Sudah hampir seminggu ini aku tinggal dirumah kakek.Mas Faris tak pernah datang atau menelfon untuk sekedar bertanya kabar. Aku yang biasanya tak terlalu kecanduan hp, kini kemanapun aku pergi hp selalu menemani, bahkan makan, masak, tilawah Al-Qur'an pun hp selalu disampingku. Selalu berharap ada panggilan atau sekedar pesan dari mas Faris.
Sedih sekali.Tapi juga gengsi untuk memulai memberi kabar atau menanyakannya. Sesakit hati nya aku, semarahnya aku, aku selalu berdoa dan berharap semua kan berlalu. Capek rasanya hidup berjauhan tanpa ada kepastian tujuan, tak nyenyak tidur , tak enak makan, selalu keingat dia.
Bagaikan anak remaja yang lagi jatuh cinta.Mau makan teringat dia, apakah mas Faris sudah makan? siapa yang menemaninya makan? apakah dia bangun sahur tidak kesiangan? namun ku tepis pemikiran itu. Mungkin dia lagi buka puasa bersama dengan teman SMA nya yang seksi itu, atau lagi jalan-jalan bersamanya. Nyatanya dia tak pernah menghubungiku.Selalu kecewa jika ku lihat hp yang selalu disampingku, tak pernah ada notifikasi dari aplikasi berwarna hijau itu, berulang kali pula aku membuka daftar kontak, ingin memanggil tapi selalu ku urungkan. Hanya menunggu.
Aku sering mengurung diri di kamar, menangis dalam kesendirian, ingin pulang. Pulang kerumah suami atau pun ingin pulang kerumah orang tua.
Ramadhan pertama menjadi seorang istri seharusnya aku dirumah menemani suami, membangunkannya dipagi hari, menyiapkan menu buka puasa dengan happy. Sholat tarawih berjamaah bersama. Aku ingin pulang tapi dia tak pernah meminta apalagi menjemput.
"Kakek mana bik?" Tanyaku saat waktu buka puasa tiba.
Ku lihat diruang makan hanya ada anak-anak dan asisten rumah tangga, kakek yang biasanya makan bersama tak nampak batang hidungnya.
"Kakek dikamarnya non, katanya pusing darah tingginya kambuh." Jawabnya.
Setelah meminum air hangat dan memakan kurma berjumlah ganjil aku pergi dari meja makan, ingin melihat keadaan kakek. Memang tiga hari ini kakek sering mengeluh sakit, tapi masih bisa berjalan kemushola atau sekedar sahur dan berbuka puasa bersama, meskipun berjalan dibantu dengan tongkat.
Aku sudah peringatkan untuk tidak usah ikut puasa ramadhan, tapi tetap aja ngeyel.
"Kakek sudah buka puasa?" Tanyaku.Ku lihat kakek hanya berbaring lemah di tempat tidurnya.
"Maaf kakek tadi batal puasanya, siang tadi kepala kakek pusing sekali jadi makan untuk minum obat." Jawabnya sedih, mungkin dia telah menyesal karna batal puasa.
" Iya nggk apalah kek, kalo kakek mau nggk puasa juga nggk apa-apa, nanti biar Hilya bayarin fidyah nya untuk ganti puasa. Kan dari kemaren Hilya sudah bilang kakek nggk usah puasa, untuk orang tua yang nggk kuat puasa kan ada keringanan kek." Ucapku mengingatkan.
"Meskipun tua kakek masih kuat puasa ." Jawabnya kuekeh. Selalu begitu kalo dinasehatin. Tak terima jika dibilang tak kuat puasa.
"Iya. tapi kan kek, kalo puasa malah membahayakan kesehatan kakek gimana? jadi sakit kan?" Ucapku merajuk.Susah ya nasehatin kakek-kakek, tapi maunya nasehat dia selalu didengar dan dituruti, merasa pandai sendiri.
"Nggk apa-apa , minum obat nanti juga sembuh." Jawabnya santai dengan tersenyum paksa,Menahan rasa sakit yang dideritanya.
"Ya udah, kakek udah makan ? udah minum obat? " Tanyaku.
"Udah . Kamu buka puasa sana trus sholat magrib." Malah mengusir ku.
"Ya udah kakek istirahat.Kakek kalo butuh sesuatu panggil Hilya ,ya." Akhirnya aku pamit untuk sholat magrib dan melanjutkan buka puasa ,makan nasi biar kenyang.
Pulang dari musholla aku makan.Ku lihat dokter yang biasa memeriksa kakek keluar dari kamar kakek, dan berbicara sebentar dengan perawat yang mengurus kakek.
Ku tinggalkan makanku yang masih setengah, ingin bertanya pada dokter tentang kesehatan kakek.
"Assalamualaikum dok, gimana keadaan kakek saya dok?" Tanyaku saat sudah sampai di ruang tamu tempat dokter tadi duduk.
"Waalaikum salam. Kamu cucunya ya? " Tanya dokter yang belum hafal wajahku. Lagian aku bertemu dengannya cuma sekali sih,waktu aku datang dengan mas Faris dan Joni saat kakek sakit, wajar dong kalo lupa.
"Iya dok.Aku istrinya mas Faris." Ku coba memperkenalkan diri dengan menangkupkan kedua tangan didepan dada.
"Owh, tapi kamu kesini sendiri? karna baru aku telfon Faris katanya dia dirumahnya." Tanyanya heran. kenapa pula dokter ini terfon mas Faris? mau mengabari kakek sakit?
"Iya dokter, aku menjenguk kakek sendirian. Maklum mas Faris sibuk banget." Jawabku memberi alasan.
"Iya ya..."Ucapnya sambil tertawa dan mengangguk perlahan.Dia paham ternyata dengan kesibukan mas Faris.
"Trus gimana keadaan kakek dok?" Tanyaku mengulangi pertanyaan yang diabaikan.
" Kakek hanya sedikit banyak pikiran.Jangan diajak bicara yang membuatnya berpikir berat, Usahakan beri kabar gembira agar selalu bahagia." Jelasnya.
"Tapi kakek nggk apa-apa kan?" Aku jadi khawatir. Atau jangan-jangan kakek memikirkan tentang aku dan mas Faris?
"Ya kakek nggk apa-apa.Namanya sudah tua penyakit sudah banyak, harus hati-hati makan ,dan juga hati-hati bicara dengan nya." Jelasnya sambil tersenyum.
"Ya udah kalo begitu, saya pamit dulu. Assalamualaikum." Pamit dokter sambil keluar rumah.
"Waalaikum salam." Jawab kami serempak.
Aku lanjutkan makan ku yang tertunda, setelah itu menemani kakek.
Usai makan aku masuk ke kamar kakek yang terbuka, ku lihat perawat menyelimuti kakek.
"Kakek sudah tidur, zah?" Tanyaku.
Ya nama perawat kakek adalah Hamzah,dia seumuran lah sama aku. Sebenarnya dia adalah salah satu anak asuh kakek yang memang kuliah jurusan kesehatan itu. Sebelum bekerja di rumah sakit dia memutuskan merawat orang yang dari kecil merawat, menyayangi dan menyekolahkannya. Dia sangat sabar dan telaten merawat kakek.
"Sudah non, kakek sudah istirahat setelah minum obat." Jawabnya sambil membereskan obat-obatan kakek dan menyimpannya dalam kotak obat.
"Ya udah aku permisi dulu non, mau siap-siap bentar lagi mau adzan isya." Pamitnya dan keluar dari kamar kakek, pintunya tetap dibiarkannya terbuka.
Bukankah dia juga anak angkat kakek? kenapa panggil aku nan non nan non, seakan-akan aku ini majikannya apa?
Aku mendekati kakek yang sedang tenang dalam tidurnya, tidak merasakan sakit seperti tadi.
"Kakek maafkan Hilya ya.Kakek nggk usah mikirin yang nggak-nggak, insyaallah Hilya dan mas Faris akan baik-baik saja, Hilya janji akan bertahan sebentar lagi seperti pesan kakek."Ucapku sedih.
Ku kecup punggung tangan tuanya yang sudah mengeriput, dan ku tinggalkan kakek biarkan kakek istirahat.
Aku berpindah ke kamar ku, bersiap-siap untuk sholat isya dan sholat tarawih di mushola dekat rumah kakek.
Sejak aku disini aku selalu sholat lima waktu ber jamaah dimushola itu.Toh juga dekat dan ramai dengan penghuni rumah kakek dan para tetangga sekitar. Meskipun tak seramai di masjid di tengah desa itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments