai Rumah
107 Rencana-Rencana
108 Bangun Malam
109 Tanda -Tanda Lahiran
110 Proses Yang Melelahkan
111 Pembukaan
112 Aydan Alzam Amani
113 Selamat Datang Aydan
114 Main Bersama
115 Rindu
116 Mandi Pagi
117 Annyversary
118 Ada Penghianat
119 Menikmati Kue
120 Siapa Afnan?
121 Abang Siapa?
122 Curhatan Afnan
123 Afnan Dan Abang Za
124 Kecewa
125 Timezone
126 Afnan Kembali Kecewa
127 Afnan Kembali Kecewa
128 Harapan Dan Kenyataan
129 Kebersamaan Yang Canggung
130 Jalan Ekstrim
131 Prediksi
132 Obat Mujarab
133 Berharap Punya Anak Banyak
134 Lelahnya Afnan
135 Kid Zaman Now
136 Waterpark
137 Kebersamaan Terakhir.
138 Butuh Penjelasan
139 Semua Mencariku?
140 Waktunya Pindah
141 Main Ke Mall
142 Jodoh Afnan
143 Sindiran Telak
144 Debat
145 Rahasia Hati
146 Keadaan Afnan
147 Sakit Afnan 1
148 Hati Hamzah
149 Sakit Afnan 2
150 Baru Calon
151 Gagal
152 Sakit kok Ngajak Begadang?
153 Salah Kamar?
154 Kecewa Lagi
155 Makan Pagi Bersama
156 Kebersamaan
157 Tempat Tinggal Baru
158 Malam Panjang
159 Lamaran
160 Lamaran 2
161 Syarat Dari Calmer
162 Pilih Rumah
163 Ijab Kabul
164 Sah
165 Resepsi
166 Mandi Berdua
167 Takdir Allah
168 Kesabaran Aydan
169 Faris Sadar (Ending)
Episodes

Updated 169 Episodes

1
Sakit Hati
2
2. Jamaah Magrib
3
3. Lamaran
4
4 OTW
5
5 Patah Hati
6
6 Bertemu Bunda
7
Makan Malam
8
Bangun Pagi
9
Waktunya Pulang
10
Kamu Menyesal Menikahiku?
11
Dapat Teman Baru
12
Kemana Mas Faris?
13
Menyambut Bulan Ramadhan
14
Apakah Aku Harus Menyerah
15
Petuah Ibu
16
Bicara Dari Hati ke Hati
17
Berpisah?
18
Kerumah Kakek
19
Benarkah Dia Sayang Aku?
20
Kakek Sakit
21
Kangen Bunda?
22
Ke Rumah Sakit
23
Apakah Dosa Cemburu Sama Suami Sendiri
24
Pernikahan Ilham
25
Kakek Kambuh lagi
26
Selamat Jalan Kakek
27
Pemakaman
28
Pulang
29
Mudik Lebaran
30
Sahur Bersama Keluarga
31
Masak-masak
32
Dia Datang?
33
Nasehat Abang
34
Sholat Berjamaah
35
Makan Bakso
36
Ketemu Intan
37
Iedul Fitri
38
Hadiah Pertama
39
Silaturahmi
40
Dirumah Nenek
41
Cerita Masa Lalu
42
Janji
43
Mas Faris Tak Sadar
44
Aktifitas Pagi
45
Jalan-Jalan
46
Pantai
47
Menginap Di Hotel
48
Marah Atau Cemburu?
49
Malam Pertama?
50
Permintaan Mas Faris
51
Mengulang
52
Pulang
53
Cinta Pertama
54
Rekreasi
55
Ada Apa Dengan Hamzah?
56
Sakit
57
Guru Ngaji Pengganti
58
Duda?
59
Hanifa Dan Hamzah
60
Hamil?
61
Kenapa Ke Kamar Mandi?
62
Masa Lalu Radit
63
Pernikahan Seminggu
64
Masak Berdua
65
Makan Siang Sendiri
66
Rencana Lamaran Hamzah
67
Menyambut Suami Pulang
68
Harapan
69
Masih Ragu
70
Tak Diajak
71
Ada Masalah Pekerjaan
72
Belajar Memasak
73
Bunga
74
Pesan Makanan
75
Penolakan
76
Positif Yang Meragukan
77
Pergi Kerumah Sakit
78
Periksa Kandungan
79
Dokter Arini
80
Poligami
81
Salam Rindu Ibu
82
Guru Terbaik
83
Ikan Gurame
84
Parfum Vs mas Faris
85
Persiapan
86
Hati Tak Bisa Dipaksa
87
Berangkat
88
Panas
89
Kebersamaan Diakhir Pekan
90
Ke Pantai
91
Oom Yusuf
92
Mempersiapkan Kebutuhan Bayi
93
Belanja
94
Persiapan Hanifa
95
Belanja Berdua
96
Baju Baru
97
Sah
98
Terpisah
99
Pasal Honeymoon
100
Liburan
101
Pulau Samosir
102
Rima
103
Rima 2
104
Berwisata
105
Takut Yang Tak Beralasan
106
Sampai Rumah
107
Rencana-Rencana
108
Bangun Malam
109
Tanda -Tanda Lahiran
110
Proses Yang Melelahkan
111
Pembukaan
112
Aydan Alzam Amani
113
Selamat Datang Aydan
114
Main Bersama
115
Rindu
116
Mandi Pagi
117
Annyversary
118
Ada Penghianat
119
Menikmati Kue
120
Siapa Afnan?
121
Abang Siapa?
122
Curhatan Afnan
123
Afnan Dan Abang Za
124
Kecewa
125
Timezone
126
Afnan Kembali Kecewa
127
Afnan Kembali Kecewa
128
Harapan Dan Kenyataan
129
Kebersamaan Yang Canggung
130
Jalan Ekstrim
131
Prediksi
132
Obat Mujarab
133
Berharap Punya Anak Banyak
134
Lelahnya Afnan
135
Kid Zaman Now
136
Waterpark
137
Kebersamaan Terakhir.
138
Butuh Penjelasan
139
Semua Mencariku?
140
Waktunya Pindah
141
Main Ke Mall
142
Jodoh Afnan
143
Sindiran Telak
144
Debat
145
Rahasia Hati
146
Keadaan Afnan
147
Sakit Afnan 1
148
Hati Hamzah
149
Sakit Afnan 2
150
Baru Calon
151
Gagal
152
Sakit kok Ngajak Begadang?
153
Salah Kamar?
154
Kecewa Lagi
155
Makan Pagi Bersama
156
Kebersamaan
157
Tempat Tinggal Baru
158
Malam Panjang
159
Lamaran
160
Lamaran 2
161
Syarat Dari Calmer
162
Pilih Rumah
163
Ijab Kabul
164
Sah
165
Resepsi
166
Mandi Berdua
167
Takdir Allah
168
Kesabaran Aydan
169
Faris Sadar (Ending)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!