Hubunganku dengan bunda makin akrab, dia mengunjungiku seminggu sekali setiap akhir pekan.Namun dia selalu datang sendirian tak pernah membawa teman.
Aku senang pastinya, punya ibu baru di tanah rantau. Begitupun bunda, dia mengaku senang bertemu dengan ku, mengusir kesepiannya karna anak semata wayang nya memilih hidup jauh, bekerja di perusahaan saudaranya di ibu kota, tak berminat mengurusi perkebunannya sendiri. Dan juga kedekatan kami membuat bunda mulai melupakan kepergian suami dan ibu mertua nya.
Hingga suatu hari bunda mengajakku jalan-jalan, aku izin tidak masuk kerja.
Ternyata bunda mengajakku mengunjungi perkebunan sayur yang luas, macam-macam sayur ada disini. Dan juga ada persawahan yang baru tanam, padinya baru mulai menghijau.
"Waw, ini luar biasa bund. Udaranya sejuk pemandangan nya bagus."Ucapku sumringah.Ku buka kaca mobil untuk menghirup dalam-dalam udara segar ini.
"Kamu suka sayang!"
"Suka bund,, tapi.."Ucapku menggantung.
"Tapi kenapa,,? " Mobil sudah berhenti di depan rumah besar berhalaman luas, Pasti yang punya orang kaya.
"Mengingatkan ku pada kampung halaman, di desa juga banyak sawah begini bund." Mukaku mulai sendu, rindu rumah. Meskipun dari kecil sudah pisah dengan orang tua karna hidup di pesantren, tapi tempatnya tak sejauh ini.
"Ya anggaplah rumah sendiri, disini juga ada bunda."Memelukku menenangkan, tak lupa senyum selalu menghiasi mukanya.
" Iya bunda." Aku tersenyum dan membalas pelukannya. Dan kamipun keluar dari mobil dan berjalan menuju rumah besar itu.
"Ini rumah bundakah?"
"Anggap aja begitu."
"Kok anggap aja lo. Iya atau bukan jawabannya itu." Aku cemberut mendapat jawaban tak pasti.
"Sebenarnya ini rumah mertua bunda mereka sangat sayang sama bunda, keluarga bunda semua ada di pulau jawa dan putraku pun memilih hidup disana ,jadi bunda sering menghabiskan waktu disini untuk cari teman. Sesekali kerumah untuk ngecek kebun yang memang dari dulu dipegang orang kepercayaan suami bunda." Jelas bunda.
"Kenapa anak bunda nggk mau mengurus kebun dan pabriknya sendiri? malah kerja ke orang lain?"
"Ingin cari pengalaman katanya. Suatu hari dia pasti pulang." Jawabnya yakin.
"Faris masih bujang lo." Lanjutnya menggoda ku.
"Emang kenapa kalo masih bujang ,Bun?" Tanyaku sok polos.
"Siapa tahu nak Hilya beneran ingin jadi anak bunda." Ucapnya tertawa.
"Li kamu bawa calon mantu kesini?" Tanya kakek-kakek yang baru keluar dari rumah saat kami sampai teras rumah. Membuatku malu dan salah tingkah.
Calon mantu apaan? kenal anaknya aja nggk.
"Kenalin kek,ini Hilya yang kemaren bantu Laili saat dompetku hilang." Bunda mencoba memperkenalkan. "Mau jadi mantu atau tidak dia aku anggap jadi anakku kek." Lanjutnya. Aku jadi tambah malu.
"Kamu cari enaknya Li, cari anak angkat udah besar." Ucap kakek sambil terkekeh pelan.
"Hilya kek." Aku memperkenalkan diri sambil menjabat tangan kakek dan mencium punggung tangan itu.
" Nama kakek Mario."
"Ya udah duduk dulu sayang, bunda ambilkan minum pasti kamu hauskan?"Bunda mempersilahkan aku duduk diruang tamu , saat sudah memasuki rumah besar itu.
Bunda meninggalkanku yang duduk druang tamu ditemani kakek.
"Rumah kakek rame ya? "Ku lihat sekeliling ada beberapa anak-anak bermain." Mereka cucu kakek".
"Ya anggap aja mereka cucu kakek."Raut mukanya berubah tak seceria tadi, namun tetap tersenyum.
"Maksudnya,?" Jawaban macam apa itu?
"Kakek cuma punya anak satu, suaminya Laili, dan Laili pun hanya punya anak satu. Apalagi kini anak dan istri kakek sudah berpulang lebih dulu,dan punya cucu satu nggk betah drumah, jadi kakek bawa anak-anak itu untuk mengusir sepi."Ceritanya . " Besok kamu kalo sudah nikah diprogram agar punya anak banyak." Kelakarnya mengakrabkan.
Aku jadi malu, dan canggung untuk menanggapinya.Hanya tersenyum kaku."Apaan sih, kek."
"Kakek dulu rada susah punya anak, 7 tahun pernikahan istri kakek baru hamil, entah apa masalahnya. Maklum zaman dulu belum secanggih sekarang ilmu kedokteran. Kalo menantuku si Laili memang punya masalah rahim, dua kali operasi tidak juga berhasil mengangkat semua penyakit nya, kambuh lagi-kambuh lagi, jadi sangat beresiko untuk hamil lagi"
"Emang sakit apa kek?" Tanya ku penasaran.
Kakek hanya tertawa kecil sambil mengibaskan tangannya. *L*upakanlah.Mungkin itu maksudnya.
"Kalo kamu punya saudara berapa nak." Malah mengalihkan pembicaraan saat bunda datang membawa minuman ringan dan beberapa buah.
Bikin aku makin penasaran bunda sakit apa.Tapi tak enak jika memaksa penjelasan. Penjelasan akan selalu datang diwaktu yang tepat bukan?
"Aku tiga bersaudara kek, anak terakhir kakakku lelaki semua."
"Enak ada kawan main lelaki semua lagi ,banyak yang jagain."Seloroh kakek.
"Bunda juga banyak saudara lo, 8 orang , bunda anak ke3." Sela bunda yang sudah duduk disampingku setelah menyiapkan minum dan buah. dan sambil mengupaskan jeruk untuk kakek.
" Oh ya. Rame dong." Antusiasku.
"Banget ,ya udah diminum dulu jus nya.Nanti mau ikut panen strawberry nggk?"
"Emang ada ,Bun?"Tanyaku sumringah.
"Habisin dulu minumnya, buahnya juga dimakan."Kakek yang memerintah.
Allahuakbar Allahuakbar
Astaghfirullah udah adzan magrib.Aku masih dimakan bunda mengenang masalalu bersama bunda. Hari mulai gelap aku berjalan tergesa untuk pulang, jalanan sepi sekali. Mendekati masjid desa baru ramai orang untuk beribadah.
Aku lihat mas Faris berlari ke arahku dengan wajah panik. A**da apa ya?
"Kamu kemana aja sih? ngapain aja? udah adzan nggk pulang. Kakek panik nanyain kamu terus." Cecarnya dengan suara tinggi saat sudah didepanku.
Kakek yang khawatir? mas nggk khawatir kah?
Namun yang pasti aku tak berani bertanya begitu.
"Maaf." Kulihat banyak orang yang belum masuk masjid melihat kearah kami, penasaran dengan teriakan mas Faris." Ya udah ayo pulang nggk enak dilihatin orang." Aku berjalan tak menghiraukannya yang mungkin masih marah.
Dia menarik tanganku dan menuntunnya menuju masjid yang lumayan besar itu.Aku hanya mengikutinya.
"Kita sholat jama'ah disini aja, bentar lagi iqomah. Kalo pulang ketinggalan jama'ah. "
Akhirnya aku sholat di masjid, menggunakan mukenah yang telah disediakan.
Usai sholat kami berjalan kaki beriringan untuk pulang kerumah kakek, tak ada yang berniat memulai percakapan. Aku sendiri berusaha menetralkan detak jantungku, karna keluar dari masjid mas Faris menggenggam tanganku erat sekali. Aku membiarkannya tak berniat melepas, hatiku menghangat meskipun jantungku jadi tak sehat.
Memasuki rumah semua sudah duduk melingkar di atas karpet ruang keluarga, ramai sekali. Rupanya kabar meriangnya kakek membuat banyak anak angkatnya yang sudah berkeluarga dan pindah dari sini datang berkunjung untuk menjenguk, jadi jika makan di meja makan kursinya tak akan muat, jadilah duduk lesehan diruang keluarga yang luas.
Bahkan Joni beserta istri dan Ilham serta Radit masih ada diantara kerumunan itu, turut menginap berarti.
Aku tak ikut makan lesehan diantara mereka, memilih menemani kakek yang duduk di sofa diruangan yang sama bersama mas Faris yang sudah melepas tanganku dan duduk disamping kakek.
"Kakek udah makan? Hilya suapin ya?." Tawarku.
Kakek hanya mengangguk menyetujui.Mukanya sudah tidak seceria dulu, senyumnya tak secerah dulu. Mas Faris yang duduk disamping kakek pindah untuk duduk dibawah.
Aku menyuapi bubur untuk kakek yang sudah disiapkan perawat yang mengurusnya, mas Faris datang menghampiri ku membawa piring yang sudah lengkap dengan nasi lauk dan juga sayur, diletakkannya di meja piring yang ia bawa.
"Ini makan sebelum kehabisan." Ya akau tahu disana banyak orang, mas Faris mengambilkan makan untukku takut nggk kebagian?yang benar saja.
"Mas sudah makan?"
"Aku makan bareng-bareng mereka." Dagunya menunjuk orang-orang yang mulai makan. Dan berlalu pergi meninggalkan aku dan kakek.
T**umben perhatian.
"Percaya sama kakek, Faris itu anak yang baik dia sayang sama kamu." Ku perhatikan mas Faris yang berlalu dan duduk diantara yang lain.
"Yang penting sekarang kakek makan yang banyak biar cepat sehat." Tak ingin membahas masalah keluargaku.
bersambung
jangan lupa vote like dan komen kawan, trimakasih.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments