5 Patah Hati

Setelah sholat Dzuhur kami makan siang bersama, kakek juga sudah disuap dengan perawatnya dan meminum obat, dan sekarang tertidur istirahat.

Kami berkeliling menikmati udara sejuk desa ini, melihat pemandangan hijau yang terhampar. Kami berpisah ,Joni dan istrinya menikmati kebun strawberry, sedangkan Radit dan Ilham serta mas Faris membantu anak-anak panen sayur sawi dan kacang panjang.

Aku duduk di gubug tak jauh dari rumah kakek, memandang hamparan padi yang mulai menguning.

Kebun kakek lumayan luas, 1hektar untuk tanam padi, berssebelahan dengan sawah para warga, dan khusus untuk pekarangan rumah 2h,untuk halaman ,rumah dan beberapa kandang untuk ternak ayam, dan disebelah kiri dibangun musholla kecil, dan sebelah rumah utama rumah untuk anak-anak angkat dan para pekerja.

Perbatasan dengan pekarangan rumah ada kebun strawberry yang luas, dan seberang jalan kurang lebih 5h sebagai lahan untuk aneka sayur mayur, semua jenis sayur ada disini.

Melihat padi yang menguning mengingatkan ku pada masa lalu.

" Nak maafkan kami ya? padi ayah gagal panen musim ini tikus banyak sekali, tetangga juga banyak yang gagal bukan cuma kita." Ayah menjeda ucapannya, menaruh nafas berat sebelum kemudian melanjutkan.

"Ayah nggk bisa bayar biaya masuk kuliah kamu, untuk makan aj sekarang lagi susah. Kakakmu sudah menikah sudah punya tanggung jawab sendiri." Ucap ayah menjelaskan, jelas sekali kalo ayah merasa bersalah tak bisa membiayai kuliahku.

"Gpp yah, toh perempuan mau sekolah setinggi apapun tetap kembalinya kedapur, " Sebenarnya aku sangat kecewa, tapi mencoba menerima kenyataan. Mau dipaksa pun tak bisa kan?

"Maafkan ayah ya."

Orang tuaku sebenarnya orang Jawa tapi aku tinggal Pesisir Sumatra barat, hidup diantara orang Minang.

Tak lanjut kuliah aku mencari kegiatan menjadi pengajar di MDA kampung ,aku yang alumni pesantren bahagia mendapatkan kegiatan itu.

Dan sesekali aku juga ikut kesawah untuk jaga burung sebelum panen, atau sekedar mengirim makan siang untuk ayah atau tetangga yang membantu bekerja, sawah kami tak luas, namun kalo tidak gagal panen lebih dari cukup untuk sekedar biaya kebutuhan dan makan. Begitulah bertani.

Dan dari dulu aku tak pernah pacaran, memang hidup di pesantren dilarang pacaran bukan? banyak yang ku pelajari tentang bagaimana berhubungan dengan lawan jenis itu.

Namun saat aku mengajar , aku dekat dengan ustzd kampung, namanya Hanif. Dia baik ,tampan ,sopan, Sholeh, berpendidikan, ramah, pokoknya paket komplit untuk pendamping deh. Kami sering bersama sering bercanda sebelum atau setelah mengaji. Kami selama 6 bulan ini tiap hari ketemu. Cintaku kian bertambah karna sering bertemu, menggunung tinggi.

Bahkan ibu tahu kalo aku menaruh hati dengan ustadz muda itu. Dari dulu aku terbiasa menceritakan banyak hal pada ibu, ibu adalah tempat terbaik dan ternyaman untuk membagi cerita, tak takut bocor rahasia bila dibagi dengannya.Dan semua ibu selalu ingn yang terbaik untuk anak-anak nya.

"Sssalamualaikum, bisa mengganggu waktunya nggk." Setelah anak-anak pulang ustadz Hanif mendekatiku dengan sedikit gugup.

"Waalaikum salam. Bisa banget." bahagia itu sederhana bukan? hanya bisa bicara dengan orang yang kita sayang rasanya luarr biasa.

" Aku ingin tanya sesuatu."

" Silahkan , dengan senang hati aku akan menjawab jika bisa" Ku coba tertawa biar nggk nampak gugup.

Dia duduk di teras musholla, mungkin biar tak menjadi fitnah kalo didalam hanya berdua.Disini banyak orang lewat dijalan depan.

"Gini,,," Menggantung tak dilanjutkan, mungkin lagi meyakinkan mau bertanya atau nggk, nampak ragu dan gugup.

"Tanyalah, kayak sama siapa aja." Mencoba mencairkan suasana. Padahal jantungku berdetak tak karuan, dari gelagatnya seperti mau membahas hal serius. Jadi geer kan?.

Dia hanya tersenyum menanggapi, masih nampak ragu untuk bicara. Aku makin penasaran dan berdebar.

"Tapi aku malu." Senyumnya itu lo.

"Ya udah kalo nggk jadi aku pulang." Aku berdiri hendak pergi.Sebenarnya pengen tahu penasaran.

"Okey . Duduk dulu." Dia melihatku sekilas." Kamu kenal intan?"

Aku kecewa. kKnapa malah bahas intan coba??

"Pastilah, dia anak kampung sini cuma beda gang aja, ditambah dulu dia kakak kelasku di pesantren." Jawabku cepat.

"Menurut mu gimana orangnya?" Tanyanya sambil menunduk.

"Cantik. Emang kenapa dengan intan?"

Meskipun dia tak melihatku tapi aku tahu dia sedang tersenyum penuh makna.

"Maksud aku bagaiman sifat dia? Kamu kan dulu satu pesantren."

"Ya dia baik, pintar makanya belum ada dua tahun sudah hafal Qur'an, dan kemaren baru pulang."

Dia diam menunggu aku melanjutkan cerita. Aku malas. Kiraku mau bertanya serius tentang aku, ternyata?

Aku masih diam.

"Trus?." Masih menunggu.

"Apa yang ingin ustadz tahu? yang penting dia baik dan ramah banyak yang suka, tak pernah dapet masalah disekolah, selalu menjadi murid teladan. " Nggk kayak aku yang bahkan pernah diskors, dipulangkan seminggu.

"Apakah dia lagi dekat dengan seseorang? Atau mungkin pernah dekat?"

Pertanyaan apa itu? kenapa ustadz Hanif ingin tahu banyak tentang mbk intan? jangan-jangan? Banyak praduga yang muncul.

"Kalo dulu nggk ada setahuku, kalo sekarang mana aku tahu? aku udah lama nggk ketemu. Dan kami bukan best friend yang selalu saling menceritakan banyak hal." Karna memang kami nggk terlalu dekat.

"Menurutmu dia lagi dekat dengan seseorang nggk?"

"Kalo menurut ku sih nggk. Karna pondok Tahfiz yang dia tempati khusus perempuan dan sangat dibatasi menggunakan handphone."

"Makasih" Ucapnya sambil berdiri hendak pergi.

"Tunggu dulu. Ustadz belum jawab pertanyaan aku." Mencegahnya pergi.

"Apa? Prtanyaan yang mana?" Kembali duduk dan melihatku.

" Kenapa dengan intan? Apakah ada masalah dengan dia? atau?" Aku tak ingin memberi kesimpulan apapun. Menuntut penjelasan.

"Katamu intan baik dan cantik. Dan kalo tentang masalah aku tak tahu kan udah lama nggak ketemu." Jawabnya mengulang kata-kata ku sambil senyum menggoda.

Aku makin dongkol tau

"Maksud aku, kenapa ustadz ingin tahu banyak tentang dia? ustad suka ya?" Belum mendengar jawabannya aja udah sakit .

"Kalo iya gimana?"

"Aku cemburu." Jawabku sepontan tanpa sadar.

"Maksudmu?" Tanyanya benar-benar fokus menatapku.

"Nggk maksud aku,,," Gelagapan mencari alasan, malu banget.

"Apa?" Baru kali ini dia benar-benar memperhatikanku sedekat ini, membuatku makin salah tingkah. Karna dari tadi kalo nggk nunduk lihat jalan.

Dan biasanya juga sering ada anak-anak, belum pernah duduk berdua seperti ini.

"Maksud aku kalo ustadz memang benar-benar mencintai intan pasti akan banyak gadis yang cemburu dan sakit hati. Termasuk aku." Dengan suara yang melemah diakhir kata.

Yah dia memang baik kesemua orang. Hati wanita mana yang tak luluh jika diberi perhatian?

Dia malah tertawa mendengar jawaban ku.

"Ya sebenarnya lusa aku ingin melamar intan. Doain ya moga diterima."

Aku sudah menduganya, namun tetap sakit mendengarnya langsung,bagai ditindih batu besar. Sesak banget. Padahal diruangan terbuka, dan udara juga sejuk tanpa polusi.

"Amien.Ya udah aku duluan ya takut dicari ibuk." Pamitku.

Mataku rasanya panas, nafasku sesak. Aku berlari kerumah tak menghiraukan sapaan orang-orang dijalan. Aku tak ingin menangis dilihat banyak orang,meskipun air mata tak mau diajak kompromi, tetap aja meluncur jatuh.

Sesampai di rumah aku langsung masuk kamar,ibu yang lagi didapur hanya melihatku.Sampai kamar aku masuk dan metutup pintu, badanku langsung melorot menyandar dibalik pintu kamar. Tangisku pecah seketika. Ternyata begini rasanya patah hati? hatiku membujuk untuk ikhlas, namun mata tak mau berhenti menangis, nafaspun masih terasa sesak. sakit.

Aku dari dulu tak pernah dekat dengan lelaki lain ,selain kakak dan ayah. Dari dulu aku selalu membujuk diri untuk fokus belajar dan belajar. Bila saatnya tiba Allah akan mempertemukan jodohku. Cukup selalu perbaiki diri dan memantaskan untuk menyambut waktu itu.

Saat ayah mengatakan aku tak bisa lanjut kuliah aku mulai melupakan mimpi memasuki universitas impian.Tanpa diminta malah beralih untuk memikirkan tentang mengakhiri kesendirian ,yah yang pasti karna mulai akrab dengan ustadz Hanif.

Namun kini? ternyata perasaan ku bertepuk sebelah tangan. Aku pikir kebaikaannya perhatiannya selama ini karna dia juga punya rasa denganku. Ternyata aku salah memaknai kebaikannya.

*A*ku tak akan menang bersaing dengan intan, dilihat dari sisi manapun dia jelas lebih baik dariku.

Terpopuler

Comments

Yayoek Rahayu

Yayoek Rahayu

sedih

2021-07-10

1

lihat semua
Episodes
1 Sakit Hati
2 2. Jamaah Magrib
3 3. Lamaran
4 4 OTW
5 5 Patah Hati
6 6 Bertemu Bunda
7 Makan Malam
8 Bangun Pagi
9 Waktunya Pulang
10 Kamu Menyesal Menikahiku?
11 Dapat Teman Baru
12 Kemana Mas Faris?
13 Menyambut Bulan Ramadhan
14 Apakah Aku Harus Menyerah
15 Petuah Ibu
16 Bicara Dari Hati ke Hati
17 Berpisah?
18 Kerumah Kakek
19 Benarkah Dia Sayang Aku?
20 Kakek Sakit
21 Kangen Bunda?
22 Ke Rumah Sakit
23 Apakah Dosa Cemburu Sama Suami Sendiri
24 Pernikahan Ilham
25 Kakek Kambuh lagi
26 Selamat Jalan Kakek
27 Pemakaman
28 Pulang
29 Mudik Lebaran
30 Sahur Bersama Keluarga
31 Masak-masak
32 Dia Datang?
33 Nasehat Abang
34 Sholat Berjamaah
35 Makan Bakso
36 Ketemu Intan
37 Iedul Fitri
38 Hadiah Pertama
39 Silaturahmi
40 Dirumah Nenek
41 Cerita Masa Lalu
42 Janji
43 Mas Faris Tak Sadar
44 Aktifitas Pagi
45 Jalan-Jalan
46 Pantai
47 Menginap Di Hotel
48 Marah Atau Cemburu?
49 Malam Pertama?
50 Permintaan Mas Faris
51 Mengulang
52 Pulang
53 Cinta Pertama
54 Rekreasi
55 Ada Apa Dengan Hamzah?
56 Sakit
57 Guru Ngaji Pengganti
58 Duda?
59 Hanifa Dan Hamzah
60 Hamil?
61 Kenapa Ke Kamar Mandi?
62 Masa Lalu Radit
63 Pernikahan Seminggu
64 Masak Berdua
65 Makan Siang Sendiri
66 Rencana Lamaran Hamzah
67 Menyambut Suami Pulang
68 Harapan
69 Masih Ragu
70 Tak Diajak
71 Ada Masalah Pekerjaan
72 Belajar Memasak
73 Bunga
74 Pesan Makanan
75 Penolakan
76 Positif Yang Meragukan
77 Pergi Kerumah Sakit
78 Periksa Kandungan
79 Dokter Arini
80 Poligami
81 Salam Rindu Ibu
82 Guru Terbaik
83 Ikan Gurame
84 Parfum Vs mas Faris
85 Persiapan
86 Hati Tak Bisa Dipaksa
87 Berangkat
88 Panas
89 Kebersamaan Diakhir Pekan
90 Ke Pantai
91 Oom Yusuf
92 Mempersiapkan Kebutuhan Bayi
93 Belanja
94 Persiapan Hanifa
95 Belanja Berdua
96 Baju Baru
97 Sah
98 Terpisah
99 Pasal Honeymoon
100 Liburan
101 Pulau Samosir
102 Rima
103 Rima 2
104 Berwisata
105 Takut Yang Tak Beralasan
106 Sampai Rumah
107 Rencana-Rencana
108 Bangun Malam
109 Tanda -Tanda Lahiran
110 Proses Yang Melelahkan
111 Pembukaan
112 Aydan Alzam Amani
113 Selamat Datang Aydan
114 Main Bersama
115 Rindu
116 Mandi Pagi
117 Annyversary
118 Ada Penghianat
119 Menikmati Kue
120 Siapa Afnan?
121 Abang Siapa?
122 Curhatan Afnan
123 Afnan Dan Abang Za
124 Kecewa
125 Timezone
126 Afnan Kembali Kecewa
127 Afnan Kembali Kecewa
128 Harapan Dan Kenyataan
129 Kebersamaan Yang Canggung
130 Jalan Ekstrim
131 Prediksi
132 Obat Mujarab
133 Berharap Punya Anak Banyak
134 Lelahnya Afnan
135 Kid Zaman Now
136 Waterpark
137 Kebersamaan Terakhir.
138 Butuh Penjelasan
139 Semua Mencariku?
140 Waktunya Pindah
141 Main Ke Mall
142 Jodoh Afnan
143 Sindiran Telak
144 Debat
145 Rahasia Hati
146 Keadaan Afnan
147 Sakit Afnan 1
148 Hati Hamzah
149 Sakit Afnan 2
150 Baru Calon
151 Gagal
152 Sakit kok Ngajak Begadang?
153 Salah Kamar?
154 Kecewa Lagi
155 Makan Pagi Bersama
156 Kebersamaan
157 Tempat Tinggal Baru
158 Malam Panjang
159 Lamaran
160 Lamaran 2
161 Syarat Dari Calmer
162 Pilih Rumah
163 Ijab Kabul
164 Sah
165 Resepsi
166 Mandi Berdua
167 Takdir Allah
168 Kesabaran Aydan
169 Faris Sadar (Ending)
Episodes

Updated 169 Episodes

1
Sakit Hati
2
2. Jamaah Magrib
3
3. Lamaran
4
4 OTW
5
5 Patah Hati
6
6 Bertemu Bunda
7
Makan Malam
8
Bangun Pagi
9
Waktunya Pulang
10
Kamu Menyesal Menikahiku?
11
Dapat Teman Baru
12
Kemana Mas Faris?
13
Menyambut Bulan Ramadhan
14
Apakah Aku Harus Menyerah
15
Petuah Ibu
16
Bicara Dari Hati ke Hati
17
Berpisah?
18
Kerumah Kakek
19
Benarkah Dia Sayang Aku?
20
Kakek Sakit
21
Kangen Bunda?
22
Ke Rumah Sakit
23
Apakah Dosa Cemburu Sama Suami Sendiri
24
Pernikahan Ilham
25
Kakek Kambuh lagi
26
Selamat Jalan Kakek
27
Pemakaman
28
Pulang
29
Mudik Lebaran
30
Sahur Bersama Keluarga
31
Masak-masak
32
Dia Datang?
33
Nasehat Abang
34
Sholat Berjamaah
35
Makan Bakso
36
Ketemu Intan
37
Iedul Fitri
38
Hadiah Pertama
39
Silaturahmi
40
Dirumah Nenek
41
Cerita Masa Lalu
42
Janji
43
Mas Faris Tak Sadar
44
Aktifitas Pagi
45
Jalan-Jalan
46
Pantai
47
Menginap Di Hotel
48
Marah Atau Cemburu?
49
Malam Pertama?
50
Permintaan Mas Faris
51
Mengulang
52
Pulang
53
Cinta Pertama
54
Rekreasi
55
Ada Apa Dengan Hamzah?
56
Sakit
57
Guru Ngaji Pengganti
58
Duda?
59
Hanifa Dan Hamzah
60
Hamil?
61
Kenapa Ke Kamar Mandi?
62
Masa Lalu Radit
63
Pernikahan Seminggu
64
Masak Berdua
65
Makan Siang Sendiri
66
Rencana Lamaran Hamzah
67
Menyambut Suami Pulang
68
Harapan
69
Masih Ragu
70
Tak Diajak
71
Ada Masalah Pekerjaan
72
Belajar Memasak
73
Bunga
74
Pesan Makanan
75
Penolakan
76
Positif Yang Meragukan
77
Pergi Kerumah Sakit
78
Periksa Kandungan
79
Dokter Arini
80
Poligami
81
Salam Rindu Ibu
82
Guru Terbaik
83
Ikan Gurame
84
Parfum Vs mas Faris
85
Persiapan
86
Hati Tak Bisa Dipaksa
87
Berangkat
88
Panas
89
Kebersamaan Diakhir Pekan
90
Ke Pantai
91
Oom Yusuf
92
Mempersiapkan Kebutuhan Bayi
93
Belanja
94
Persiapan Hanifa
95
Belanja Berdua
96
Baju Baru
97
Sah
98
Terpisah
99
Pasal Honeymoon
100
Liburan
101
Pulau Samosir
102
Rima
103
Rima 2
104
Berwisata
105
Takut Yang Tak Beralasan
106
Sampai Rumah
107
Rencana-Rencana
108
Bangun Malam
109
Tanda -Tanda Lahiran
110
Proses Yang Melelahkan
111
Pembukaan
112
Aydan Alzam Amani
113
Selamat Datang Aydan
114
Main Bersama
115
Rindu
116
Mandi Pagi
117
Annyversary
118
Ada Penghianat
119
Menikmati Kue
120
Siapa Afnan?
121
Abang Siapa?
122
Curhatan Afnan
123
Afnan Dan Abang Za
124
Kecewa
125
Timezone
126
Afnan Kembali Kecewa
127
Afnan Kembali Kecewa
128
Harapan Dan Kenyataan
129
Kebersamaan Yang Canggung
130
Jalan Ekstrim
131
Prediksi
132
Obat Mujarab
133
Berharap Punya Anak Banyak
134
Lelahnya Afnan
135
Kid Zaman Now
136
Waterpark
137
Kebersamaan Terakhir.
138
Butuh Penjelasan
139
Semua Mencariku?
140
Waktunya Pindah
141
Main Ke Mall
142
Jodoh Afnan
143
Sindiran Telak
144
Debat
145
Rahasia Hati
146
Keadaan Afnan
147
Sakit Afnan 1
148
Hati Hamzah
149
Sakit Afnan 2
150
Baru Calon
151
Gagal
152
Sakit kok Ngajak Begadang?
153
Salah Kamar?
154
Kecewa Lagi
155
Makan Pagi Bersama
156
Kebersamaan
157
Tempat Tinggal Baru
158
Malam Panjang
159
Lamaran
160
Lamaran 2
161
Syarat Dari Calmer
162
Pilih Rumah
163
Ijab Kabul
164
Sah
165
Resepsi
166
Mandi Berdua
167
Takdir Allah
168
Kesabaran Aydan
169
Faris Sadar (Ending)

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!