Mereka berenam telah selesai sarapan pagi dan sedang bersiap - siap untuk melanjutkan perjalanan.
"Kakek, tempat persembunyianmu itu berada dimana?" Azai bertanya kepada Kakek Hyogoro karena dirinya merasa tempat yang mereka tuju selalu terjadi hal yang tidak inginkan seperti perampokan dan kemarin kejadian kebakaran yang melahap Kota Roshima.
"Di Hutan Tersembunyi." jawab Kakek Hyogoro sambil tersenyum tipis dan dengan kebiasannya yang mengelus dagu. Kakek Hyogoro menatap langit seolah - olaht tempat tinggalnya adalah tempat yang penuh makna baginya.
"Aku tinggal sendirian di hutan tersebut selama puluhan tahun hanya murid Pandu dan teman baikku yang mengetahui tempat tersebut!" Kakek Hyogoro berusaha menjelaskan tentang tempat tinggalnya kepada Nagato dan yang lainnya tetapi hal itu justru membuat Nagato dan yang lain merasa kasihan kepada Kakek Hyogoro.
Karena mengejar waktu agar tidak terlibat dengan hal yang merepotkan, Kakek Hyogoro mengajak Nagato dan yang lain agar segera melanjutkan perjalanan. Nagato berjalan disamping Kakek Hyogoro dan tangan kirinya memegang sarung pedangnya.
"Kau sepertinya sudah terbiasa sekarang!" Kakek Hyogoro sambil menepuk pundak Nagato.
"Aku hanya ingin melihat dengan mata kepalaku sendiri, tempat yang dilindungi oleh mendiang ayahku, ternyata jauh dari yang kubayangkan!" suara Nagato terdengar begitu tenang dan jelas sambil mengerutkan dahinya Nagato merasa kesal karena dalam perjalanannya untuk bersembunyi selalu melihat kejadian yang membuatnya mengingat kembali kebenciannya yang terkubur didasar hatinya bahkan Azai, Kuina dan Serlin juga tidak menyangka Kekaisaran Kai menjadi tempat yang mengerikan.
"Dulu Tatsugoro, sering kembali kesini untuk melihat keadaan yang terjadi disini, bukan?" ucap Serlin pelan berjalan disamping Kuina.
"Iya, paman memata - matai kelompok yang mencurigakan di Kekaisaran Kai, sehingga mereka tidak bergerak bebas." Kuina menjawab perkataan Serlin.
"Jadi, karena itu Tatsugoro jarang berada di tempat persembunyian kita." Serlin menggumam pelan dan memikirkan sesuatu. Litha yang mendengarkan perkataan kedua gadis yang disampingnya, membuatnya jadi penasaran dengan pembicaraan tersebut, namun sosok yang paling membuatnya penasaran adalah Nagato.
Setelah menempuh waktu setengah hari Nagato dan yang lainnya belum juga sampai di kota yang dibilang Kakek Hyogoro, sehingga Nagato dan yang lainnya mulai meragukan perkataan Kakek Hyogoro.
"Kenapa?" Kakek Hyogoro menoleh melihat mereka berlima yang menatap dirinya kemudian dia tertawa pelan.
"Hahaha, jika kita berlari tanpa istirahat maka kita akan sampai di kota itu dengan waktu setengah hari, maafkan perkataanku tadi pagi!" Kakek Hyogoro membungkuk pelan kemudian dirinya tertawa kembali sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal itu.
Nagato dan yang lainnya kembali melanjutkan perjalanan, melewati beberapa hutan dan bukit - bukit kecil, Nagato berjalan santai sambil menikmati pemandangan.
Setelah melakukan perjalanan hampir seharian penuh, hari sudah mulai gelap, kemudian mereka berniat bermalam di tempat datar yang ada di samping sungai kecil.
"Kita bermalam disini atau kita melanjutkan perjalanan?" Kakek Hyogoro bertanya kepada mereka berlima.
"Istirahat dulu kek, pelan - pelan asal kita sampai tujuan." jawab Serlin sambil berjalan menuju sungai untuk membasuh wajahnya.
Tak lama kemudian Kakek Hyogoro memanggil yang lain untuk membagi tugas, ada yang mencari makanan, dan ada yang mencari kayu kering.
Kuina, Nagato dan Litha mencari kayu kering sedangkan Kakek Hyogoro dan Azai mencari bahan makanan.
Serlin yang telah selesai membasuh wajahnya sudah tidak mendapati Nagato dan yang lain ditempat tadi.
