Aku masuk kekamar tak peduli dengan keramaian diluar.
Ingin rasanya aku tidur terlelap,melupakan penat hati, pikiran, dan juga badan.Namun rasanya perut belum ingin tidur belum makan malam, lapar.Dari pada sakit perut kambuh aku pergi kedapur untuk makan malam.
Kamarku ada dilantai bawah dekat dengan dapur.Lantai atas semua menjadi ruangan pribadi suami, dari kamar ,perpustakaan pribadi , sampai ruangan dengan banyak alat olahraga ,dan satu ruangan lagi tak tahu pasti bentuknya, karna selalu terkunci, aku tak bisa melihatnya. Kata bik Siti sih ruang kerja.
Aku duduk di ruang makan siap menyuap nasi dan ayam panggang kesukaan. Buatan bik Siti pastinya karna aku tak pandai memasak.
"Ada tamu nggk disiapin minum." Ucapnya berjalan tanpa menatapku.
Sejak kapan aku boleh nyiapin minum untuk dia? biasanya bisa sendiri, kalo lah perlu bantuan selalu dipenuhi sama bibik. Selalu protes tak suka jika aku yang melakukan.
"Maaf.. bibik kemana?" Cari jalan aman, tak ingin memperumit keadaan." Okey aku siapkan minum, mau minum apa?" Ku tinggalkan makan yang belum selesai. Berusaha menjadi istri yang baik.
Tanpa menjawab, dia langsung pergi lagi, meletakan gelas yang sudah diisi gula. Selalu begitu bukan??jangan pernah berharap lebih!.
Akhirnya aku lanjutkan bikin kopi panas dari gelas-gelas yang sudah dia isi gula. Udah siap.
" Silahkan kopinya mas." Ku turunkan kopi dari nampan.Kusuguhkan didepannya masing-masing, dan tak lupa cemilan ringan yang selalu sedia didapur.
"Makasih" ucap Radit dan Ilham ramah.
Jangan tanya suamiku dan asisten setia nya si Joni itu, sama sekali tak berterimakasih. Tapi kalo Joni memang lagi sibuk dengan ponselnya, entah apa yang menarik disana.
Aku putuskan untuk duduk disamping suamiku.Sesekali ikut nimbrung tak berdosa kan? lagian kalo duduk disampingnya gini aku berhadapan dengan Radit dan Ilham yang duduk diseberang meja. Jadi tak melihat matanya yang selalu memaksaku patuh.
Dan tak ada protes, berarti tak marah.
"Besok aku ikut ya. Calon istriku pengen main kesana." Ilham membuka suara.Yah dia calon pengantin, bulan depan rencana akad nikahnya, bertepatan pada bulan Ramadhan.
Kalo Radit masih lajang, karna aku tak pernah tengok dia bawa wanita. Entah bujang atau duda aku tak tahu pasti. Tapi dari setiap pembicaraan mereka yang tak sengja ku dengar aku tau kalo dia single.
Kalo si asisten itu sudah nikah,punya anak satu masih balita.
"Besok kemana? bukankah sudah biasa ikut kekebun atau pabrik." Kataku tak paham ada rencana apa.
Padahal sebenarnya ingin tahu,atau kalo boleh berharap ingin ikut. Siapa tahu mau jalan-jalan atau liburan gitu.
"Besok weekend, rajin amat kekebun."Mas Faris yang menjawab dengan suara juteknya.Meskipun tetap enggan melihatku yang ada disampingnya, melirikpun mungkin tidak.
Tapi Alhamdulillah dia mau menjawab pertanyaan ku. Dan besok weekend?? pantas bi Siti nggk ada. Seminggu sekali dia pulang kerumah,meskipun dirumahpun dia sendiri,karna suaminya sudah ninggal ,kedua anaknya yang sulung sudah berkeluarga yang bungsu masih kuliah di ibukota.
"Trus mau kemana? liburan?" Penasaran banget. Setiap wanita pasti bahagia ya diajak liburan.
Kalau lah liburan emang kamu diajak? berharap ketinggian. Batinku mengingatkan.
"Anggap aja begitu.Mau ikut?" Radit yang menjawab menawarkan.
Ketiga tamu itu tau bagaimana hubungan ku dengan mas Faris, mungkin salah satu atau semuanya menjadi teman ceritanya.
"Emang boleh? " Ucapku memastikan, menjadi momen langka bisa jalan sama suamiku yang dingin dan cuek itu.
"Pasti boleh ,mereka pasti mengharap kau datang."Masih Radit yang menjawab.
"Mereka siapa? kemana sih?" Bingung jadinya kan??
"Menjenguk kakek, beliau sedang tak enak badan minta kita datang." Mas Faris menjelaskan.
Dia melihatku tanpa mata tajamnya, meskipun hanya sesaat dan tanpa senyuman, tapi aku bahagia tak ada mata menakutkan itu. Kalo gitukan ganteng. Mungkin karna dia lagi sedih kakeknya sakit makanya baik.
"Kakek sakit?? kok nggk kabarin aku?"
" Besok kita menjenguknya bersama ."Kali ini tanpa melihatku." Pake mobil sendiri-sendiri." memperingati kedua temannya
Tak mungkinkan aku yang disuruh naik mobil sendiri?
" Sip, nanti aku biar sama Radit, diakan sudah sering kesana hafal jalan." Ilham yang semangat menjawab.
"Joni?"tanya mas Faris. Pertanyaan macam apa itu?
"Aku belum bisa ikut bro.Weekend jadwal untuk keluarga ." Baik banget sih ,perhatian ma keluarga. beda jauh sama bosnya.
