Sore ini aku masih mengunci diri didalam kamar, sholat asar juga dalam kamar. Ku dengar suara mas Faris beberapa kali memanggil dari luar dan mencoba membuka pintu.Kunci masih ku gantung dipintu agar mas Faris tak bisa membuka dengan kunci cadangan, karna aku masih ingin sendiri menenangkan diri, tak ingin berbicara dan mengambil keputusan saat emosi, takut mengambil keputusan yang akan ku sesali nantinya.
Ku baringkan badan di tempat tidur, ingin tertidur sejenak agar ku mampu melupakan sakit hati ini, belum sempat mata mampu terpejam suara hp berdering memaksaku bangun. Ku ambil hp dari tas kecil ku, tertera nama ibu disana. Ah ibu menelpon disaat yang tidak tepat, atau malah sebaliknya? aku biarkan sejenak dering itu, ragu untuk mengangkat nya, aku takut membuat ibu sedih dan khawatir.
Tapi jika aku tak menerima panggilannya bukankah ibu akan lebih khawatir? okey aku putuskan untuk menggeser layar hijau nya. Ku tarik nafas perlahan agar bisa bicara secara normal.
"Hallo,assalamualaikum." Sapaku mencoba setenang mungkin.
"Waalaikum salam nduk, gimana kabarnya nduk? sehat to? kok lama angkat telfon nya?" Cerocos ibu saat mendengar suaraku.
"Mana dulu ni yang harus aku jawab?" Cemberut ku.
"Maaf, ibu khawatir , kamu sehatkan? semua baik-baik saja kan?" Benar apa kata orang, ibu adalah orang yang paling mengerti kita, memahami tanpa harus kita cerita, selalu mendapat firasat saat ada sesuatu dengan anak yang pernah dikandungnya.
Pertanyaan ibu membuat mataku kembali membasah, ingin ku ceritakan semua tapi aku tak ingin memperkeruh suasana. Ku jauhkan hp, tak ingin ibu mendengar beratnya desahan nafasku.
"Ibu aku baik-baik saja, tidak ada apa-apa. Aku baru selesai sholat ,bu .Jadi lama angkatnya." Mencoba memberi alasan.
" Ya Alhamdulillah kalo semua baik dan sehat." Suara ibu terdengar lebih rileks, tak secemas tadi.
"Ibu dan ayah gimana kabarnya? sehat juga kan?" Tanyaku balik.
"Kami baik nduk, Alhamdulillah."
"Abang jadi pulang Bu?"
"Katanya jadi nduk udah beli tiket katanya, tapi pertengahan ramadhan kesininya. La kamu pulang nggk nduk?"
"Ingin banget pulang Bu, kangen berat nie. Tapi aku belum bisa janji Bu, belum ngomong sama mas."
"Ya bicarain dulu nduk, namanya suami istri kalo ada apa-apa harus dibicarakan baik-baik dulu, komunikasi yang baik adalah kunci untuk membangun hubungan yang harmonis. Kalo memang suamimu sibuk nggk ngizinin kamu pulang juga nggk apa-apa, mungkin itu yang terbaik. Ingat sekarang kamu sudah jadi istri. Syurgamu ada pada ridho suamimu, jadi jangan buat dia murka."Nasehat ibu membuatku kembali terisak.
Bagaimana kalo suami yang tak pernah mau membangun komunikasi yang baik?
"Ibu, aku ingin pulang." Ucapku lirih menahan Isak tangis.
"Kenapa nduk? apa kalian ada masalah? bicarakan dulu baik-baik kalo ada masalah, nduk?"
"Nggk bu, aku hanya capek. Apakah ibu akan marah kalo aku berpisah ,bu? " Ku coba bicara sepelan mungkin, agar ibu tidak terkejut.
Aku mendengar desahan berat ibu.Ibu mana yang tak sakit ketika melihat anak yang dirawat dari kecil tak diperlakukan baik oleh orang lain?
"Tergantung nduk. Kamu tahukan ? perceraian itu bukan perkara yang diharamkan, tapi sangat dibenci oleh Allah.Kamu itu anak perempuan ibu dulu dan sekarang bahkan sampai esok hari, namun setelah nak Faris mengucap janji pernikahan itu ,tanggung jawab ibu sudah selesai, semua berpindah pada suamimu. Ibu sudah tak berhak mencampuri urusanmu."