"Kemana mereka?" Serlin terlihat bingung karena didepannya hanya ada barang bawaan mereka namun mereka entah pergi kemana. Kemudian Serlin beranjak untuk mandi di sungai karena tubuhnya dipenuhi keringat.
Kuina memperhatikan Nagato dan Litha dari belakang, gadis itu tersenyum melihat Nagato yang tetap cuek terhadap Litha walau sebenarnya dia terlihat sedikit peduli. Kemudian Nagato mengumpulkan kayu kering dan ranting - ranting pohon yang berjatuhan di tanah.
"Ternyata banyak juga ya kayu kering dan ranting pohon disini?" Litha mencoba untuk mencairkan suasana sambil melirik Nagato yang sedang jongkok disampingnya.
"Ya." jawab Nagato dengan singkat sambil mengambil beberapa kayu kering dan ranting - ranting dalam jumlah banyak kemudian dia kembali.
Kuina menghampiri Litha karena gadis kecil itu terus melihat punggung Nagato yang kian menjauh dari pandangan matanya.
"Nagato, belum pernah mempunyai teman yang sebaya dengannya jadi dia mungkin bingung harus bersikap seperti apa, dari kecil dia memang seperti itu." Kuina tertawa kecil melihat sikap Nagato, kemudian dia tersenyum lembut kepada Litha.
"Jadi aku adalah teman pertamanya?" batin Litha, gadis kecil itu tersenyum dan wajahnya sedikit memerah.
"Itu juga sudah cukup kok." Kuina berdiri kemudian mengajak Litha kembali. Mereka berdua kembali dan disana terlihat Serlin yang rambutnya telah basah dan Nagato yang sedang menyusun kayu keringnya untuk membuat api unggun.
"Kak Serlin, sihir apimu." ucap Nagato pelan, kemudian Serlin membakar kayu tersebut dan menghangatkan tubuhnya. Setelah api membakar kayu kering yang disusun Nagato kemudian dia beranjak pergi ke sungai, karena Nagato juga ingin mandi untuk membasuh seluruh tubuhnya yang gerah dan berkeringat.
Hari sudah mulai gelap ketika matahari perlahan terbenam dan hembusan angin malam yang sejuk mulai terasa dikulit mereka.
Tak lama Azai dan Kakek Hyogoro muncul membawa ayam hutan dan kancil yang telah dipotong dan dibersihkan.
Ketika malam tiba, langit malam terlihat begitu cerah, bintang - bintang mulai terlihat di langit malam yang membentang luas diatas sana membuat perjalanan jauh yang melelahkan seakan tak sia - sia dengan pemandangan dibawah langit berbintang.
Mereka membakar daging - daging tersebut, tak lama kemudian Nagato datang sambil meremas sedikit rambutnya yang basah membuat ketampanannya makin terlihat.
Mereka berenam menyantap makanan sambil menatap langit yang dipenuhi dengan bintang - bintang.
Walau semua terasa begitu menyakitkan baik bagi Nagato maupun Litha tetapi mereka berdua harus tetap melangkah ke depan dan terus berjalan ke depan.
Langit malam mulai terang ketika sinar matahari mulai terbit dan membuat embun pagi yang sedang memeluk dedaunan melenyap tak bersisa.
Nagato dan yang lainnya kembali melanjutkan perjalan dan didalam perjalanan Litha mencoba untuk bicara pada Nagato, namun setelah melihat wajah Nagato yang dingin gadis kecil itu mengurungkan niatnya.
Kakek Hyogoro mengobrol dengan Azai di depan, sementara Nagato dan Litha berjalan berdampingan didepan Serlin dan Kuina.
Kakek Hyogoro sepertinya tidak berniat melewati jalan pintas menuju kota, dirinya berjalan menuju jalan yang biasanya dilewati para pedagang dan karavan.
Jalanannya terlihat begitu luas namun tidak ada orang yang melewatinya.
Mereka berlima mengikuti Kakek Hyogoro, jalanan itu dikelilingi pepohonan disepanjang jalan jadi tempat ini terlihat sejuk untuk berjalan karena panas sinar matahari terhalang oleh pepohonan di kiri kanan mereka.
Litha melirik Nagato yang berjalan disampingnya, gadis kecil itu menghela nafas panjang karena tidak bisa mengajak Nagato berbicara, setelah dirinya yakin dia kembali melihat wajah Nagato.
"Namamu Nagato, bukan?" Gadis kecil itu menanyakan nama pemuda yang sudah diketahui olehnya, wajahnya merah merona karena malu.
"Iya, namaku Nagato." Jawab singkat Nagato sambil terus berjalan.