Yah cerita masih berlanjut, meskipun sudah beda pembahasan. Pembahasan tentang pekerjaan selalu membuatku diam,tak tertarik dan tak paham tentang perkebunan. Hanya menjadi pendengar setia.
Jam dinding sudah menunjukkan pukul sepuluh malam, mata sudah ingin istirahat,dan besok juga mau pergi.
Aku pamit undur diri dari obrolan para lelaki yang juga belum berakhir, banyak sekali yang dibahas.
Aku masuk kamarku dan bersiap untuk istirahat, mencuci muka, gosok gigi, berwudhu, dan tak lupa ganti baju tidur, melepas gamis dan jilbab instan yang kupakai.
Selesai ritual kamar mandi, beralih ke ritual depan cermin. Rata-rata wanita sebelum tidur banyak sekali perawatan yang dilakukan bukan?
Ku lihat bayanganku dalam cermin. Menyisir rambut panjang hitam pekat, mengamati wajah yang sudah aku hafal.
Kenapa suamiku males banget lihat aku?
Aku memang jauh dari kata cantik. Tubuh pendek, cuma sedada mas Faris yang tinggi, badan yang kini terlihat lebih kurus kurang makan, berkulit sawo matang dan terawat. Yah meskipun suamiku acuh dan dingin, tapi jatah uang lebih dari cukup untuk membeli berbagai macam skincare yang ku butuhkan, dan juga kebutuhan lainnya.
Wajah yang bulat, alis tipis, bulumata jauh dari kata lentik, hidung standar tidak mancung juga tidak pesek, pipi chubby meskipun badan tidak gemuk.
Dan jarang sekali tersentuh makeup karna tak pandai, meskipun punya alat makeup lengkap.
Jauh dari kata menarik bukan? tak ada sedikitpun kesan seksi. Pantas saja berbulan-bulan hidup bersama ,mas Faris sama sekali tak tertarik.
Ku hembuskan nafas kasar, ingin mengeluh tapi pada siapa?
Bukankah Allah menciptakan hambanya dengan sempurna?
Aku masih ingat saat ibu Laili mertuaku membawa mas Faris kerumah orang tuaku setahun lalu. Yah aku dulu dekat dengan ibunya belum pernah ketemu anaknya. Pertama melihat saat dia bersama rombongan melamarku pada ayahku.
Dari kesan pertama ku ,dia baik ,sopan dan murah senyum. Meskipun tetap tak banyak bicara, pendiam .Dan setelah hidup bersama tak ada kata baik dan murah senyum, namun tetap irit bicara dan masih sopan.
Aku tak tahu apa alasan dia menerima tawaran ibunda untuk menikahiku, jika nyatanya dia tak pernah mau menerimaku.
" Kami datang kemari berniat melamar putri bapak untuk menjadi istriku, menunaikan separuh agamaku." Dengan senyum terpaksa atau karna grogi dan canggung? aku tak tahu.
Itu kata-kata dia saat melamarku, dia langsung yang meminta pada ayahku, karna ayahnya sudah berpulang lebih dulu.
Seperti ksatria bukan? seakan meyakinkan.
"Kami sebagai orangtua dan juga kakak-kakak hilya menyerahkan keputusan padanya,karna dia yang akan menjalani rumah tangga."
"Gimana dek hilya?" Ibunya yang bertanya.
Sungguh saat itu aku malu dan grogi minta ampun, tak memperhatikan raut muka mas Faris yang tampan. Jika dulu aku memperhatikan wajah acuh dan tak berharapnya, mungkin tak akan aku iyakan.
"Insyaallah aku terima."
Waktu itu yang aku pikirkan ,ibunya super baik anaknya pasti juga baik kan? katanya buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Ternyata kata-kata itu tak bisa jadi pedoman.
Dan semua tersenyum bahagia dengan jawabanku kecuali ibuku, mungkin karna akan berpisah dengan anak bungsunya, melepas tanggung jawab nya. Atau mungkin ada kekhawatiran lain yang tak mampu aku baca.
"Terimakasih sayang telah bersedia menjadi menantu ibu." Ucap calon mertua dengan bahagia dan penuh harap.Aku hanya tersenyum.
"Trus kapan akad dan resepsinya?" Lanjutnya antusias.
"Kita cari hari baiknya Bu." Jawab ayah.
Emang hari ada yg nggk baik ya?
"Yah kami sekeluarga juga akan menyiapkan pesta meriah, maklum anak tunggal."
"Acara disini ada Bun. Capek." Ucap mas Faris datar. Mungkin menutupi gugup.
"Kalo kamu nggk langsung gas pol ya nggk capek."Yimpal kakak pertama ku yang lain hanya tertawa .
Aku punya dua kakak, laki-laki semua dan sudah menikah semua.
"Kayak Abang nggk aja." Ini kakak kedua yang bilang.
" Tapikan aku strong, nggk ngeluh capek." Bangga.
Aku hanya tersenyum malu mendengar gurauan kakak-kakak ku.
"Udah calon pengantin malu tu." Ayah menengahi.
Ku lihat mas Faris hanya menunduk bermain ponsel.
Seandainya Abang sekarang disini melihat bagaimana mas Faris memperlakukan aku, mungkin Abang akan menjemputku paksa .Batinku kini.
Dan pernikahan digelar tiga bulan setelah lamaran jauhnya jarak membuat kita tak pernah ketemu. Bertukar informasi pun sama bunda.
Dan resepsi hanya ad didesa ku, ternyata bunda menyetujui mas Faris untuk mengadakan resepsi sekali aja.
bersambung,,,,
...jangan lupa vote like dan komen. thanks...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Afni Marlina
asyiik ceritanya semangat Thor
2022-03-07
2
Ria Diana Santi
Mantap, Thor!
Mari saling dukung!
😊😊
2021-05-09
1