Setelah sholat Dzuhur kami makan siang bersama, kakek juga sudah disuap dengan perawatnya dan meminum obat, dan sekarang tertidur istirahat.
Kami berkeliling menikmati udara sejuk desa ini, melihat pemandangan hijau yang terhampar. Kami berpisah ,Joni dan istrinya menikmati kebun strawberry, sedangkan Radit dan Ilham serta mas Faris membantu anak-anak panen sayur sawi dan kacang panjang.
Aku duduk di gubug tak jauh dari rumah kakek, memandang hamparan padi yang mulai menguning.
Kebun kakek lumayan luas, 1hektar untuk tanam padi, berssebelahan dengan sawah para warga, dan khusus untuk pekarangan rumah 2h,untuk halaman ,rumah dan beberapa kandang untuk ternak ayam, dan disebelah kiri dibangun musholla kecil, dan sebelah rumah utama rumah untuk anak-anak angkat dan para pekerja.
Perbatasan dengan pekarangan rumah ada kebun strawberry yang luas, dan seberang jalan kurang lebih 5h sebagai lahan untuk aneka sayur mayur, semua jenis sayur ada disini.
Melihat padi yang menguning mengingatkan ku pada masa lalu.
" Nak maafkan kami ya? padi ayah gagal panen musim ini tikus banyak sekali, tetangga juga banyak yang gagal bukan cuma kita." Ayah menjeda ucapannya, menaruh nafas berat sebelum kemudian melanjutkan.
"Ayah nggk bisa bayar biaya masuk kuliah kamu, untuk makan aj sekarang lagi susah. Kakakmu sudah menikah sudah punya tanggung jawab sendiri." Ucap ayah menjelaskan, jelas sekali kalo ayah merasa bersalah tak bisa membiayai kuliahku.
"Gpp yah, toh perempuan mau sekolah setinggi apapun tetap kembalinya kedapur, " Sebenarnya aku sangat kecewa, tapi mencoba menerima kenyataan. Mau dipaksa pun tak bisa kan?
"Maafkan ayah ya."
Orang tuaku sebenarnya orang Jawa tapi aku tinggal Pesisir Sumatra barat, hidup diantara orang Minang.
Tak lanjut kuliah aku mencari kegiatan menjadi pengajar di MDA kampung ,aku yang alumni pesantren bahagia mendapatkan kegiatan itu.
Dan sesekali aku juga ikut kesawah untuk jaga burung sebelum panen, atau sekedar mengirim makan siang untuk ayah atau tetangga yang membantu bekerja, sawah kami tak luas, namun kalo tidak gagal panen lebih dari cukup untuk sekedar biaya kebutuhan dan makan. Begitulah bertani.
Dan dari dulu aku tak pernah pacaran, memang hidup di pesantren dilarang pacaran bukan? banyak yang ku pelajari tentang bagaimana berhubungan dengan lawan jenis itu.
Namun saat aku mengajar , aku dekat dengan ustzd kampung, namanya Hanif. Dia baik ,tampan ,sopan, Sholeh, berpendidikan, ramah, pokoknya paket komplit untuk pendamping deh. Kami sering bersama sering bercanda sebelum atau setelah mengaji. Kami selama 6 bulan ini tiap hari ketemu. Cintaku kian bertambah karna sering bertemu, menggunung tinggi.
Bahkan ibu tahu kalo aku menaruh hati dengan ustadz muda itu. Dari dulu aku terbiasa menceritakan banyak hal pada ibu, ibu adalah tempat terbaik dan ternyaman untuk membagi cerita, tak takut bocor rahasia bila dibagi dengannya.Dan semua ibu selalu ingn yang terbaik untuk anak-anak nya.
"Sssalamualaikum, bisa mengganggu waktunya nggk." Setelah anak-anak pulang ustadz Hanif mendekatiku dengan sedikit gugup.
"Waalaikum salam. Bisa banget." bahagia itu sederhana bukan? hanya bisa bicara dengan orang yang kita sayang rasanya luarr biasa.
" Aku ingin tanya sesuatu."
" Silahkan , dengan senang hati aku akan menjawab jika bisa" Ku coba tertawa biar nggk nampak gugup.
Dia duduk di teras musholla, mungkin biar tak menjadi fitnah kalo didalam hanya berdua.Disini banyak orang lewat dijalan depan.
"Gini,,," Menggantung tak dilanjutkan, mungkin lagi meyakinkan mau bertanya atau nggk, nampak ragu dan gugup.
"Tanyalah, kayak sama siapa aja." Mencoba mencairkan suasana. Padahal jantungku berdetak tak karuan, dari gelagatnya seperti mau membahas hal serius. Jadi geer kan?.
Dia hanya tersenyum menanggapi, masih nampak ragu untuk bicara. Aku makin penasaran dan berdebar.
"Tapi aku malu." Senyumnya itu lo.
"Ya udah kalo nggk jadi aku pulang." Aku berdiri hendak pergi.Sebenarnya pengen tahu penasaran.
"Okey . Duduk dulu." Dia melihatku sekilas." Kamu kenal intan?"
Aku kecewa. kKnapa malah bahas intan coba??
"Pastilah, dia anak kampung sini cuma beda gang aja, ditambah dulu dia kakak kelasku di pesantren." Jawabku cepat.
"Menurut mu gimana orangnya?" Tanyanya sambil menunduk.
"Cantik. Emang kenapa dengan intan?"
Meskipun dia tak melihatku tapi aku tahu dia sedang tersenyum penuh makna.
"Maksud aku bagaiman sifat dia? Kamu kan dulu satu pesantren."
"Ya dia baik, pintar makanya belum ada dua tahun sudah hafal Qur'an, dan kemaren baru pulang."
Dia diam menunggu aku melanjutkan cerita. Aku malas. Kiraku mau bertanya serius tentang aku, ternyata?
Aku masih diam.
"Trus?." Masih menunggu.
"Apa yang ingin ustadz tahu? yang penting dia baik dan ramah banyak yang suka, tak pernah dapet masalah disekolah, selalu menjadi murid teladan. " Nggk kayak aku yang bahkan pernah diskors, dipulangkan seminggu.
"Apakah dia lagi dekat dengan seseorang? Atau mungkin pernah dekat?"
Pertanyaan apa itu? kenapa ustadz Hanif ingin tahu banyak tentang mbk intan? jangan-jangan? Banyak praduga yang muncul.
"Kalo dulu nggk ada setahuku, kalo sekarang mana aku tahu? aku udah lama nggk ketemu. Dan kami bukan best friend yang selalu saling menceritakan banyak hal." Karna memang kami nggk terlalu dekat.
"Menurutmu dia lagi dekat dengan seseorang nggk?"
"Kalo menurut ku sih nggk. Karna pondok Tahfiz yang dia tempati khusus perempuan dan sangat dibatasi menggunakan handphone."
"Makasih" Ucapnya sambil berdiri hendak pergi.
"Tunggu dulu. Ustadz belum jawab pertanyaan aku." Mencegahnya pergi.
"Apa? Prtanyaan yang mana?" Kembali duduk dan melihatku.
" Kenapa dengan intan? Apakah ada masalah dengan dia? atau?" Aku tak ingin memberi kesimpulan apapun. Menuntut penjelasan.
"Katamu intan baik dan cantik. Dan kalo tentang masalah aku tak tahu kan udah lama nggak ketemu." Jawabnya mengulang kata-kata ku sambil senyum menggoda.
Aku makin dongkol tau
"Maksud aku, kenapa ustadz ingin tahu banyak tentang dia? ustad suka ya?" Belum mendengar jawabannya aja udah sakit .
"Kalo iya gimana?"
"Aku cemburu." Jawabku sepontan tanpa sadar.
"Maksudmu?" Tanyanya benar-benar fokus menatapku.
"Nggk maksud aku,,," Gelagapan mencari alasan, malu banget.
"Apa?" Baru kali ini dia benar-benar memperhatikanku sedekat ini, membuatku makin salah tingkah. Karna dari tadi kalo nggk nunduk lihat jalan.
Dan biasanya juga sering ada anak-anak, belum pernah duduk berdua seperti ini.
"Maksud aku kalo ustadz memang benar-benar mencintai intan pasti akan banyak gadis yang cemburu dan sakit hati. Termasuk aku." Dengan suara yang melemah diakhir kata.
Yah dia memang baik kesemua orang. Hati wanita mana yang tak luluh jika diberi perhatian?
Dia malah tertawa mendengar jawaban ku.
"Ya sebenarnya lusa aku ingin melamar intan. Doain ya moga diterima."
Aku sudah menduganya, namun tetap sakit mendengarnya langsung,bagai ditindih batu besar. Sesak banget. Padahal diruangan terbuka, dan udara juga sejuk tanpa polusi.
"Amien.Ya udah aku duluan ya takut dicari ibuk." Pamitku.
Mataku rasanya panas, nafasku sesak. Aku berlari kerumah tak menghiraukan sapaan orang-orang dijalan. Aku tak ingin menangis dilihat banyak orang,meskipun air mata tak mau diajak kompromi, tetap aja meluncur jatuh.
Sesampai di rumah aku langsung masuk kamar,ibu yang lagi didapur hanya melihatku.Sampai kamar aku masuk dan metutup pintu, badanku langsung melorot menyandar dibalik pintu kamar. Tangisku pecah seketika. Ternyata begini rasanya patah hati? hatiku membujuk untuk ikhlas, namun mata tak mau berhenti menangis, nafaspun masih terasa sesak. sakit.
Aku dari dulu tak pernah dekat dengan lelaki lain ,selain kakak dan ayah. Dari dulu aku selalu membujuk diri untuk fokus belajar dan belajar. Bila saatnya tiba Allah akan mempertemukan jodohku. Cukup selalu perbaiki diri dan memantaskan untuk menyambut waktu itu.
Saat ayah mengatakan aku tak bisa lanjut kuliah aku mulai melupakan mimpi memasuki universitas impian.Tanpa diminta malah beralih untuk memikirkan tentang mengakhiri kesendirian ,yah yang pasti karna mulai akrab dengan ustadz Hanif.
Namun kini? ternyata perasaan ku bertepuk sebelah tangan. Aku pikir kebaikaannya perhatiannya selama ini karna dia juga punya rasa denganku. Ternyata aku salah memaknai kebaikannya.
*A*ku tak akan menang bersaing dengan intan, dilihat dari sisi manapun dia jelas lebih baik dariku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 169 Episodes
Comments
Yayoek Rahayu
sedih
2021-07-10
1