"Namamu Novelitha, bukan?" Nagato balik bertanya namun kali ini dia membuang wajahnya kesamping karena dia sendiri juga tidak menyangka akan sesulit ini berbicara pada anak sesusianya.
"Iya itu namaku?" Litha tersenyum manis pada Nagato kemudian gadis kecil itu sedikit mendekat pada Nagato karena penasaran dengan raut wajahnya.
Sedangkan Serlin dan Kuina tertawa kecil melihat percakapan antara Litha dan Nagato didepannya.
"Baru kali ini aku melihat orang yang mengobrol hanya menanyakan nama?" bisik Serlin pelan di telinga Kuina.
"Bodoh, jangan ganggu mereka!" Kuina tertawa kecil sambil menutup mulutnya dengan tangan kanannya.
Kemudian Litha menatap langit, gadis kecil itu tersenyum penuh makna dan menatap Nagato kembali.
"Ibuku berasal dari Kerajaan Azbec, sedangkan ayahku dari Kekaisaran Kai dan yang memberikanku nama Novelitha adalah ibuku." Litha menjelaskan kepada Nagato, kemudian pemuda itu menatap Litha dengan pandangan mata yang tajam.
Nagato terdiam karena dirinya juga tidak percaya dengan yang namanya sebuah kebetulan.
"Ibuku juga berasal dari Kerajaan Azbec." suara Nagato terdengar dingin ditelinga Litha dan senyuman Nagato membuat dirinya salah tingkat.
"Nama asliku adalah Kagu-" Nagato berhenti berbicara ketika merasakan aura nafsu membunuh dibalik bukit yang akan mereka lewati.
Litha terlihat penasaran, namun melihat raut wajah Nagato yang berubah menjadi dingin dan terlihat seperti waspada, gadis kecil itu mendekat pada Nagato.
"Di depan sana, sepertinya ada pertempuran!" Kakek Hyogoro menunjuk bukit yang akan mereka lewati, kemudian dirinya melangkah dengan cepat diikuti oleh Azai dari belakang.
"Ayo kita juga bergegas." Nagato menggenggam tangan Litha, belum sempat gadis kecil itu bertanya, dirinya sudah dibawa lari oleh Nagato.
Serlin dan Kuina kemudian mengikuti Nagato dan Litha dark belakang mereka melewati tanjakan jalan di bukit itu.
Setelah sampai diatas mereka melihat jalanan yang ada dibawah, disana ada beberapa perampok dan pendekar yang sedang bertarung.
"Kereta kuda itu?" Litha menunjuk kereta kuda yang terlihat mewah dan sepertinya ada orang penting didalam kereta tersebut.
"Apa kau mengetahuinya?" Nagato bertanya kepada Litha, gadis kecil itu mengangguk pelan.
"Lihat benderanya ...itu adalah lambang milik Bangsawan Kita!" Litha menunjuk bendera yang ada dikereta kuda.
"Bendera?" Nagato menatap tajam dan melihat para perampok tersebut bukanlah perampok biasa. Lambang simbol angin berwarna hijau muda dan bertuliskan Kitakaze terlihat di kereta mewah yang sedang dilihat Nagato.
Serlin dan Kuina berlari menuju pertempuran tersebut karena melihat pendekar yang menjaga Bangsawan Kita sudah dihabisi oleh para perampok. Nagato menarik tangan Litha menyusul kedua gadis yang berlari didepannya.
"Sepertinya kita terlambat?!" ucap Azai melihat para perampok telah berhasil menghabisi pendekar yang menjaga bangsawan.
Para perampok berlari menuju kereta kuda, mereka menginjak - injak mayat para pendekar yang telah mati.
"Sirih." Kakek Hyogoro mengolah pernafasan dan matanya menatap tajam perampok didepannya.
"Pukulan Matahari!" Kakek Hyogoro memukul tanah dan membuat retakan tanah disekitarnya, melihat pukulan yang berdaya hancur besar membuat para perampok yang menyerang bangsawan menjadi waspada.
Kakek Hyogoro mengolah pernafasan dan tak lama raut wajahnya berubah, dari mulutnya terdengar suara yang mendesis.
"Ces .. ces .. ces .. ces .. ces." suara desisan mulut Kakek Hyogoro membuat udara disekelilingnya menjadi panas bahkan puluhan perampok bisa merasakan hawa panas tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 341 Episodes
Comments
Melky Tatuwo
gak pakek pinang muda kek ? 😁
2022-06-30
0
Firo Stanfield
apa 'kita' yg berarti timur dlm bhs jepang?
2020-10-06
0
ARSY ALFAZZA
boomlike 😘
2020-08-15
0