Udara disekitar Kakek Hyogoro berubah drastis, para perampok yang berniat menghabisinya menjadi diam dan gemetar mendengar desisan suara dari mulut Kakek Hyogoro.
Sedangkan empat orang yang sedang di dalam kereta kuda melihat keluar dan mereka bersyukur karena ada orang yang menyelamatkannya.
"Kenapa! Apa kalian takut menghadapi seorang kakek tua ini!" Kakek Hyogoro menatap tajam para perampok, hawa dingin dan panas bercampur disekeliling Kakek Hyogoro.
Azai ikut mengolah pernapasan dan bersiap untuk pertempuran yang akan terjadi, namun ada kejanggalan dengan perampok yang menyerang Bangsawan Kita, lambang yang dia lihat dilengan salah satu perampok tidak terlalu asing baginya.
Puluhan perampok maju menyerang Kakek Hyogoro, ketika salah satu perampok mengayunkan pedang ke leher Kakek Tatsugoro, pedang tersebut patah.
Perampok itu terkejut, belum sempat bereaksi Kakek Hyogoro menggunakan tapak tangannya untuk memukul dada perampok yang menyerangnya.
"Kruk!" Suara tulang rusuk perampok tersebut terdengar patah, Kakek Hyogoro hanya diam ditempat menunggu puluhan perampok yang lain maju menyerangnya.
"Kekuatan itu, dia menggunakan pernafasan?"
"Apa dia dari Klan Kagutsuchi?!"
"ilmu bela diri kita tidak kalah dengan pernafasan seperti itu!"
Para perampok tersebut seperti kerasukan hewan buas ada yang seperti harimau, monyet, dan lain - lain.
Kakek Hyogoro menatap lambang dilengan salah satu perampok.
"Serigala Hitam?" Kakek Hyogoro mengerutkan dahinya, dan merasa ada yang tidak beres dengan kelompok perampok ini karena mereka berniat menghabisi Bangsawan Kita.
"Andai aku membawa pedang kesayanganku, tidak ... aku tidak perlu menggunakn pedang, hanya dengan tangan dan kaki saja itu sudah cukup bagiku!" Kakek Hyogoro berbicara dengan santai di depan perampok Serigala Hitam.
Perkataan Kakek Hyogoro membuat mereka geram, Azai menatap tajam puluhan perampok yang lain dan melakukan posisi pasang kuda - kuda depan yang membuat beberapa perampok menatapnya.
"Sirih." Azai mengolah pernafasan sambil menatap tajam puluhan perampok yang hendak mengayunkan pedang kearahnya.
"Jurus Dasar 16 A2 : Amarah Sang Hijau!"
Tebasan pedang milik Azai menebas para perampok didepannya dengan cepat bahkan beberapa perampok mati hanya dalam satu tebasan kemudian Azai membalikkan badannya dan kembali menebaskan pedangnya dengan tenaga dalamnya.
"Warna hijau disekeliling pedangnya itu sepertinya berbahaya!"
"Sial! Orang ini juga bisa melakukan pernafasan seperti itu!"
Puluhan perampok menatap Azai belum sempat bereaksi dada mereka tertebas ketika Azai mengayunkan pedangnya dengan cepat membuat perampok tidak bisa menangkis.
Para perampok yang kerasukan seperti hewan maju menyerang Kakek Hyogoro, Azai berniat membantunya namun Kakek Hyogoro memberi kode untuk melindungi orang yang berada didalam kereta kuda.
Kakek Hyogoro menatap tajam para perampok yang hendak menyerangnya dengan senyuman sini yang menyungging diwajahnya Kakek Hyogoro sengaja memprovokasi perampok agar masuk kedalam jangkauan serangannya.
"Jangan berlagak sombong! Kau tua bangka!"
"Brengsek! Dia benar - benar meremehkan kita!"
Kakek Hyogoro mengambil nafas panjang dalam satu tarikan nafasnya kedua tapak tangannya terasa begitu dingin, kemudian dia maju menyerang para perampok Serigala Hitam.