"Namanya hidup berumah tangga pasti ada cobaan nya ndok,tidak mungkin bahagia terus, kalo masih bisa diperbaiki cobalah untuk memperbaiki, kalo masih bisa bertahan cobalah untuk bertahan. Namun jika kamu sudah tak mampu untuk memperbaiki dan juga sudah tak mampu untuk bertahan, dan kamu sudah menyerah, ibu akan meminta nak Faris untuk mengembalikanmu pada ibu, ibu masih sanggup mengurusmu." Jelas ibu tegas, meski suarany sedikit bergetar.
Tangisku kembali pecah mendengar penuturan ibu. Yah kalo masih mampu diperbaiki cobalah memperbaiki, jika tak mampu lagi mungkin menyerah adalah pilihan terbaik.
"Emang ada masalah apa nduk?"Tanya ibu lembut.
"Aku nggk bisa bicara disini ,bu.InsyaAllah nanti sebelum idul Fitri Hilya usahakan pulang Bu, cerita dirumah aja ya."
"Kamu masih ingat puisi yang dibacakan nak Faris saat hari pernikahanmu?" Tanya ibu mengingatkan moment bahagia itu.
Ya aku masih ingat dengan jelas puisi yang dibaca mas Faris saat resepsi pernikahan, saat itu kami disuruh naik kepentas untuk menyanyikan lagu, tapi aku maupun mas Faris tak ada yang pandai menyanyi, jadilah dia memilih membaca puisi.
Kasih
Tak ku janjikan jalan cinta kita mulus tanpa kerikil
Tak ku janjikan hatiku mengerti semua maumu
Tak ku janjikan waktu selamanya milik kita
Tak ku janjikan tak ada luka diantara kita
Namun
Jika kerikil itu mulai datang, biarkan cinta kita yang melaluinya
Jika hatiku mulai ragu, yakinkan aku dengan bisikan cintamu
Jika api cintaku mulai padam, hangatkan aku dengan pelukanmu
Jika waktu bukan milik kita, sebut aku selalu dalam doamu
Karna,
Cinta bukan berarti tanpa luka
Cinta bukan berarti tanpa beda rasa
Cinta bukan berarti waktu selamanya milik kita
Cinta bukan berarti tanpa amarah
Dan cinta butuh pengorbanan
Agar cinta selamanya milik kita
Ah dulu saat dia membaca puisi itu aku sangat bahagia,ternyata memang cinta butuh pengorbanan, namun kenapa harus hati yang menjadi korban?
"Halo ndok, kok malah diam? kamu tidur atau melamun?" Tanya ibu saat aku mengingat kenangan manis itu.
"Aku masih disini, Bu." Jawabku.
" Aku masih ingat sekali puisi itu Bu, ibu juga ingat?" Tanyaku?
"Bagaimana mungkin ibu lupa?kejadian pada pernikahan putri ibu?."
" Iya Bu, bagaimana mungkin lupa kejadian pada pernikahan yang aku harapkan hanya terjadi sekali seumur hidup ." Jawabku sudah tidak menangis lagi, biar aku bicarakan dengan mas Faris nanti mau dibawa kemana pernikahan ini.
" Selamat menyambut bulan ramadhan sayang, semoga bulan ramadhan ini membawa banyak kebahagiaan." Ibu mengingatkan ku tentang bulan penuh berkah yang harusnya kita lewati dengan bahagia dan syukur.
" Amien bu, ibu udah masak ? biasanya ibu sudah mulai masak untuk sahur sekalian, masak menu sepesial untuk menyambut sahur perdana." Aku ingat tradisi dirumah itu.
" Nggk , ibu cuma berdua sama ayah, jadi nggk mau masak aneh-aneh, ribet nggk ada yang bantuin habisin." Yang bisa aku tebak ibu lagi cemberut ini.
"Kalo kamu masak apa? masak sendiri atau pembantu yang masak?" Tahu sekali ibu ini kalo aku tak pandai memasak, suka masak hanya bantu-bantu aja, kalo suruh masak sendiri belum berani, takut tak ada yang mau makan.
"Aku tadi sudah belanja banyak bu, nanti masaknya barengan sama bibik." Jawabku tertawa kecil.
"Untuk sahur pertama buatkan makanan kesukaan suami,biar makin disayang." Ibu nie meledekku, aku pun tak tahu apa makanan kesukaan mas Faris, perasaan semuanya dimakan deh.
"Aman itu Bu..." Tak mungkin kan aku bilang tak tahu makanan kesukaan suami?
"Ya udah dulu ndok, ibu mau mandi udah sore nie."
"Iya bu, Hilya juga belum mandi."
"Assalamualaikum."
"Waalaikum salam."
Meskipun cuma ngobrol lewat hp, tetapi selalu mampu membuat hati lebih tenang. Itulah hebatnya seorang yang disebut IBU.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Yayoek Rahayu
yes
2021-07-11
1