Hari ini kami akan jalan-jalan mbk Dina maksa ingin melihat-lihat daerah kota pinang ini, sedangkan aku yang beberapakali kesini aja belum pernah pergi ke tempat wisata, jadi aku memaksa mas Faris untuk ikut jalan-jalan pergi bareng-bareng biar lebih ramai.
"Mas aku ingin juga lo main sama mbk Dina, boleh ya." Bujukku setelah sarapan agar diajak main. Sebenarnya aku bukan tipe orang suka jalan-jalan , tak suka keramaian.Tapi kalo pergi sama suami pasti senang bukan?.
"Ya ikutlah tu sama Joni dan Dina."Jawabnya santai sambil makan buah jeruknya.
"Sama mas juga lah." Tak mau dong aku jadi obat nyamuk untuk pasangan harmonis itu? bisa kebakar hatiku.
"Kami mau pulang Sinta ada acara keluarga." Ilham yang baru datang berpamitan. Ya Sinta adalah calon istrinya. Aku sudah tahu kalo mereka akan pulang pagi ini karna itu sudah rencana dari awal.
"Nggk ikut mampir jalan-jalan dulu?" Cebikku , pasti mas Faris tak mau juga.
"Kalian aja yang main aku mau tetap pulang kalian sudah punya pasangan ,aku cuma jadi penonton nggk ada gandengan." Radit yang berucap malas tak berniat.
"Pulanglah , kalian ini bawa anak gadis orang menginap." Ucap mas Faris mengingatkan.
"Tenang ada calon suaminya pun." Radit menanggapai.
"Baru juga calon, yang udah nikah aja bisa bubar apalagi yang baru calon." Balas Joni mencibir.
"Biarin aja lah mereka pulang ,yang penting kita jalan-jalan dulu sebelum pulang." Bujuk mbk Dina pada suaminya.
"Udah izin sama orang tua kan sayang? " Ilham yang berkata pada Sinta. Bertanya memastikan sebelum dimarah nantinya.Yang ditanya hanya mengangguk tanda meng iyakan.
"Ya nanti siang sekalian pulang." Jawab Joni pada istrinya.
"Yee,, mas Faris ikut juga dong." Sorakku kegirangan.Yang lain pada menatapku heran.
"Tu ris nampak kali kau tu pelit, istri tak pernah diajak liburan tamasya.Padahal kau tahu destinasi disini tak sebagus di daerah kita." Ledek Radit melirik mas faris,mengejek. "Jangan lerlalu lama dianggurin nanti dia pergi baru kelimpungan cari." Lanjutnya.
Aku hanya tersenyum melihat ekspresi mas Faris yang mendelik tanda tak suka, dengan wajah merah menahan amarah. Tapi percaya deh aku belum pernah melihat mas Faris membentak orang, dia selalu cuek tak peduli. Padahal dulu banyak orang bilang Faris itu baik, ramah , peduli sesama.Nyatanya?ah bohong.
"Kode tu ris, kalo Radit siap nampung." Tambah Ilham sambil tertawa.
" Emang aku apaan pake ditampung,,?"Gerutuku sebal, dan berlalu pergi ke belakang. Malas ikut membicaraan lagi, toh sudah deal nanti siang akan pulang .
"Tu mbk Hilya marah." Calon istri Ilham yang bicara tak enak hati.
" Tanggung jawab ,Dit." mbk Dina menambahkan sambil melotot.
"Emang aku boleh tanggung jawab ,Ris.?" Tanya balik Radit.
Aku masih bisa mendengar percakapan itu sebelum benar-benar keluar rumah. Namun aku tak mendengar mas Faris bicara hanya diam acuh seperti biasa, dia terlalu pandai menyimpan semua emosinya. Tak mudah ditebak ekspresi nya.
Aku menuju belakang rumah ,hanya diam duduk dibangku kayu yang sudah usang, menghadap perkebunan.
Dulu saat aku mencari tahu tentang mas Faris sebelum memutuskan untuk menikah, banyak yang memujinya baik, tapi bagaimana pun juga sudah lama dia tak tinggal di desa, mungkin pengaruh kota metropolitan sudah merubahnya, atau ada alasan lain aku tak tahu.
Aku yakin mas Faris lebih dari kata paham tentang hakikat pernikahan, karna setelah direhabilitasi dia mendalami ilmu agama di pesantren modern di daerah Jawa.
Tapi kenapa dia memperlakukan aku seperti ini? apa salahku? apa dia terpaksa menikahiku? dia selalu menghindari ku, bagaimana mungkin bisa cinta? bukankah ibuku dulu bilang tresno jalaran Soko kulino? entahlah banyak tanda tanya yang muncul di benakku. Namun aku tak pernah punya nyali untuk bertanya langsung. Melihat tatapnnya aja sudah membuat nyali ciut.
Dulu selalu ada ibu tempat ku bercerita dan meminta solusi, membagi cerita selalu mampu mengurangi rasa sedih meskipun tak dapat solusi.
"Ibu aku kangen banget." Lirihku. Sejak menikah aku belum pernah pulang kampung menjenguk ibu, hanya sesekali telfon.
Aku bukan orang yang mudah bergaul, hanya cerewet kalo sudah kenal. Jadi aku lebih memilih sendiri, aku juga tak suka orang mengusik privasi ku. Lebih memilih menghindar jiga ada yang basa-basi bertanya.
Bagaiman dua orang pendiam jika disatukan? tak usah dibayangkan, hanya sulit memulai bicara tapi jika sudah bersuara susah juga untuk diam.
***
Usai Dzuhur dan makan siang kami pulang. Sedangkan Radit, Ilham serta calon istri nya sudah pulang dari tadi.
" Kakek kami pamit pulang ya,,, liburan lain waktu kami berkunjung lagi." Pamitku pada kekek yang mengantar kepulangan kami diteras rumah.
"Iya hati-hati dijalan, lain kali kalo berkunjung kesini harus bawa kabar gembira."
Kabar gembira apa?.
"Maksudnya,,?" Bertanya bingung , ku lihat mas Faris hanya acuh.
" Kabar gembira pasti akan datang pada waktunya." Mas Faris yang menjawab sambil berjabat tangn dan memeluk kakek.
" Berusahalah lebih giat." Bisik kakek yang masih bisa aku dengar. " Atau jangan-jangan kelelakian kamu perlu dipertanyakan." Selidik kakek sambil melepas pelukan cucunya itu.
Aku mulai paham arah bicara para lelaki itu, atau hanya sok paham??kulihat Joni dan istrinya sudah menuju mobil setelah berpamitan dengan kakek.
"Entah lah kek." Mas Faris menjawab santai.
Aku yang melongo mendengarnya. Apa maksudnya coba?
" Ya udah kami permisi kek, nggk jadi pulang nanti kalo diajak cerita terus. Kakek tak pernah ada habis nya membahas hal itu, semalam juga sudah dibahas." Pamit mas Faris sambil berjalan meninggalkan kakek.
Aku jalan mengikuti mas Faris setelah berpamitan, aku masih berfikir penasaran dengan pembahasan singkat dua lelaki tadi. Dan semalam sudah dibahas? mereka semalam bahas apa setelah aku tinggal?.
Sepanjang jalan aku terdiam berpikir dan berpikir, tapi tak dapat jawaban. Hingga kami meninggalkan desa dan melewati jalan yang dikelilingi pohon sawit. Aku rasa ini bukan jalan pulang? mau mampir kemanakah? aku mulai semangat memperhatikan sekitar, kami mulai masuk dan berhenti di sungai yang sejuk disamping perkebunan sawit, suara gemericik air yang jatuh dibebatuan menambah kesan syahdu.
Aku turun dari mobil berjalan mendekati air sungai yang ada beberapa orang berenang disana. Air yang nampak jernih dan sejuk, bagi pecinta air di alam terbuka disini cocok sekali untuk bermain air atau berenang di tempat yang lebih dalam.
"Ini pandayangan ada air terjunnya meskipun kecil, kamu suka?" Jelas mas Faris mendekatiku mulai turun menyentuh. Dan menikmati sejuknya air.Sedang Joni dan istrinya sudah masuk lebih dulu.
"Di Asahan ada air terjun yang lebih tinggi, suatu hari aku akan mengajakmu kesana." Lanjutnya yang melihatku senang menikmati sejuknya air. Namun aku sungguh terkejut mendengar dia akan mengajakku main ke air terjun.
" Mas serius mau mengajakku main? janji ya?. " Ucapku berbinar sambil menggenggam tangannya memastikan.
Dia tak menolak sentuhan ku." Kamu bisa menagihnya jika waktunya libur."
" Horee..." Aku menghambur memeluknya karna bahagia. " Maaf." Ketika ku tersadar jadi seagresif ini. Tak apa bukan agresif sama suami sendiri?.
Mas Faris tak membalas pelukanku dan juga tak menolaknya, hanya tersenyum saat ku meminta maaf.
Akhir-akhir ini mas Faris lebih sering tersenyum.?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
khodijah lubis
bahagia aku bila bersamamu apa lgi d ajak jalan"
2021-11-30
0