Aku selesai mandi tepat saat adzan magrib berkumandang, aku berniat kemasjid untuk berjamaah. Belum jadi keluar kamar, baru hendak memutar kunci pintu suara ketukan pintu terdengar.
Tok
Tok
Tok
"Hilya, buka pintunya.!" Suara mas Faris terdengar pelan.
Aku urungkan niatku untuk sholat dimasjid, sholat dirumah aja. Bukan ku tak mau mendengar penjelasan dan meluruskan masalah, hanya aku harus benar-benar menguatkan hati untuk menerima kemungkinan terburuk yang mungkin akan terjadi.
"Hilya." Panggi mas Faris lagi. Kini ketokan dipintu sudah berubah menjadi gedoran.
"Den tak baik magrib-magrib ribut." Nasehat bibi terdengar sedikit takut." Biarkan non Hilya menenangkan diri dulu, nanti kalo sudah tenang baru diajak bicara, kalo lagi marah diajak bicara takutnya sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Den Faris sholat magrib dulu aja." Lanjut bibi Siti.
Ku dengar langkah mereka, berjalan pergi menjauh dari depan kamarku, hingga suara langkah kaki sudah tak terdengar lagi.
Okey ku gelar sajadah dan ku pakai mukenah untuk melaksanakan sholat magrib 3 raka'at. Usai sholat ku dzikir sejenak dan berdoa untuk keselamatan dunia akhirat, serta diberi ketetapan hati untuk mengambil langkah apa yang harus aku ambil untuk menyelesaikan masalah rumah tanggaku.Dan setelahnya ku baca Alquran sebentar, baru dua lembar aku membaca ayat Al-Qur'an ,rasanya perutku sudah lapar, maklum setelah makan siang aku berkeliling untuk belanja, ditambah menangis yang menguras energi.
Ku tutup Al-Qur'an dan kulepas mukenah untuk ku ganti dengan jilbab pashmina instan. Ku buka pintu kamar yang dari tadi sore aku kunci. Ku lihat didepan kamar sudah ada mas Faris yang menyandar didinding samping pintu kamarku.
"Mas Faris." Kaget aku melihatnya, sejak kapan dia ada disini? " Mas sudah sholat magrib? " Tanyaku, ku lihat dia masih diam melihatku.
"Mas." Sentakku.Malah melamun dia.
" Kita bicara sebentar ya." Ucapnya sambil menarik tanganku untuk mengikutinya.
Ku tarik kasar tanganku." Aku lapar , mau makan." Kataku dan berjalan ke meja makan yang sudah terhidang menu kesukaan ku. Mie ayam.
"Bibik bikin Mie ayam?" Antusias sekali,bahagia sekali aku. Menu favorit ku ini.
Ku lihat bibik duduk disampingku sambil tersenyum, meracikkan mie untukku dan mas Faris.
"Den Faris yang minta dibikinkan mie ayam non, nona suka?" Kata bibi sambil tersenyum.
Ku lihat mas Faris cuma tersenyum, aku senang jika dia senyum begini. Tapi segera ku tepis rasa senang itu saat ku ingat tawanya dengan wanita seksi tadi.
"Makasih, bi." Ucapku saat bibi selesai meracik mie untukku dan mas Faris."Bibi mau kemana? makan disini sama kami." Ku lihat bibi berdiri hendak meninggalkan meja makan.
"Maaf non, bibi mau makan dengan mang Joko dan lainnya, hari ini mereka makan malam disini non."
" Kenapa nggk semua makan disini biar rame? makan bersama lebih rame bukan?" Usulku.
" Cepat dimakan, bentar lagi adzan ." Ucap mas Faris dingin.
Okey tak ada bantahan, akhirnya kami makan berdua yang lain makan di dapur.
"Aku sudah selesai." Ku pergi ke kamar bersiap untuk kemasjid sholat tarawih.
"Boleh aku bicara sebentar?" Ternyata mas Faris
mengikutiku masuk ke kamar.
"Apa?" ku urungkan niat untuk kekamar mandi mengambil wudhu, duduk ditepi ranjang menunggu mas bicara.
"Apakah kamu marah ? "
Pertanyaan macam apa itu? apakah dia tak merasa bersalah sama sekali? kupikir dia datang untuk menjelaskan siapa dia dan ada apa diantara mereka, dan yang penting minta maaf.
Aku hanya menunduk, mataku kembali membasah, namun susah payah aku tahan untuk tidak menetes, aku tak mau terlihat lemah dihadapannya.
"Untuk apa aku marah?" Pancingku.
"Kalo nggk marah tadi kenapa kamu pergi? dan aku lihat kamu nangis. kenapa? apa ada masalah?"
