Pada suatu sore Nagato tidak menyangka hutan tempat tinggalnya akan menjadi lautan api bahkan dirinya melihat magma dan lava seperti keluar dari letusan gunung berapi jatuh dari atas langit kebawah tempat tinggalnya.
Sesuatu yang datang secara tiba - tiba membuat Nagato yang berumur lima tahun itu tidak dapat mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Tetapi entah mengapa hatinya terasa teriris karena melihat wajah ibunya yaitu Sarah terlihat begitu cemas dan tidak lama Tatsugoro dan Uzui menyuruh mereka untuk segera keluar melarikan diri.
Kejaran dari manusia magma salah satu Petinggi Disaster yang bernama Magma membuat rumah mereka terbakar oleh serangan magma. Tatsugoro dan Uzui berusaha menahan serangan magma dengan tangkisan pedang mereka agar Sarah dan Nagato bisa melarikan diri.
"Bunuh anak itu!"
"Bunuh anak Pandu!"
Teriakan dari orang - orang yang membakar hutan tempat tinggalnya terus terngiang di telinga Nagato membuat dirinya memeluk tubuh ibunya dengan erat yang sedang menggendongnya.
Mereka digiring sampai ditengah kota oleh anggota Organisasi Disaster, disana Nagato melihat ayahnya yang sedang bertarung dan dipinggiran kota ada tiga orang yang dirinya kenal juga sedang bertarung melawan bawahan Kazan.
Dengan seribu pertanyaan yang ingin dirinya tanyakan pada ayahnya, tetapi Pandu menyuruh Sarah dan Nagato pergi dan tak lama mereka berdua dilempar oleh Pandu menggunakan jurus teleportasi ke lereng pegunungan Azbec tetapi disana sudah ada ratusan penyihir yang sudah menunggu kedatangan mereka berdua.
Sarah memeluk tubuh Nagato dengan erat dan setelah satu jam mereka dilempar oleh Pandu tiba - tiba tanah yang mereka pijak bergetar hingga terjadi retakan tanah yang berlubang.
"Gempa bumi?" Sarah mengerutkan dahinya kemudian membawa tubuh Nagato untuk menghindari setiap retakan tanah.
"Ibu, kenapa tanah itu terbelah?" Nagato mendekap tubuh Sarah dengan erat.
"Itu namanya gempa bumi, Nagato." Sarah berhasil menghindari retakan tanah gempa bumi yang dibuat oleh Petinggi Disaster bawahan Kazan.
Ketika mereka berdua sedang melihat tanah yang terbelah tiba - tiba serangan sihir bola api dari berbagai arah melesat kearah mereka.
"Ibu!" Nagato terkejut melihat bola api yang datang dari arah hutan.
Sarah menangkis semua serangan tersebut dengan sihir pelindungnya. Kemudian dia membawa Nagato pergi tetapi disekelilingnya sudah ada penyihir suruhan Black Madia yang telah mendapatkan perintah untuk membunuh Sarah dan anaknya. Bahkan diantara mereka ada anggota Disaster yang tersenyum sinis melihat Sarah dan Nagato yang terpojok.
Pemandangan letusan gunung berapi terlihat dari arah tengah kota, mata Nagato tidak berkedip sedikitpun tubuhnya serasa mati karena melihat pemandangan yang mengerikan.
Sarah terus berlari membawa Nagato untuk menjauh dari pembunuh suruhan Black Madia.
"Bunuh Sarah dan anaknya!"
"Tangkap dan jadikan bocah itu sebagai kelinci percobaan!"
Nagato ingin menangis ketika mereka berteriak ingin membunuh ibunya dan dirinya dengan mata yang polos Nagato menatap Sarah dan bertanya pada ibunya tersebut.
"Ibu, kenapa mereka mengejar kita? Mengapa mereka berteriak akan membunuh kita? Apa kita melakukan hal yang salah kepada mereka?" Nagato menutup kedua telingannya dengan kedua tangannya.
"Kita tidak melakukan hal yang membuat mereka membenci kita ... Nagato." suara ibunya terdengar lembut berusaha menenangkan Nagato.
"Nagato, ingat bahwa kamu tidak sendiri di dunia ini, suatu saat kamu pasti akan mempunyai teman yang mengerti dirimu, tidak apa jika kelak dirimu merasakan gundah menuntun bersama waktu, tapi kamu jangan biarkan perasaan gundah dan resah merasukimu, jika kau dikalahkan oleh perasaan itu, maka nyalakan api didalam hatimu, dan kamu harus ingat bahwa ibu akan mengawasimu dari dalam hatimu itu ... " Sarah melirik sihir yang digunakan penyihir yang mengejarnya kemudian dia menyalinnya menggunakan jurus sihir yang sama seperti mereka.
Nagato belum mengerti perkataan ibunya karena Nagato masih berharap bahwa hal yang dirinya takutkan tidak akan terjadi.
"Apa maksudmu ibu? Aku tidak mengerti, dan kenapa ayah juga diincar oleh mereka ..." Nagato memeluk tubuh ibunya yang terus berlari membawanya.
"Ayahmu adalah orang yang hebat, ingat kata ibu Nagato, walau sesakit apapun itu bagaimanapun juga kau harus tetap hidup, suatu saat kau akan hidup dipenuhi rintangan, tetapi sesulit dan sesakit apapun itu kau harus tetap berjalan ke depan Nagato ..." mata Sarah berkaca - kaca menatap Nagato.
"Suatu saat kau harus membebaskan negeri ini, Nagato ..."
"Ibu, ingin melihatmu tumbuh dewasa namun ..."
Tiba - tiba penyihir yang mengejar mereka terbunuh oleh lima orang yang mereka berdua sangat kenal.
Kelima pengikut Pandu meninggalkan tengah kota dan lari menuju lereng pegunungan Azbec. Ditengah jalan Tatsugoro menahan bawahan Kazan yang mengejar mereka kemudian dia menyuruh mereka berempat harus sampai di lereng pegunungan Azbec apapun yang terjadi. Penyihir dan pembunuh suruhan Black Madia sudah mengelilingi lereng pegunungan Azbec.
"Aku tidak akan memaafkanmu!" Uzui maju menyerang ratusan pembunuh didepannya diikuti oleh Azai dan yang lainnya dan tidak lama Tatsugoro menyusul mereka.
"Ibu ..." Nagato memegang baju ibunya dengan seluruh tubuhnya yang bergemetar hebat karena ketakutan.
"Nona Sarah! Tuan Muda Nagato!" Tatsugoro datang dengan yang lainnya untuk membawa kedua orang yang sangat berharga bagi Pandu agar melarikan diri ke Kekaisaran Kai.
"Tuan Muda Nagato, syukurlah kau baik- baik saja!" Tatsugoro cemas dengan mental anak yang baru berumur lima tahun itu.
"Maafkan kami Nona Sarah ..., kami meninggalkan Tuan Pandu!" Tatsugoro berusaha untuk tidak meneteskan air matanya dan keempat pengikutnya juga mencoba bersikap tegar karena tidak bisa berbuat banyak membantu Pandu.
"Ini bukan salah kalian, jadi berdirilah dan jangan menangis!" Sarah menurunkan Nagato yang digendongnya.
"Nona Sarah, kita harus cepat melarikan diri!" Tatsugoro melihat sekelilingnya yang dipenuhi mayat penyihir dan pembunuh suruhan Black Madia walaupun sudah aman tetapi bagaimanapun dirinya khawatir jika Kazan dan petingginya berhasil mengejar mereka.
"Aku akan menyusul Pandu!" Sarah menggenggam tangan Nagato.
"Nona Sarah, tetapi Tuan Pandu menyuruh kami untuk menyelamatkan kalian berdua!" Tatsugoro terkejut mendengar perkataan Sarah.
"Kalau begitu izinkan kami untuk tetap mengikuti Nona Sarah dan Tuan Pandu!" Uzui memohon kepada Sarah.
"Pergilah bersama anakku ini ... " Sarah menatap kelima pengikut Pandu.
"Kalian pasti sudah mengerti tentang penyakitku ini dan umurku sudah tidak lama lagi ... jadi aku ingin melalukan sesuatu yang sangat penting untuk terakhir kalinya!" suara Sarah yang lembut membuat mereka yang mendengarnya menjadi diam dan tenang tetapi Nagato menatap ibunya dengan perasaan cemas.
"Ibu ... " Nagato ingin menangis karena ibunya mengatakan hal yang tidak ingin dirinya dengar.
"Aku memiliki penyakit yang tidak bisa disembuhkan, aku tidak punya sesuatu yang berharga tetapi semenjak aku menikah dengan Pandu dan diberkahi malaikat kecil yang luar biasa ini, aku terus berjuang agar tetap hidup dengan keinginan melihat Nagato tumbuh menjadi anak yang seperti apa nantinya, dan kini akhirnya umurku yang sudah tidak lama lagi ini sudah tiba pada perjalanan terakhirku!" Sarah tersenyum menatap Nagato yang melihatnya dengan mata yang berkaca - kaca.
Tatsugoro dan yang lainnya menangis melihat Sarah yang sudah membulatkan tekad dan mereka tidak bisa menghentikan tindakan perempuan tersebut.
"Jika aku berumur panjang dan menggantikan Nona Sarah untuk menjaga Tuan Muda Nagato, aku akan membersihkan nama baik Tuan Pandu di Kai dan membunuh pengkhianat yang sebenarnya! Aku berjanji akan merebut Azbec dari tangan Kazan dan Black Madia!" Tatsugoro mengepalkan tangannya sambil menahan tangisannya.
Sarah hanya tersenyum melihat Nagato kemudian dengan air mata yang tertahan dirinya melepaskan tangan Nagato.
"Tolong jaga Nagato." Sarah melepaskan genggaman tangan Nagato.
"Ibu?" Nagato masih belum mengerti apa yang sebenarnya mereka bicarakan. Tetapi ketika melihat air mata jatuh membasahi wajah cantik ibunya. Nagato menangis dan tidak ingin berpisah dengan ibunya tersebut.
"Tidak bu! Nagato akan tinggal ditempat ini bersama ibu dan ayah!" Nagato memeluk tubuh ibunya dan menangis tidak ingin berpisah dengan ibunya.
"Ibu, kumohon jangan pergi bukankah ibu ingin melihat Nagato tumbuh dewasa?!" Nagato tidak ingin melepaskan tubuh ibunya tetapi dirinya pingsan karena sihir impian yang digunakan Sarah.
"Kalian pergilah dan bawa Nagato bersama kalian!" Sarah tersenyum dengan air mata yang membasahi wajahnya sebelum menghilang dari pandangan mereka.
"Nona Sarah? Dimana?" Serlin terkejut melihat Sarah yang menghilang.
Kemudian Tatsugoro membawa tubuh Nagato dan menyuruh mereka untuk segera melarikan diri ke Kekaisaran Kai.
Mereka terus berlari menjauh dari Hutan Suci menuju Kekaisaran Kai dengan harapan Kazan dan bawahannya tidak mengejar mereka yang membawa Nagato.
Uzui, Azai dan Kuina mengingat ketika mereka pertama kali bertemu dengan Pandu dengan menahan air mata mereka terus berlari menjauh dari lereng pegunungan Azbec.
Beberapa jam setelah Tatsugoro dan yang lainnya melarikan diri, hari sudah sudah gelap tetapi kobaran api yang membakar Hutan Suci membuat langit menjadi malam merah yang menyala.
Pemandangan ini terlihat begitu mengerikan bagi mereka berlima dengan kaki yang terus berlari menjauh dari hutan walau kaki mereka terasa begitu berat, mereka terus menjauh dengan harapan anak Pandu dan Sarah bisa selamat tidak peduli jika salah salah dari mereka mati.
Mereka memasuki hutan luas yang belum terbakar dan hutan itu merupakan bagian dari Kekaisaran Kai tetapi disana mereka dicegat oleh penyihir berbaju putih dengan wajahnya ditutupi kain putih.
"Aku bukan musuh kalian! Ini pedang milik Tuan Pandu!" Penyihir itu memberikan pedang Pandu kepada Kuina kemudian dia langsung pergi menghilang sebelum menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi kepada mereka berlima.
Tatsugoro dan yang lainnya mengerti maksud dari penyihir tersebut kemudian mereka terus berlari tetapi ada ratusan anggota Disaster yang tidak sengaja berpapasan dengan mereka.
Sesuatu yang ingin mereka hindari kini sudah berada didepan mereka. Tidak tinggal diam Tasugoro dan yang lain menyerang balik ratusan anggota Disaster yang melihat mereka.
Situasi menjadi semakin mencekam ketika Magma dan Kazan muncul membawa anggota Disaster dari arah Hutan Suci.
Magma adalah anak dari Kazan. Dirinya tidak menyangka jika ada orang yang mampu melukai tubuh ayahnya itu.
Tubuh Kazan terlihat dipenuhi magma dan lava yang jatuh berceceran ketanah bahkan asap yang keluar dari tubuhnya menyebabkan pepohonan disekitarnya mati. Sehingga Magma dan bawahannya memilih menjaga jarak darinya.
"Itu mereka! Tuan Kazan!" salah satu anggota Disaster menunjuk Tatsugoro yang membawa Nagato.
"Manusia sampah! Serahkan bocah itu padaku!" dengan emosi yang meluap Kazan menatap dingin Nagato yang sedang pingsan.
"Kuina! Bawalah Nagato!" Tatsugoro memberikan tubuh Nagato kepada Kuina.
Magma dan anggota Disaster mencoba mengejar Kuina tetapi mereka dihadang Tatsugoro yang menggunakan permainan pedangnya hingga mampu menciptakan pusaran angin yang menghempaskan tubuh mereka.
"Pusaran Angin Hitam!" Tatsugoro menghadang Magma dan bawahannya.
Kazan hanya menatap dingin Tatsugoro dengan wajah garangnya dia menggelengkan kepalanya hingga bunyi otot - ototnya terdengar begitu keras.
"Magma! Kejar mereka ... sepertinya orang ini sengaja mengulur waktu!" Kazan berjalan mendekati Tatsugoro. Ketika Magma dan anggota Disaster berlari mengejar Kuina, tebasan pedang Tatsugoro membunuh puluhan anggota Disaster dalam sekali tebasan mematikan.
"Aku tidak akan membiarkan kalian lewat lebih dari ini!" Tatsugoro menancapkan pedangnya ketanah hingga aura hitam pekat keluar dari tubuh dan pedang iblisnya.
Kazan hanya menyipitkan matanya menatap Tatsugoro kemudian dia mengeluarkan asap abu vulkanik dari tubuhnya membuat bawahannya yang berada didekatnya mati karena menghirup udaranya.
"Tidak pandang bulu kawan ataupun lawan! Dasar iblis berwujud manusia!" Tatsugoro mundur beberapa langkah menghindari asap abu vulkanik.
"Sirih." Tatsugoro mengolah pernafasan menghirup udara yang belum tercemar asap abu vulkanik dalam satu tarikan nafasnya.
"Pusaran Angin Hitam!" Tatsugoro kemudian maju mengayunkan pedangnya sambil memutarkan tubuhnya, perlahan pusaran angin muncul menghilangkan asap abu vulkanik disekelilingnya.
"Magma Heat!" Kazan hanya tersenyum tipis kemudian memukul tubuh Tatsugoro dengan pukulan magmanya namun serangannya dapat ditangkis dengan permainan pedang Tatsugoro.
Tataugoro mengerutkan dahinya ketika dirinya terpojok karena serangan pukulan magma yang dilancarkan oleh Kazan.
"Jurus Pedang Iblis Pertama : Tebasan Iblis!" pedang ditangan Tatsugoro megeluarkan aura hitam pekat dengan cepat Tatsugoro mengayunkan pedangnya menebas tangan Kazan. Tetapi tangan Kazan tidak meneteskan darah tetapi magma dan lava yang mengalir dari goresan lukanya.
Uzui yang sedang berlari bersama Kuina dan yang lainnya berhenti karena melihat Tatsugoro kewalahan menghadapi Kazan bahkan Magma dan bawahnnya hanya diam melihat pertarungan tersebut.
"Azai, Kuina, Serlin, kalian harus membawa Nagato pergi dari sini dengan selamat karena itu adalah perintah terakhir dari guru!" Uzui menatap mereka bertiga.
"Kakak! Kita harus pergi bersama - sama, Paman Tatsugoro berniat mengorbankan nyawanya demi kita! Jadi-" belum selesai Azai berbicara Uzui menepuk pundak adiknya.
"Aku melihat Guru Pandu dan Nona Sarah mengorbankan nyawanya demi kita! Aku hanya ingin membalas budi pada mereka hanya itu saja! Azai kamu harus mencari orang yang menuduh Guru Pandu dan itu adalah keinginan terakhir Paman Tatsugoro! Kamu harus mengingatnya!" Uzui menatap mata Azai yang berkaca - kaca.
"Guru adalah orang yang sangat baik walau tubuhnya berdarah - darah, dia membahayakan nyawanya demi kita dan penduduk kota, Guru Pandu adalah orang yang luar biasa!" Uzui berbalik kemudian mengeluarkan tombaknya.
"Azai, jika kau seorang pendekar maka sudah sewajarnya kau menjadi tameng bagi juniormu ..., kalian bertiga adalah tunas muda, kalian tidak boleh mati disini karena ada hal yang harus kalian bertiga selesaikan!" Uzui tersenyum tipis ketika melihat Magma dan anggota Disaster berlari kearahnya.
"Uzui ... biarkan aku membantumu, aku yakin sihirku akan berguna." Serlin mencoba membujuk Uzui yang telah membulatkan tekadnya.
"Kakak! Aku janji akan mewujudkan keinginan terkahir dari Paman Tatsugoro!" Azai menahan air matanya yang hampir tumpah membasahi wajahnya.
"Pergi!!" teriak Uzui ketika jarak Magma sudah semakin dekat dengan mereka.
Azai, Kuina dan Serlin menahan air mata mereka dan berlari meninggalkan Uzui.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 341 Episodes
Comments
Ahmad HendraMadona
nama anak kazan d ganti aja lah.masa anaknya keluar dari perut ayahnya
2020-12-23
0
Pendekar
nyelamatkan anak pandu
2020-11-25
0
iwan setiawan
terlalu berat kiasanya
2020-09-23
0