Setiap pedang yang diayunkan ketubuh Kakek Hyogoro patah menjadi dua bagian, puluhan perampok menyerang Kakek Hyogoro dengan membabi buta namun dengan mudah Kakek Hyogoro menangkis tangan mereka yang menggenggam pedang kemudian dia memukul perut perampok tersebut.
Puluhan perampok yang tersisa berniat melarikan diri, melihat hal itu Kakek Hyogoro tersenyum tipis kemudian dia memfokuskan aura dimatanya dan pikirannya.
"Tatapan Maut : Tujuh Mata Air Berbeda!"
Puluhan orang didepannya terjatuh kemudian dia menyerang mereka yang tersisa, dengan mengambil pedang perampok yang dikalahkannya. Kakek Hyogoro membunuh perampok yang hendak kabur, salah satu perampok memberi sinyal kepada temannya yang lain dalam sekejap di langit ada cahaya merah terang.
"Habislah kau Kakek Tua!" sebelum mati perampok itu tersenyum sinis menatap Kakek Hyogoro.
"Azai! Berapa orang yang berada didalam kereta kuda itu!" Kakek Hyogoro berteriak dengan lantang, kemudian Azai melambaikan tangannya dan memberi tanda empat orang dengan jarinya.
Kakek Hyogoro menatap langit sambil mengawasi sekitarnya, dia menunggu anggota perampok yang akan datang karena dia merasakan nafsu membunuh yang besar dari dalam hutan. Serlin dan Kuina menghampiri Kakek Hyogoro sedangkan Nagato dan Litha pergi kearah tempat kereta kuda berada.
Beberapa perampok bersenjata lengkap keluar dari dalam hutan berjalan mendekati Kakek Hyogoro dan Azai. Perampok Serigala Hitam itu terbagi menjadi dua bagian, yang pertama mereka akan menyerang Kakek Hyogoro dan yang kedua menyerang kereta kuda yang dijaga Azai.
"Kuserahkan mereka yang didepan kepada kalian gadis muda!" Kakek Hyogoro mengambil pedang milik anggota Serigala Hitam yang dia kalahkan. Kuina dan Serlin hanya mengangguk pelan sambil menatap puluhan perampok yang berlari kearah mereka berdua.
"Sirih." Kuina mengolah pernafasan dalam satu tarikan nafasnya gadis itu tersenyum sinis menatap perampok didepannya.
"Tarian Sang Mawar Merah!"
Aroma bunga mawar tercium di sekeliling Kuina, gadis itu melangkahkan kakinya dengan cepat hingga dia kini berada di tengah - tengah perampok yang hendak menyerangnya kemudian dia memutarkan tubuhnya.
Putarannya yang begitu indah membuat beberapa perampok terdiam selama beberapa detik, setelah puluhan perampok melihat daun bunga mawar berterbangan dengan pelan kearah mereka, semua perampok disekeliling Kuina mulai waspada.
"Tanpa Nafsu Tanpa Nafas!" gumam Kuina pelan sambil menyarungkan pedangnya, ketika pedang milik gadis itu tersarung, tubuh para perampok tertebas dalam sekejap.
Kakek Hyogoro tersenyum melihat gadis itu, dirinya bersyukur karena Pandu mampu mendidik murid - muridnya menjadi seorang pendekar yang mampu melawan para penjahat dan menegakkan kebenaran.
Perampok yang lain menjadi ragu melawan Kuina dan mereka mulai melirik Serlin yang terlihat lebih lemah daripada Kuina.
"Mereka menatapku dengan penuh nafsu bagaimana ini, Kuina? Aku belum siap untuk diperebutkan oleh para pria itu!" Kedua tangan gadis itu memegang pipinya, tingkahnya yang pura - pura malu itu membuat Kuina menghela nafas penjang.
"Huh, wajah cantiknya jadi percuma!" gumam Kuina pelan kemudian gadis itu hanya melihat temannya itu.
"Sepertinya perempuan itu lemah!"
"Kita bunuh dia!"
"Tidak, kita jadikan dia sandera!"
Perampok Serigala Hitam itu mengelilingi Serlin, mereka berniat mengeroyoknya dan menjadikan gadis itu sebagai sandera.
"Sabar dulu! Kalian jangan memperebutkanku, jika kalian menginginkanku maka majulah satu - satu dan jangan maju secara bersamaan, hmmm ... ka-karena aku ... belum pernah begituan." gadis itu mulai kembali kumat oleh kebiasannya, Kuina yang melihat itu mengambil batu kerikil dan melemparnya ke arah Serlin.
"Ah." Serlin mendesah pelan ketika batu kerikil yang dilempar Kuina mengenai kepalanya.
"Ini bukan waktunya bercanda, mereka meremahkanmu karena kamu seorang penyihir dan mereka ingin membunuhmu!" teriak Kuina kepada Serlin, para perampok yang mendengar perkataan Kuina kebingungan tanpa pikir panjang mereka maju menyerang Serlin secara bersamaan.
"Ja-jadi mereka meremehkanku karena aku hanyalah seorang penyihir!" Serlin sekarang terlihat serius, kemudian gadis itu memejamkan matanya.
"Gadis itu terlihat pasrah!"
"Kami tidak akan membunuhmu, kami hanya akan bersenang - senang sedikit denganmu, Gadis Kecil!"
Ketika puluhan perampok sudah mulai dekat dengan Serlin, seketika aura disekeliling Serlin berubah seperti ada hembusan angin yang besar.
"Sirih." Serlin menarik nafas panjang dan dalam satu tarikan nafasnya dia merapalkan mantra sihir dari dalam hati.
"Storm!" Serlin mengeluarkan jurus sihirnya dalam seketika muncul Badai sihir menelan para perampok yang hendak menyerangnya.
Badai sihir yang kuat milik Serlin membuat orang - orang yang melihatnya berdecak kagum, tak lama setelah Serlin membunyikan jarinya dan badai sihirnya saat itu juga berhenti.
"Arrows!" tangannya seperti memegang sebuah busur walau tidak ada wujudnya, tidak lama setelah tangan kanan Serlin terlihat seperti melepaskan tembakannya, puluhan panah sihir melesat dengan cepat keatas menyerang para perampok yang masih melayang diatas.
Kakek Hyogoro dan Kuina terdiam mereka berdua berdecak kagum melihat permainan sihir Serlin yang dikombanasikan dengan pernapasan. Keempat orang yang berada didalam kereta kuda juga terpana melihat sihir milik Serlin.
Perampok yang lain menjadi ragu melawan Kuina dan Serlin kemudian mereka menargetkan bangsawan yang sedang berada didalam kereta kuda yang dijaga Azai.
"Langkahi aku dulu, jika kalian berniat sesuatu dibelakangku ini!" Azai sedikit kesal karena para perampok menganggap dirinya lebih lemah dari Kuina dan Serlin. Kemudian Perampok Serigala Hitam maju menyerang Azai, pemuda itu tidak mengolah pernafasannya karena dirinya merasakan nafsu membunuh yang lebih besar dibandingkan para kelompok yang menyerangnya ini sehingga dia berniat menghemat energinya.
Azai menebas puluhan perampok didepannya dengan dua sampai tiga tebasan untuk membunuh mereka dan beberapa perampok menatap dua anak kecil yang tak lain adalah Nagato dan Litha yang sedang melihat pertarungan itu.
"Harimau Menanti : Pemangsa Kehidupan!"
Tebasan pedang Azai yang membentuk cakar harimau dan menghabisi puluhan perampok dalam sekali tebasan brutalnya.
Nagato melihat api dibelakang para perampok dari arah semak - semak yang ada di hutan. Panah api melesat ke arah kereta kuda, tanpa pikir panjang Nagato melepaskan genggaman tangan Litha dan berlari kedalam kereta kuda untuk menyuruh keempat orang yang berada didalamnya untuk keluar.
"Cepat! Kalian keluar dari sini!" teriak Nagato menyuruh mereka segera meninggalkan kerete kuda, tanpa pikir panjang keempat orang itu keluar dan mengikuti arahan Nagato.
"Kalian berempat tetap berada dibelakangku, Litha kamu juga, aku akan mengurus para perampok yang menuju kesini!" Nagato dengan tenang memegang sarung pedangnya.
Puluhan perampok menyerang Nagato, pemuda itu menangkis serangan pedang para perampok dengan tangannya, Litha dan empat orang dari Bangsawan Kita berdecak kagum melihat keberanian Nagato namun disaat bersamaan mereka juga merasa khawatir. Nagato menangkis tangan perampok yang memegang pedang kemudian dia membantingnya.
Perampok yang lain terkejut melihat Nagato yang dapat melawan perampok yang menggunakan pedang hanya dengan tangan kosong.
"Bocah ini! Benar - benar menjengkelkan!"
"Kita kuliti wajahnya itu agar dia tidak bisa bersikap sombong seperti itu lagi!"
Litha sedikit khawatir mendengar perkataan para perampok, gadis kecil itu hendak berlari kearah Nagato, namun tangan Nagato memberi kode padanya untuk berhenti.
Aura disekeliling Nagato berubah ketika mengolah pernafasan halus, petir - petir kecil mulai mengelilingi tubuhnya.
Kemudian Nagato menghilang dalam sekejap dari pandangan Litha dan Bangsawan Kita bahkan para perampok tidak melihat Nagato.
"Nagato?" kedua tangan Litha saling menggenggam, gadis kecil itu gemetar melihat pemandangan mengerikan didepannya karena masih trauma dengan kejadian di kota asalnya.
Tak lama kemudian Nagato muncul ditengah - tengah para perampok dan menyerang mereka dengan cepat, pukulan depan dan tendangan kakinya mengenai kepala lawannya dengan tepat, karena Nagato menendang menggunakan pisau kakinya.
"Bocah ini!"
"Dimana dia?"
"Sial! Aku dikalah-"
Belum selesai berbicara para perampok yang menyerang Nagato mulai berjatuhan satu persatu, mereka semua masih hidup, kebanyakan dari mereka pingsan karena dipukul dan ditendang organ vitalnya oleh Nagato.
Tak lama kemudian Azai muncul menghabisi para perampok yang sedang terkapar karena serangan Nagato.
"Seperti biasa, kau tidak menghabisi mereka Nagato." ucap Azai kemudian melangkah dengan cepat ke arah Nagato dan meremas rambut pemuda itu.
Nagato menepis tangan Azai dan menatap tajam para perampok.
"Pedangku hanya akan membunuh seseorang yang bagiku pantas untuk dibunuh." ucap Nagato pelan dengan tatapan dingin dimatanya.
"Daripada memikirkan hal itu, aku merasakan nafsu membunuh yang besar didalam hutan itu." Nagato berkata pada Azai, karena dirinya juga merasakan sesuatu yang tidak beres.
"Ya, aku juga merasakannya sepertinya mereka memiliki kekuatan yang cukup besar, Nagato kau lindungi mereka dan aku akan bergabung Kakek!" perintah Azai pada Nagato kemudian dia melangkahkan kakinya menuju tempat Kakek Hyogoro.
"Sepertinya mereka terlalu percaya pada kekuatanku!" batin Nagato sambil menatap Azai, kemudian dia membawa Litha dan Bangsawan Kita menuju tempat yang aman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 341 Episodes
Comments
Gagal Tobat
kayak buku LKS aja nyebutin nama jurusnya
2023-05-05
0
Melky Tatuwo
😯
2022-06-30
0
Sutan Pasaribu
lambat
2020-08-16
0