Ku coba melihat matanya, mencari ketulusan disana. Ya aku tak melihat mata tegas dan menakutkannya,atau mata marah disana, dia sedang cemas denganku.
"Menurutmu?" Aku ingin dia mengerti . Ku alihkan pandanganku lurus kedepan. Aku pasti akan takluk jika melihat mukanya yang super ganteng itu.
"Tadi aku ketemu Radit tapi dia nggk mau bicara, dia hanya bilang 'perbaiki komunikasi dengan istrimu.' gitu aja." Aku masih diam. Kok ada ya orang tidak peka begini.
"Tadi aku kaget saat kamu datang bersama Radit. Ku pikir ada yang penting harus kau sampaikan hingga kamu menemuiku saat jam kerja, apalagi kamu nangis .Aku jadi panik dan penasaran ada apa sebenarnya? tapi kamu malah lari. " Cerita mas Faris.
Aku masih diam, menunggunya melanjutkan cerita. Ku berharap dia mau bercerita tentang hubungannya dengan perempuan tadi.
"Tadi aku tak sengaja bertemu kawan lama, dia Rani teman SMA kami, teman ilham dan Radit juga."
Benarkah kawan lama? kulihat dia tersenyum saat bercerita. Apakah dia bahagia bertemu dengannya lagi?
"Okey aku udah bicara banyak nie, kamu nggk mau cerita ada masalah apa?." Memang sih , ini adalah waktu terlama Kami bicara hanya berdua. Biasanya kalo hanya berdua mana ada mas Faris mau bicara banyak, aku yang dominan banyak berusaha bicara.
"Aku tak ada yang perlu diceritakan." Jawabku ketus, aku masih sebel dia tak paham kalo aku cemburu.
Benarkah cemburu? entahlah, apakah aku memang cinta sama dia atau tidak aku pun tidak tahu. Yang aku tahu dia suamiku, dia milikku, aku tak suka bila ada yang mendekati dan mengganggu. Bila ada yang mendekat dan tak bisa diusir lagi, biarlah aku yang minggir. Tak apa tersingkir bila itu jalan untuk membuat aku bertemu dengan orang yang menghargai ku.
"Kamu yakin tak ada yang ingin diceritakan? "Mas Faris memegang daguku, memaksaku untuk menatapnya."Trus kenapa kamu menangis? dan kenapa dari tadi kamu kunci pintu kamar?" Tanyanya dengan suara lembut. Ingin menangis rasanya aku. Bukan ingin lagi, air mata memang sudah menetes perlahan.
"Kenapa menangis lagi?" Menghapus air mataku dengan tangan besarnya.
" Boleh aku memeluk mas?" Sejak kapan coba memeluk suami pake izin? hahaha.Tapi kini aku izin takut dia marah, ya dia merengkuhku kedalam pelukannya, mengusap kepalaku yang masih tertutup jilbab perlahan.Aku terisak makin dalam, tak tahu sudah berapa banyak aku menangis hari ini.
" Okey sekarang ada apa?" Dia mencoba menjarakkan badannya, melepaskan pelukan, saat aku mulai tak terisak lagi.
" Mas pernah jatuh cinta sebelumnya?" Tanyaku.
"Pernah , kenapa?" Dengan wajah bingungnya.
"Berapa kali mas jatuh cinta?"
"Memang kenapa? apakah ada yang salah dengan masa laluku?" Tanyanya mulai tak suka dengan pertanyaan ku, mungkin dia tak mau mengungkit masa lalu.
"Mas tahu?aku dua kali jatuh cinta. "
"Sudahlah , yang lalu biarlah berlalu." Mas Faris seakan enggan berbicara tentang cinta. Apakah benar dia tak pernah cinta sama aku?
"Dulu aku sakit hati saat melihat orang yang aku cintai bahagia bersama orang lain, sakit sekali.Itulah awal aku mengenal cinta yang menyakitkan, hingga aku datang kekota ini untuk mengobati sakit hati." Aku tak peduli mas Faris suka atau tidak aku tetap bicara tentang cinta. Mas Faris hanya diam mendengarkan.
"Namun kini aku baru tahu mas, kalo ternyata melihat orang yang kita cintai tak bahagia bersama kita itu lebih sakit, sedih sekali rasanya."
"Maksudnya?" Tanya mas Faris bingung, melihatku dan meminta jawaban.
Allahuakbar Allahuakbar
"Udah adzan isya mas, kemasjid dulu tawarih pertama ini." Adzan isya menghentikan pembicaraan kami.
bersambung,,,
terimakasih,, jangan lupa vote like dan komen
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments