Setelah mandi, Nagato pergi menuju kamar, dia memakai pakaian putih yang disediakan penginapan kemudian berbaring di kamarnya.
"Sekte Pemuja Iblis, bagaimana mereka melakukan hal yang begitu kejam!" batin Nagato sambil memejamkan matanya, kemudian dia mengingat wajah bengis Kazan dan Petinggi Disaster, mengingat semua itu membuat tubuh Nagato gemetar.
"Ibu merupakan anak dari Raja Azbec, jadi mereka berniat menghabisiku karena aku juga memiliki darah keturunan Kerajaan Azbec di dalam tubuhku ini!" gumam Nagato pelan sambil menutup matanya.
"Nagato, apa kamu sudah selesai mandi?" Litha memasuki kamar Nagato dan duduk disamping kasur Nagato.
Nagato menggumam pelan sambil berusaha bangkit dari tempat tidurnya.
"Apa itu pedang mu?" Litha menunjuk pedang milik Nagato yang merupakan pedang pemberian Pandu.
"Ya .. itu pedangku pemberian dari seseorang yang berharga bagiku!" ucap Nagato dengan tenang, dia melihat gadis kecil yang disampingnya sudah terlihat ceria dibanding ketika pertama kali bertemu.
"Maaf ..aku menanyakan hal yang membuatmu mengingat masa lalu." suara Litha terdengar lembut dan penuh pengertian ditelinga Nagato.
"Tidak apa, bagaimanapun juga aku harus tetap melangkah maju walau sesakit apapun itu, jadi kamu juga Litha, kamu di dunia ini tidak sendiri!" Nagato dudul disamping Litha dan menatap rambut halus Litha yang melingkar ditelinganya.
"Y-Ya." bibir Litha gemetar ketika ingin menjawab perkataan Nagato, dia tersipu malu karena Nagato menatap dirinya. Tidak lama ketika mereka berdua sedang mengobrol muncul Chiaki yang sedang menarik tangan Chaika menuju kamar Nagato.
"Kalian berdua meninggalkan kami!" ucap Chiaki dengan keras, gadis kecil yang satu ini terlihat begitu enerjik dibanding dengan adiknya yang sangat pemalu.
"Kakak, ta-tanganku sakit jadi jangan menarikku!" teriak Chaika yang meringis kesakitan karena Chiaki menarik tangannya dengan begitu keras.
Nagato bingung dengan situasi yang dihadapinya, karena ini pertama kalinya dia mempunyai teman sebaya kemudian kedua gadis kembar itu duduk di kasur yang ditiduri Nagato, Chiaki melompat ke kasur sambil tertawa riang dia memeluk guling yang baru digunakan Nagato.
"Apa - apaan anak ini!" batin Nagato melihat aksi Chiaki.
"Kakak, ja-jangan melakukan hal yang me-memalukan." Chaika menegur kakanya dengan terbata - bata, gadis yang satu ini terlihat begitu pemalu.
"Hehe ...maaf adikku ini sangat pemalu." Chiaki kemudian duduk disamping adiknya sambil mengusap rambut Chaika.
"Dan kamu tidak tahu malu!" batin Nagato menggelengkan kepalanya melihat Chiaki.
Tak lama Chiaki bercerita bahwa ketika dia berada di ibu kota dia bertemu dengan anak dari Kaisar Hizen. Nagato hanya mendengarkan gadis kecil itu bercerita walau tidak tertarik dengan cerita tersebut.
"Chiaki ..Chaika ..waktunya makan malam nak!" suara Haru terdengar lembut penuh kasih sayang memanggil Chiaki dan Chaika.
"Iya bunda." jawab Chiaki dengan keras, kemudian kedua gadis kecil itu keluar kamar dan berlari ke ruang makan yang disediakan penginapan.
"Mereka sepertinya terlalu bersemangat?" Litha menatap Chikai dan Chaika yang telah pergi mata gadis kecil itu berkaca - kaca.
Nagato memperhatikan Litha, hatinya terasa sakit karena mengingat orang tuanya yang telah tiada tapi mau bagaimana lagi, dunia ini memang tempat yang keras, mau tidak mau, suka tidak suka, harus tetap dijalani walau semua itu terasa menyakitkan.
Nagato memegang tangan Litha dan memalingkam wajahnya kesamping kemudian dia menyentuh kedua pipi Litha.
"Nagato, aku belum siap?" Litha menatap Nagato yang terlihat hendak menciumnya.
"Ayo kita pergi keruang makan." Nagato melepas tangannya dari pipi Litha walaupun malu Nagato kembali memegang tangan Litha kemudian dia tersenyum tipis ke arahnya dan menarik tangan gadis itu dengan lembut menuju ruang makan.
"Eh ..Nagato ...tunggu?" Litha mengusap matanya dan tersenyum karena Nagato memegang tangannya, Litha juga membalas genggaman tangan Nagato.
Setelah sampai diruang makan, mereka berdua berdiri disamping Chiaki dan Chaika, Litha tersipu malu karena Nagato masih memegang tangannya, sedangkan Nagato masih berdiri dan tidak peduli dengan orang yang melihatnya.
"Kalian sepertinya terlihat dekat?" Chiaki menatap Litha dan tersenyum.
Litha melepaskan tangannya yang digenggam Nagato, kemudian gadis kecil itu menunduk melihat lantai wajahnya memerah.
"Kamu kenapa? Tidak usah malu, ayo duduk." Nagato kembali mengusap rambut Litha dengan lembut kemudian menyuruh gadis kecil itu untuk duduk disampingnya.
Di meja makan banyak makanan yang terlihat begitu lezat disitu ada ayam panggan khas kota semara inda, daging asam pedas, sup kepala ikan dan tentunya ditambah dengan nasi putih yang hangat, sedangkan minumannya air putih, teh hangat dan susu.
"Ayo dimakan jangan malu - malu." Shugo sedang mengambil nasi putih dan menawarkan kepada yang lainnya agar segera makan setelah mengambil makanan yang mereka suka Nagato dsn yang lainnya menyantap hidangan yang telah disajikan dengan lahap.
"Ayam panggang ini rasanya enak?" ucap Chiaki yang sedang memakan ayam panggang dengan lahap.
Litha mencicipi sup kepala ikan, setelah itu Litha menuangkan air sup itu diatas nasi kemudian dia memakannya dengan daging ayam panggang.
Sedangkan Nagato memakan makanan dengan tenang, pemuda itu mencoba semua makanan yang ada didepannya sambil mencoleknya dengan sambal pedas kemudian dia meminum air putih, setelah merasa kenyang Nagato meminum susu.
"Rasa pedas membuat lidahku lebih hidup!" batin Nagato sambil menahan rasa pedasnya.
Setelah selesai makan, Kakek Hyogoro mengobrol dengan Shugo, sedangkan Haru sedang mengobrol dengan Kuina dan Serlin.
Litha kembali ke kamar bersama kedua gadis kembar itu, mereka bertiga memasuki kamar yang ditiduri Nagato.
Nagato melihat mereka bertiga sedang asyik mengobrol, kemudian dia masuk kedalam kamar yang ada disebelah karena dirinya tidak terlalu suka dengan keributan.
"Pedang ayah?" Nagato mengingat pedangnya masih dikamar sebelah.
Kemudian Nagato memasuki kamar sebelah untuk mengambil pedangnya dan kembali lagi dengan cepat.
Setelah menaruh pedangnya di atas meja yang ada di kamar penginapan, Nagato duduk di kasur, setelah beberapa saat kemudian dia membaringkan tubuhnya.
Shugo menawarkan kepada Kakek Hyogoro untuk mengantarkan mereka hingga sampai di kediaman Bangsawan Kita yang berada di wilayah Klan Kitakaze yaitu Kota Mikawa karena Shugo khawatir jika ada orang yang meningcar nyawa keluarganya kembali. Kakek Hyogoro hanya mengangguk setuju lagi pula tempat yang mereka tuju juga sama.
Keesokan harinya Shugo membeli kereta kuda seharga enam puluh keping emas suci untuk melanjutkan perjalanan, dia berniat menyewa kusir kuda namun Kakek Hyogoro menawarkan diri menjadi kusir kuda, sehingga Shugo tidak jadi menyewa kusir kuda tersebut.
Kakek Hyogoro mencoba untuk menjadi kusir kuda, kemudian mereka kembali ke penginapan untuk sarapan pagi dan membeli beberapa makanan dan roti untuk diperjalanan nanti.
"Lebih mudah dari yang kukira!" gumam Kakek Hyogoro yang sedang menjadi kusir kuda dan mengendarai kereta kuda.
"Maaf ...aku jadi merepotkan kakek!" ucap Shugo sambil menggaruk kepalanya karena merasa tidak enak menyuruh orang yang telah menyelamatkannya menjadi kusir kuda.
Walau dia seorang Kepala Keluarga Bangsawan Kita sifatnya ramah dan mudah bergaul dengan rakyat biasa.
"Santai saja, lagi pula aku menikmatinya!" ucap Kakek Hyogoro sambil tersenyum lebar karena dirinya juga menikmati apa yang sedang dia lakukan ini.
Setelah sampai di penginapan cemara indah, mereka turun untuk sarapan pagi, sedangkan Shugo pergi ke toko roti dan mendatangi beberapa orang yang sudah berjualan di pinggir jalan untuk membeli bekal persediaan makanan.
Kakek Hyogoro memasuki penginapan kemudian bergegas untuk mandi pagi, dia melihat yang lainnya sudah mandi dan bersiap untuk berangkat.
Haru bersama Serlin dan Kuina sedang berbelanja baju, Haru bahkan membelikan baju untuk mereka berdua dan yang lainnya.
Nagato berjalan keliling ruangan penginapan dan melihat bahwa semua orang sedang dalam kesibukannya masing - masing sehingga dia lebih memilih untuk diam di kamar. Dia mendengar suara Litha bersama Chiaki dan Chaika yang sedang mengobrol, suara tawa mereka terdengar ditelinga Nagato.
Tak lama kemudian Serlin datang membawa pakaian putih, celana panjang berwarna hitam dan jubah hitam, gadis itu menyuruh Nagato memakainya.
Nagato menuruti perkataan Serlin, dia menutup pintu kamar untuk mengganti pakaian yang dipakainya setelah dia selesai mengganti pakaian Nagato membuka pintu kamarnya.
Serlin tercengang melihat Nagato yang terlihat lebih tampan dari yang biasanya, gadis itu menarik Nagato dan membawanya ke kamar yang sedang dipakai Litha, Chiaki dan Chaika.
Mereka bertiga juga memakai pakaian baru, Haru mendandani mereka bertiga, ketiga gadis kecil itu tercengang melihat penampilan Nagato yang gagah walau tatapan matanya masih dingin, mereka hanya terdiam dan tersipu malu karena Nagato menatap mereka bertiga.
Haru mendandani Litha dengan mengubah rambut Litha yang lurus itu menjadi rambut kepang dan gadis kecil itu terlihat lebih imut dan manis, sedang untuk kedua anaknya Haru memberi aksen jepit rambut di rambut Chiaki dan Chaika sehingga kedua gadis kecil kembar itu terlihat lebih manis dan lucu.
Tak lama pelayan penginapan menawarkan kepada mereka untuk sarapan pagi, tanpa menunggu lama mereka menuju ruang makan.
Di ruang makan sudah ada Kakek Hyogoro, Azai dan Shugo yang sedang mengobrol, sedangkan Kuina sedang berbincang dengan pelayan perempuan dan tak lama dia bergabung bersama mereka untuk sarapan pagi.
Menu sarapan pagi Penginapan Cemara Indah menyajikan sup jagung hangat dan beberapa roti coklat yang masih hangat sedangkan minumannya air putih, teh hangat dan susu.
Mereka memakan makanan yang telah disajikan dengan lahap karena mereka akan menempuh perjalanan yang cukup jauh.
Setelah selesai sarapan mereka menuju kereta kuda yang telah dibeli oleh Shugo, kemudian Kakek Hyogoro duduk di tempat kusir untuk mengendarai kereta kuda tersebut.
"Ayah membeli ini?" ucap Chaika sambil tersenyum kepada ayahnya itu.
"Iya ...apa Chaika ingin berjalan kaki seperti kemarin?" balas Shugo sambil memegang pipi Chaika.
Chaika hanya menggelengkan kepalanya, gadis kecil itu tidak mau berjalan kaki, bahkan perjalanan kemarin adalah pengalaman pertamanya.
Kemudian mereka memasuki kereta kuda, didalam kereta kuda itu sudah ada makanan, roti maupun minuman yang dibeli Shugo.
Shugo membeli makanan dalam jumlah banyak, membuat Nagato dan yang lainnya hanya menggelengkan kepalanya.
Kereta kuda perlahan meninggalkan penginapan cemara indah dan menuju keluar kota.
"Memakai kereta kuda seperti ini butuh berapa hari lagi sampai di hutan yang dimaksud Kakek Hyogoro itu?" batin Azai sambil menatap Kakek Hyogoro yang sedang menikmati mengendarai kereta kuda dan dia terlihat begitu senang.
Setelah hampir sampai di gerbang Kota Semara Inda, kereta kuda berhenti, mereka menoleh ke arah Kakek Hyogoro karena memberhentikan kereta kudanya.
Ternyata Kakek Hyogoro sedang membeli koran dari Surat Kabar Burung Gagak, kemudian dia melanjutkan perjalanan untuk mengendarai kereta kuda itu setelah membelinya.
"Nagato, sini duduk disamping Kakek?" ajak Kakek Hyogoro sambil menoleh ke arah Nagato.
"Ya, Kakek Hyo!" jawab Nagato pelan sambil berpindah tempat di samping tempat duduk kusir kuda yang sedang mengendarai kuda.
"Coba kau bacakan apa yang tertulis disitu, Kakek ingin mengetahuinya?" Kakek Hyogoro tersenyum pada Nagato.
Di dunia ini ada tiga kelompok perusahaan koran yang selalu mencetak tentang berita yang selalu mengguncangkan dunia, walau banyak anggotanya namun pemilik dari perusahaan ketiga koran itu tidak pernah diketahui siapa pemiliknya dan pemimpin dari ketiga perusahaan ini begitu misterius.
Kemudian Nagato membaca koran tersebut dan Kakek Hyogoro hanya mendengarkannya.
Artikel di koran itu berisi tentang Pasukan Militer Kekaisaran Bahamut yang memperluas wilayahnya di Benua Barat dan mulai menginvasi beberapa negeri yang lain dan Tujuh Dosa Besar Mematikan yang menangkap salah satu anak Keluarga Kekaisaran Bahamut yang memiliki tubuh istimewa sehingga kelompok itu semakin dicari oleh Kekaisaran Adidaya itu, yang ketiga adalah Kelompok Mafia El Misti yang merupakan salah satu kelompok Mafia terbesar di dunia, mereka mulai melakukan pergerakan dan mereka berhasil merekrut anggota lebih dari lima puluh ribu orang yang menyebar di seluruh belahan dunia dan yang terakhir membuat Nagato geram adalah Organisasi Disaster yang dipimpin Kazan melakukan eksekusi massal kepada para penyihir Kerajaan Azbec dan penduduk yang melawan mereka.
Kemungkinan kelompok Mafia El Misti tidak memiliki anggota di Benua Ezzo, karena benua ini tertutup oleh dunia luar untuk mencapai benua ini mereka harus melewati cuaca yang ekstrim di lautan bahkan dikatakan bahwa ada rumor tentang kapal perang milik beberapa negera yang militernya kuat menghilang tanpa jejak di lautan menuju Benua Ezzo.
"Kakek Hyo, bukankah mantan anggota Tujuh Dosa Besar Mematikan bukan berasal dari Ezzo!" Nagato bertanya kepada Kakek Hyogoro.
"Ya, dia bukan berasal dari benua ini, entah seperti apa dia berhasil sampai di benua ini, kakek belum pernah pergi ke negeri lain, jadi kurang mengerti tentang dunia luar!" ucap Kakek Hyogoro sambil tertawa kecil.
"Jadi ini alasannya kakek selalu membeli koran!" batin Nagato sambil membaca koran tersebut.
Organisasi Disaster merupakan Organisasi Penjahat Kriminal paling mengerikan di Dunia, Kazan berniat menguasai Benua Ezzo namun ketika diperjalanan laut, kapal yang membawa ribuan anggotanya tertelan oleh ombak laut yang besar bahkan beberapa dari anggotanya menghilang tanpa jejak karena rumor tentang lautan iblis yang dikenal dengan laut selatan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 341 Episodes
Comments
Rendra Perdana
thor ..aku baca novel malam buat ilangin napsu makan...
sedang diet ..
eeh ceritanya di episode ini makanaaaaann ...uuughhh ...
jadi gagal diet dah ...
2021-02-05
0
Oschar Migerz
laut selatan. ???? kayak di laut selatan pulau jawa
2020-10-28
0
SASAKSUKE
apa aq aja yg selalu salah baca semara indah menjadi samarinda...
2020-08-15
1